Rintan dan Devika tidak menemukan buku tugas mereka berdua dan Devika baru ingat jika buku itu ketinggalan di laci yang ada di dalam kamarnya. Rintan seketika langsung memarahi Devika sebab tugas itu sudah dikerjakan oleh Revan dan malah tidak dibawa oleh Devika.
Namun Devika malah menyalahkan Revan yang tidak tahu apa-apa yang hanya tahu jika tugas kedua temannya itu dia kerjakan dan kemudian dikembalikan lagi dan dia berikan pada Devika.
Winda harus menghasilkan hal ini dan tidak bisa membiarkan kedua sahabatnya itu menyalahkan Revan yang sudah membantu tapi Devika ceroboh malah tidak membawa buku itu.
Ibu guru yang memperhatikan Devika dan Rintan heboh sendiri, dia pun turun tangan dan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi sehingga mengakibatkan harus berdebat dan tidak malah mengumpulkan tugas.
"Berantem, adu mulut. Tugas kalian sudah selesai kah?" tanya ibu guru pada Rintan dan Devika.
"Sudah bu," jawab Rintan dan Devika bersamaan.
"Ayo kumpulkan ke Winda," ujar ibu guru itu pada Rintan dan Devika.
"Ketinggalan bu," ucap Rintan pada ibu guru itu apa adanya.
"Kok bisa? Kemarin kalian pasti tidak belajar, dan kalau belajar ibu yakin tidak ada yang ketinggalan," sahut paruh baya itu pada Rintan.
"Di bawa sama Devika bu," ucap Rintan apa adanya pada ibu gurunya.
"Kenapa bisa kamu bawa? Ini kan tugas mandiri, bukan kelompok. Saya meminta kalian untuk mengerjakan semampunya dan jangan bekerjasama," sahut ibu guru itu pad Rintan dan Devika.
"Maaf bu," ucap Rintan dan Devika bersamaan.
Ibu guru itu menggeleng-gelengkan kepalanya tidak menyangka bahwa kedua siswinya bisa secara buah itu dan malah melanggar tugasnya. Anggika yang melihat hal itu dia hanya tersenyum sinis sembari melirik ke arah Devika dan Rintan.
"Dimaafin ya bu," mohon Devika pada ibu gurunya.
"Tidak bisa. Teman kalian juga ibu hukum jika melanggar tugas dan ceroboh seperti kalian berdua," ucap ibu guru itu pada Rintan dan Devika.
"Hukuman apa yang pantas untuk siswi seperti kalian berdua ini?" tanya ibu guru itu pada Rintan dan Devika.
Rintan dan Devika terdiam tidak menjawab pertanyaan yang dilontarkan ibu guru mereka berdua.
"Baiklah, kalau kalian hanya terdiam. Saya meminta kalian untuk memilih saja. Membersihkan halaman depan sekolah, atau membuang sampah di seluruh kelas?" tanya ibu guru itu pada Rintan dan Devika.
"Nggak ada yang lain bu? Jangan itu dong bu," jawab Devika pada ibu gurunya.
"Kalian berdua memilih atau saya yang memutuskan dan malah akan lebih berat dari kedua hukuman yang ibu minta kalian pilih barusan?" tanya ibu guru itu pada Devika dan Rintan.
Mereka berdua seketika langsung terdiam dan berfikir untuk menyapu halaman saja daripada harus membuang sampah yang sangat banyak dan kelas mereka tidak hanya satu.
"Menyapu halaman saja bu," jawaban dua gadis itu ada ibu gurunya dan kemudian paruh baya itu langsung meminta kedua siswinya itu untuk mengambil sapu dan kemudian langsung menyapu di halaman depan.
Dedaunan kering dan sapu dan dimasukkan ke dalam tong sampah dan setelah itu sebuah sapu diletakkan oleh seorang siswi yang tidak lain adalah Rintan, di samping tong sampah yang ada di dekatnya.
Sedari tadi gadis cantik itu menyapu sembari terdiam dan tidak mengeluarkan suara seperti Devika yang terus menyalahkan Revan tanpa sebab padahal tugas mereka berdua yang mengerjakan adalah Revan dan yang tidak membawa adalah dirinya sendiri.
