Masih di taman dekat perpustakaan dimana Anggika masih menangis terisak di taman yang dipenuhi rerumputan dan bunga-bunga yang bermekaran dengan indah dan tenang dipandang mata.
"Anggika," panggil salah seorang gadis cantik yang baik dan tadi sempat melawan ucapan Rintan dan Devika pada saat masih di ruang ganti.
"Eh Diana," sahut Anggika sembari menyengir tidak berdosa dan mengusap air matanya yang membasahi pipinya.
Diana yang tau akan Anggika yang sepertinya selesai menangis diapun tidak sungkan menanyakan pada Anggika tentang apa yang terjadi pada Anggika.
"Kamu kenapa nangis?" tanya Diana pada Anggika.
"Nggak kok aku nggak menangis," jawab Anggika pada Diana sembari memasang ekspresi wajah baik-baik saja.
"Itu mata kamu sembab pasti habis nangis kan?" tanya Diana pada Anggika.
Anggika akhirnya menganggukan kepalanya mengiyakan dan mengaku bahwa tengah ada masalah.
"Mungkin kalau kamu mau cerita aku bisa mendengarkan dan dengan begitu kamu bisa menjadi lega dan tidak terlalu banyak beban," tambah Diana pada Anggika.
"Maaf aku tidak bisa bercerita sama kamu, mungkin lain kali akan aku ceritakan sama kamu," ujar Anggika pada Dania sembari mengembangkan senyumnya pada Dania.
"Baiklah," ucap Dania pada Anggika sembari menganggukkan kepalanya mengiyakan saja.
Setelah itu Anggika dan Dania kembali ke kelas dan didalam kelas sudah ada Rintan dan Devika yang terdiam duduk dibangku mereka sembari memberikan tatapan elang mereka pada Anggika.
Anggika tidak merasa takut sedikitpun akan pandangan mata kedua gadis itu dan Anggika hanya mengacuhkannya. Diana duduk di bangkunya dan Anggika duduk di bangkunya juga yang berada dibelakang Revan.
"Maaf kalau aku salah," ucap Anggika pada Revan.
Revan terdiam dan tidak menjawab ucapan Anggika sebab ada guru mata pelajaran selanjutnya yang sudah ada didalam kelas.
*
*
*
**
**
Dua mangkuk bakso masih terisi penuh dan lengkap hanya dua minuman dingin yang sudah hampir habis. Cuaca yang cukup dingin membuat mereka berdua tidak gentar untuk meminum jus paling enak dikantin sekolah mereka.
"Kamu mau pesan lagi? Biasanya kalau sedih di cuaca yang dingin enaknya minum air es yang banyak," ujar Dania pada Anggika.
Kedua gadis cantik itu sekarang tengah duduk dikursi makan di kantin dan mereka memesan menu makanan serta minuman yang sama. Anggika ingin sekali menceritakan semuanya pada Diana namun dia harus berfikir berulang kali jika harus melakukan hal itu.
Bukan tentang Anggika yang tida mempercayai Diana, hanya saja jika Anggika mempunyai masalah dia jarang menceritakan pada teman-temannya ataupun pada sahabatnya.
"Baksonya ayo di makan, kalau nangis juga butuh tenaga," ujar Dania pada Anggika dan langsung membuat Anggika tertawa.
"Ketawa terus nanti tambah cantik dan ada yang takut tersaingi," ucap Dania pada Anggika.
"Apalagi sih? Siapa yang cantik dan merasa tersaingi?" tanya Anggika pada Diana karena sama sekali tidak memahami apa yang dikatakan Dania pada dirinya.
"Yang cantik kamu dan yang merasa tersaingi adalah Rintan. Dia itu saking cantiknya bisa mendapatkan ketua tim basket sekolah kita ini, Marklee namanya. Pasti kamu tau kan? Dia juga mau perjalanan ikut membully Revan katanya," jawab Diana menjelaskan dengan jelas dan gamblang.
"Kamu mau nggak membantu aku buat menghalangi setiap rencana jahat yang dibuat sama Rintan, Devika dan Marklee saat akan membully Revan?" tanya Anggika pada Diana.
"Bisa aja, biasanya aku juga memihak Revan karena baik dan pintar," jawab Diana pada Anggika.
"Sebentar-sebentar, kenapa kamu bilang seperti itu sama aku?" tanya Diana pada Anggika.
Anggika kemudian terdiam dan memakan baksonya.
"Jangan mengelak, setelah kamu makan bakso akan tetap aku kasih pertanyaan yang sama," tambah Diana pada Anggika.
