Rintan sekarang tengah makan di cafe bersama dengan Marklee, gadis cantik itu sudah lama ingin ke cafe namun baru sekarang dirinya baru bisa ke cafe bersama dengan Marklee.
Marklee pemesanan makanan dan minuman untuknya.
"Kamu mau makan apa?" tanya Marklee pada Rintan sembari membuka buku menu yang di cafe itu.
"Terserah yang penting sama seperti kamu, kalau jusnya aku mau jeruk aja," jawab Rintan sembari mengembangkan senyuman manisnya pada remaja laki-laki itu.
Marklee kemudian memesankan makanan dan minuman untuk gadis cantik yaitu dan selesai memesankan dia menunggu sembari berbicara dengan Rintan.
"Aku sebelumnya mau tanya sama kamu, kamu hanya berpura-pura ikut ingin membeli Revan atau memang udah benar-benar nggak suka sama si cupu itu?" tanya Rintan pada Marklee.
"Bisa nggak sih kalau kita apalagi berdua nggak usah bahas itu cupu itu? Aku tadi bicara sesuai dengan apa yang ada di dalam pikiran aku setelah mengetahui bahwa si cupu itu yang tidak lain Revan dia suka sama kamu dan aku tidak menyukai hal itu," jawab Marklee pada Rintan.
Gadis cantik itu kemudian mengembangkan senyuman liciknya dan dia merasa senang karena akhirnya pacarnya sendiri akan membantu dirinya dan akan mendukung dirinya jika membuat hidup Revan menjadi lebih menderita.
Sebelumnya dia sering dimarahi dan dibentak i oleh pacarnya itu sebab sifat dan kelakuan jahatnya pada Revan kini telah berbanding terbalik dan dirinya akan terasa ringan karena dia yakin pasti pacarnya ini jika membully seseorang tidak akan tanggung-tanggung.
"Habis makan mau kemana lagi?" tanya Marklee pada Rintan.
"Kalau kita jalan-jalan di taman bagaimana atau nggak ke mall? Aku udah lama banget belanja nggak sama kamu, pasti sama mama terus atau Devika dan Winda," jawab Rintan pada Marklee.
"Mau beli baju lagi, atau tas lagi dan semacamnya?" tanya Marklee pada Rintan.
"Bukan hanya kedua barang itu, niat aku mau jalan-jalan ke mall ya cuma keliling aja. Mau beli es krim udah kenyang, mau beli baju di lemari udah banyak banget. Bahkan kemarin aku habis ke mall juga sama mama bajunya belum aku keluarin dari tas belanja," jawab Rintan panjang lebar pada Marklee.
Remaja laki-laki itu menganggukkan kepalanya saja dan menuruti apa yang diinginkan oleh gadis cantiknya itu, Marklee menilai Rintan sebagai seorang gadis cantik yang sabar dalam menunggu nya.
Rintan sering diajak jalan-jalan namun mendadak dia tunda karena kesibukannya, gadis cantik itu hanya menjawab jika hari ini tidak bisa maka lain kali pasti bisa karena Rintan tau dirinya tidak akan sibuk terus menerus.
Sebenarnya gadis cantik itu jika semua orang yang menurutnya pantas untuk dia jadikan teman, beda dengan Revan. Sejak dulu pertama kali bertemu dengan Revan Rintan sudah sangat tidak suka dengan remaja laki-laki itu bahkan sampai sering membully dan menyalahkan Revan yang tidak melakukan kesalahan apa-apa.
**
*
*
*
*
Sampailah gini Anggika di rumahnya dan dia telah mengurung diri di dalam kamar. Anggika masih merasa hancur dan perasaannya terombang-ambing tidak karuan mendengar perkataan Revan yang masih terngiang di telinganya.
Anggika menyalahkan dirinya sendiri dan juga sudah berusaha meminta maaf pada Revan namun, tetap saja remaja laki-laki itu tidak ingin dirinya mendekatinya lagi.
"Aku sadar aku salah dan seharusnya aku tidak melakukan hal itu, andai kamu tau kalau aku menyukai kamu pasti kamu tau apa yang aku rasakan," lirih gadis cantik itu yang sekarang tengah terduduk di lantai kamarnya.
