Masih di Indomaret tepatnya dimana Revan dan Rintan berada di pagi hari ini sebelum berangkat ke sekolah. Gadis cantik itu menghentakkan kakinya berjalan menghampiri Revan dan dengan kasar membalikan badan Revan agar menghadap pada dirinya.
"Kamu tadi tanya sama aku mampu atau tidak membeli makanan dan minuman yang aku bawa ini, sekarang lihat," ujar Revan pada Rintan sembari menunjukkan bukti pembayarannya yang baru saja diberikan oleh kasir pada dirinya.
Rintan tidak bisa menjawab apa-apa lagi dianya diam. Revan melanjutkan langkahnya berjalan keluar Indomaret dan segera berangkat ke sekolah karena waktu sebentar lagi menunjukkan pukul 07:00.
"Kok bisa bayar? Dia kan miskin!"
*
*
*
Seorang gadis cantik berjalan dari depan gerbang menuju ke dalam kelasnya sembari membawa dua tumpukan buku. Tidak seperti biasanya yang ceria dan selalu senang jika berangkat ke sekolah hari ini jadi cantik itu merasa bahwa tidak ada semangat lagi teman yang paling baik yang pernah dia kenal tidak ingin dia dekati.
Dia adalah Anggika yang baru saja datang diantar oleh sopir pribadinya yang biasa mengantar jemput nya di mana pun dan kapan pun dia berada. Sesampainya gadis cantik itu di dalam kelas dan mendapati bangku Revan masih kosong sepertinya remaja laki-laki itu belum sampai di sekolah.
Anggika memutuskan untuk menaruh bukunya di atas meja dan kemudian mengeluarkan handphonenya untuk memutar musik untuk menemani kesendiriannya di pagi hari ini.
Beberapa detik kemudian gadis cantik itu merasa bahwa ada seseorang yang datang dan dia membuka kedua matanya yang sebelumnya terpejam bersenandung menikmati alunan musik yang dia putar di handphonenya.
Ternyata yang datang adalah Devika dan Winda. Anggika kembali memejamkan kedua matanya dan kembali bersenandung tidak memikirkan apa yang teman-temannya itu katakan.
Devika yang melihat hal itu dia merasa tidak suka dan berjalan menghampiri Anggika melepas headset yang Anggika gunakan untuk mendengarkan alunan musik yang diputar di handphonenya.
Anggika spontan membuka kedua pasang matanya dan mendapati teman siswanya itu berdiri di sampingnya sembari memasang ekspresi tidak suka pada dirinya.
"Pagi-pagi udah berisik aja! Kalau mau nyanyi di tengah lapangan sana!" ujar Devika pada Anggika dan tidak membuat Anggika takut sedikitpun, malahan membuat Anggika ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk membalas apa yang pernah diperbuat Devika pada Revan.
"Aku bersenandung tidak menggunakan toa, dan aku yakin dari bangku kamu itu tidak terdengar suara aku. Kalau kamu iri dan mau bersenandung mengikuti alunan lagu seperti aku putar sendiri dalam handphone kamu itu ngapain mengganggu orang yang tidak mengganggu kamu," sahut Anggika dengan santai pada Devika.
Winda yang melihat hal itu dia hanya diam dan memperhatikan apa yang akan dilakukan sahabatnya itu pada siswi baru yang terlihat sangat baik dan selalu membela dan membantu Revan saat di bully.
"Aku tadi kan udah bilang adanya kamu nyanyi di dalam kelas itu mengganggu seisi kelas. Kalau kamu paham bahasa manusia berarti kamu langsung keluar dan nyanyi sana di luar," ucap Devika pada Anggika.
"Paham bahasa manusia? Kamu yakin kalau kamu itu manusia? Jujur ya, aku sangat ragu kalau kamu itu manusia," sahut Anggika pada Devika sembari mengembangkan senyuman liciknya.
Devika menghafalkan kedua tangannya serasa ingin memukul Anggika yang sekarang berdiri di hadapannya ini. Anggika memperhatikan kedua tangan Devika yang terlihat menghafal sangat kuat.
"Mau pukul aku? Ayo. Pasti seru dan kamu akan dicap jagoan oleh satu sekolah," ujar Anggika pada Devika.
"Berani kamu ya!" sarkas Devika pada Anggika.