"Kamu suka sama Revan?" tanya Diana pada Anggika.
"Makan dan habisin dulu baksonya," jawab Anggika sembari mengunyah baksonya sampai habis.
Waktu istirahat berjalan dengan cepat dan disela itu masih sempatnya Rintan meminta Revan untuk menyelesaikan semuanya. Rintan dan Devika pusing mencari Revan yang tidak ada didalam kelas, UKS, perpustakaan bahkan.
"Si cupu kemana sih?" tanya Rintan pada Devika.
"Nggak tau," jawab Devika sembari mengangkat kedua bahunya.
"Kita cari di ruang guru aja, kali aja belum bayar uang sekolah makannya dipanggil ke dalam ruang guru," jelas Devika pada Rintan.
Kedua gadis cantik itu akhirnya berjalan menuju ke ruang guru dan benar sampai disana Revan tengah duduk bersama dengan wali kelas mereka mengenai mata pelajaran besok yang akan dihadiri oleh beliau.
Selesai berbicara dengan wali kelasnya Revan kemudian berdiri dari duduknya dan berjalan menuju ke luar ruangan. Belum selesai melangkahkan kakinya keluar ruangan, ada tangan yang menarik dan membuatnya hampir terjatuh.
Rintan dan Devika menyerahkan lembar folio mereka dan memberikannya pada Revan agar dikerjakan. Dengan mudahnya Revan menolak sebab ada tugas dari wali kelasnya dia jadikan sebagai alasan.
"Maksud kamu? Kamu nggak mau bantu aku?" tanya Devika pada Revan.
Dengan mudahnya Revan melakukan hal itu padahal biasannya Revan selalu mengiyakan dan mengerjakan semuanya dengan mudah dan tanganya sendiri bahkan dalam waktu dekat bisa mengatasinya.
"Maaf ada tugas dari wali kelas," jawab Revan dengan jelas pada Rintan dan Devika.
"Serius kamu menolak?" tanya Devika pada Revan.
Revan kemudian berjalan begitu saja dan meninggalkan Rintan dan Devika yang terus menginginkan bahwa dirinya mengerjakan hukuman yang diberikan pak Ridho pada muridnya itu.
"Revan!!" teriak Rintan memanggil nama Revan dan membuat gadis itu berhenti sejenak dan membalikkan badannya memandang Rintan yang tengah memanggil namanya.
"Kenapa? Maaf aku banyak tugas,"
*
*
*
*
**
Suara motor para siswa-siswi SMA Brawijaya membuat seisi sekolah berisik dan setelah semuanya sudah pulang malah seperti kuburan baru sepi sekali. Anggika berjalan sendiri dari dalam kelasnya menuju ke mobil pribadinya yang sudah menjemput dirinya didepan halte.
Anggika beralan dengan santai dan kemudian ada sebuah motor dengan sengaja menyerempet dirinya dan membuatnya terluka sampai Revan turun tangan untuk mengobati gadis cantik itu.
"Kejar yang menyerempet tadi!!" teriak salag seorang siswa pada temannya agar mengejar pelaku yang menyebabkan Anggika terluka.
Sopir Anggika yang memperhatikan hal itu langsung keluar dari mobil dan berniat mebawa Anggika ke rumah sakit agar mendapatkan antiseptik terbaik dirumah sakit.
"Biarkan diobati dengan p3k saja pak," ujar Revan pada paruh baya laki-laki itu.
Sopir itu akhirnya mengiyakan dan menunggu Anggika sampai selesai diobati dan baru setelah itu melajukan mobilnya pulang. Sementara itu ada Rintan yang hanya tersenyum licik didalam mobilnya setelah mendapati Anggika terserempet motor yang tidak lain adalah suruhanya.
"Jangan bermain-main Rintan jika kamu tidak mau terluka," gumam Rintan sembari menutup kaca jendela mobil dan meminta sopirnya untuk melakukan mobilnya pulang.
Memastikan Anggika sudah tidak apa-apa dan sudah pulang baru Revan mengambil motornya dan melaju pulang untuk segera jualan bakso membantu ayahnya keliling kampungnya.
Sesampainya Revan dirumah di sambut oleh ayahnya dengan berbagai macam hidangan makan siang dan membuatnya tersenyum bahagia dan lega bisa melihat ayahnya sehat dan setiap hari tersenyum pada dirinya.
"Ayo makan jangan berdiri aja," ujar Prapto pada Revan.