Rintan meminta Devika untuk diam saja dan tidak mengeluarkan suara, sebab bagaimana pun Revan disalahkan oleh Devika tetap saja remaja laki-laki itu yang mengerjakan tugasnya yang seharusnya dia kerjakan sendiri tanpa meminta bantuan atau pun memaksa Revan untuk mengerjakannya.
"Ini tetap kesalahan Revan karena kelamaan memberikan jawaban untuk kita, sampai aku lupa membawa dan memasukkan ke dalam tas," ucap Devika pada Rintan.
"Masih saja menyalakan Revan padahal kalian berdua yang bodoh tidak bisa mengerjakan tugas dan tinggal membawa saja harus lupa sampai tertinggal. Kenapa bodoh seperti ini tidak mau dibilang bodoh?" sahut Anggika pada Devika dan Rintan sembari melipat kedua tangannya di depan dada, dan mengembangkan senyum asing sehingga berhasil membuat kedua gadis cantik yang sekarang tengah berdiri di depannya, merasa sangat kesal pada dirinya.
"Kamu nggak usah ikut campur dan mendingan diam saja. Karena percuma kamu membela Revan sekuat tenaga dan sepintar kamu, kamu tidak akan pernah bisa membebaskan Revan dari kita berdua," ucap Devika pada Anggika.
"Ternyata kenyataannya sekarang sudah terbukti beberapa detik barusan, kamu sendiri membuktikan bahwa kamu itu bodoh. Revan sekarang sudah bebas buktinya sekarang kalian dihukum di sini dia dengan tenang belajar di dalam kelas," jelas Anggika pada kedua gadis itu dan kemudian langsung melenggang pergi dari hadapan Rintan dan Devika.
Rintan menatap punggung gadis itu yang mulai menjauh dari hadapannya tentunya dirinya merasa sangat kesal karena di bilang bodoh oleh Anggika. Devika bersumpah serapah dan akan membalas apa yang dilakukan Anggika pada dirinya serta Rintan.
"Awas saja kamu Anggika. Kamu juga akan menjadi korban bully selanjutnya setelah Revan," ucap Devika sembari memandang punggung Anggika yang mulai menghilang dari pandangannya.
"Kita selesaikan hukuman ini terlebih dahulu, baru setelah itu kita kerjain Anggika sama Revan," sahut Rintan pada Devika.
"Caranya?" tanya Devika pada Rintan.
"Ikuti saja aku," jawab Rintan pada Devika.
Akhirnya setelah itu mereka melanjutkan hukumannya sampai jam mata pelajaran selesai dan semua siswa siswi SMA Brawijaya keluar dari kelas masing-masing menuju ke parkiran untuk pulang.
Termasuk Revan dan Anggika yang sekarang baru saja keluar dari kelas dan akan pergi ke parkiran motor untuk mengambil motor, namun Anggika yang diantar oleh sopirnya dia menunggu di depan halte dan duduk di sana sampai jemputan nya datang.
"Revan kira-kira ada niatan untuk mengantarkan aku pulang nggak ya?" gumam Anggika bertanya pada dirinya sendiri.
Baru saja Anggika berkumpul seperti itu Revan berhenti di depan halte dan menanyakan pada dirinya sudah dijemput atau belum di jika belum, Revan menawarkan untuk mengantarkan Anggika pulang.
Anggika mengangkat kedua sudut bibirnya mengulas senyuman bahagia sekaligus dalam hatinya dia bersorak senang dan ceria, akhirnya apa yang dia pikirkan terjadi di mana sekarang Revan dengan sendirinya menawarkan tumpangan untuk dirinya pulang.
"Aku belum dijemput dan mungkin baru beberapa menit yang akan datang," jawab Anggika pada Revan.
"Mau aku antar atau aku temenin disini sampai sopir kamu datang menjemput kamu disini?" tanya Revan pada Anggika.
"Kamu pulang aja nggak apa-apa, nanti kalau ayah kamu nyariin bagaimana? Mendingan aku pulang menunggu sopir aku aja," jawab Anggika pada Revan.