"Berani lah. Kamu itu dimata aku, nggak ada apa-apanya. Cuma modal tukang bully dan tidak tau terimakasih!" sahut Anggika tidak kalah dengan Devika.
"Apa kamu bilang?" tanya Devika pada Anggika.
"Kamu nggak terima kalau aku bilang bahwa kamu itu tukang bully? Nyatanya sering sekali kamu berbuat jahat bahkan menyepelekan teman satu kelas kamu sendiri. Sering memperalat Revan, sering membully Revan dan masih banyak lagi perbuatan jahat kamu pada Revan," jawab Anggika dan sengaja dia perjelas agar Devika paham.
Tidak disangka sedari tadi Anggika berdebat bersama dengan Devika, Revan ternyata sudah sampai di dalam kelas dan sekarang tengah berdiri di belakang pintu memperhatikan perdebatan kedua gadis itu yang menyebut namanya.
Revan menghela nafas pelan-pelan dan memperhatikan serta mendengarkan apa yang dikatakan Anggika pada Devika dengan sepenuh keberanian gadis cantik itu.
"Apa jangan-jangan lo itu ceweknya Revan? Sampai segitunya membela Revan," ucap Devika pada Anggika.
"Ngomongnya di bab apa, melebarnya ke mana. Dasar hewan liar!" sahut Anggika mengatakan bahwa Devika hewan liar.
"Tutup mulut kamu Anggika!!" tegas Rintan pada Anggika sembari berjalan menghampiri Anggika.
Otomatis Anggika menolehkan kepalanya ke belakang dan mendapati Revan yang telah berdiri sedari tadi memperhatikan dirinya dan juga Rintan yang berjalan kearahnya penuh dengan raut wajah marah.
Anggika tetap tenang dan tidak merasa takut sedikitpun. Di sisi lain dia lega dan juga merasa puas karena bisa mengatakan hal yang pantas dikatakan pada Devika.
Namun di sisi lainnya lagi dirinya takut jika Revan melihatnya mengatakan hal yang tidak Revan inginkan keluar dari mulutnya untuk Rintan.
Yang jelas nanti pada saat dia mengeluarkan kata-kata yang selama ini ingin dia ucapkan untuk Rintan, malah akan membuat masalah semakin lebar.
"Tadi kamu lancar banget ngomongnya. Sekarang ayo, apa yang ingin kamu katakan lagi?" tanya Rintan pada Anggika.
"Kalau aku diam bukan berarti aku tidak bisa melakukan apa-apa pada kamu, dan juga kamu! Hewan liar," jawab Anggika menekankan pada Rintan dan Devika sembari menunjuk Devika dengan melempar tatapan elangnya.
Anggika kembali duduk di bangkunya dan beberapa detik kemudian saat Rintan ingin membalas perkataan yang diucapkan Anggika pada dirinya dan juga sahabatnya.
Namun bel sudah berbunyi dan membuatnya harus segera duduk di bangkunya sebelum aku datang dan nanti akan rugi pada dirinya sendiri karena pasti akan dihukum.
"Nanti waktu istirahat, habis kamu!" setelah mengucapkan hal itu pada Anggika, Rintan dan Devika kembali duduk di tempat duduknya dan sementara itu Revan yang masih berdiri di ambang pintu juga berjalan menuju ke bangkunya.
Saat Revan menduduki bangkunya kedua pasang mata kita tidak lepas dari memperhatikan dirinya.
"Revan," panggil Anggika pada Revan namun Revan hanya menoleh sebentar dan setelah itu fokus ke depan.
"Masih marah? Aku boleh ya temenan sama kamu, aku bohong banget.. jujur kalau kamu seperti ini aku jadi kayak nggak punya teman," lirih Anggika sembari memejamkan matanya dan sesekali memandang punggung Rega.
Mungkin saat nanti istirahat Anggika bisa mengobrol kembali bersama dengan Revan jika remaja laki-laki itu mau mengobrol bersama dengan dirinya walau hanya sebentar.
Anggika memutuskan untuk fokus dalam belajarnya terlebih dahulu karena guru mata pelajaran pertama sudah masuk kedalam kelasnya dan meminta satu kelasnya itu untuk segera mengganti seragam dengan kaos olahraga.
Semuanya mengambil kaos olahraga masing-masing dan berjalan keluar kelas menuju ruang ganti termasuk Revan bersama dengan teman-temannya yang meskipun tidak terlalu menyukai dirinya.