Pintu kamarnya terdengar diketuk oleh seseorang dia tau pasti itu mamanya. Anggika harus menghapus air matanya sekarang dan dia memasang raut wajah biasa saja dan ceria ketika berhadapan dengan mamanya.
Anggika berdiri dari duduknya mengatur nafasnya agar normal dan kemudian dia berjalan untuk membuka pintu kamarnya itu. Saat pintu kamarnya sudah terbuka penampakan seorang paruh baya wanita yang tengah membawa nampan berisi makanan dan mengembangkan senyum hangat pada dirinya.
"Kamu kenapa tadi baru pulang sekolah langsung ke kamar dan tidak makan bersama dengan mama? Apakah kamu ada masalah sayang?" tanya Siska pada putri cantiknya itu.
Anggika menggelengkan kepalanya sembari mengembangkan senyuman cerianya pada mamanya itu. Siska yang yang memperhatikan senyum ceria putrinya itu dia langsung menepis pikiran yang mengira bahwa putrinya tengah ada masalah.
Anggika menerima nampan itu dan kemudian dia masuk kedalam kamar ditemani oleh mamanya.
"Bagaimana dengan sekolah baru kamu? Kamu suka kan?" tanya Siska pada Anggika.
"Anggika suka banget mah, baru saja Anggika masuk ke sekolah itu, Anggita udah punya teman yang baik banget dan juga pintar," jawab Anggika pada mamanya.
"Oh ya? Namanya siapa?" tanya Siska pada Anggika.
"Revan mah," jawab Anggika apa adanya.
"Cowok?" tanya Siska pada Anggika tidak percaya bahwa putrinya itu baru saja masuk ke dalam sekolah barunya mendapat teman laki-laki.
"Iya mah, yang cewek Anggika rada gimana gitu," jawab Anggika ada mamanya.
"Kalau dia baik mama yakin bahwa kamu akan menjadi lebih baik lagi seperti teman kamu itu," ucap Siska pada Anggika.
"Papa tadi meminta Anggika untuk ke kantor, dan sampainya disana ada Alvaro, Anggika nggak suka mah," sahut Anggika sangat jujur pada mamanya.
Siska kemudian terdiam dan mengingat apa yang dikatakan oleh Hendra pada dirinya tentang Anggika yang akan didekatkan dengan Alvaro rekan kerja suaminya itu.
Siska sudah menduga dari awal bahwa putrinya itu pasti tidak suka dengan Alvaro, apalagi pendekatan antara putrinya itu dengan Alvaro. Namun jika itu tidak terjadi maka yang akan menjadi taruhannya adalah perusahaannya.
Sebab investasi terbesar hanya diberikan oleh orang tua Alvaro untuk perusahaannya. Dan kedua orang tua Alvaro termasuk papa Alvaro menginginkan Anggika untuk dekat dengan Alvaro.
Siska sangat yakin bahwa dirinya tidak bisa memaksakan putrinya itu, terlebih lagi jika putrinya itu tidak menyukai apalagi menyetujui.
"Jangan bilang kalau Anggika disuruh pacaran sama Alvaro hanya untuk bisnis," tambah Anggika pada mamanya.
"Kenapa kamu tidak suka dengan Alvaro?" tanya Siska pada Anggika.
"Anggika nggak suka aja mah, baru ketemu pertama kali aja Anggika kayak udah nggak mau ketemu untuk kedua kalinya. Perasaan Anggika berubah tidak enak saat bertemu dengan Alvaro," jawab Anggika pada mamanya itu.
Siska bisa menerima hal itu namun apakah Hendra akan menerimanya? Hendra pasti juga tidak mau memaksakan hal ini pada putrinya namun apa lagi yang harus dia lakukan?
Hanya ada satu cara jika Anggika menolak hal itu, dirinya dan Hendra serta Anggika kembali ke luar negeri dan mungkin tidak akan kembali lagi ke Indonesia.
"Mama akan mengira jika kamu menolak untuk dekat dengan si Alvaro itu. Ya udah sekarang kamu makan dan habiskan mama mau ke bawah dulu," ujar Siska pada Anggika dan kemudian berjalan keluar dari kamar putrinya itu.
"Jika Alvaro itu Revan, aku pasti tidak akan pernah menolak. Tapi tentang hal ini aku tidak bisa menerimanya," gumam Anggika sembari menghela nafas pelan.