Seorang pria dengan setelan kasual tampak menarik kopernya kearah taksi yang akan ia tumpangi kemudian menunjukan secarik kertas kepada sang supir dengan senyum ramahnya, taksi itu segera melaju membawa tubuh lelah pemuda dengan hoodie gelap dan topi yang menutupi kepalanya.
Ia menekan bel beberapa kali dan tak lama kemudian pintu terbuka
"Darren.. "
Gumamku lirih, dia sudah di depan pintu rumahku sekarang dengan senyuman yang tak pernah kulihat sebelumnya, ada yang berbeda darinya
"Haiii... Apa kau tidak ingin mempersilahkan calon suamimu masuk"
"Eng... Oo.. Ohh.. Masuklah"
"Arigatougozaimashitta"
Ucapan terimakasihnya terdengar cukup kaku tapi tak masalah,Ia melewatiku sambil menarik kopernya tanpa mengurangi senyumnya yang masih membuatku tak percaya, apa yang sebenarnya terjadi, apa ada malaikat baik hati merasukinya sehingga dia seramah itu.
"Dimana aku harus meletakan koperku?"
"Oh... Disana kau buka saja pintunya itu adalah kamar tamu"
Dia mengangguk,melangkah menuju ruangan yang kutunjukan, aku masih tercengang menatap gerak geriknya.
"Kau tinggal disini seorang diri"
Aku mengangguk cepat, ia menghampiriku yang sudah duduk di kotatsu
"Kau cukup mandiri dan berani, bagaimana kabarmu Hazel"
"Ak.. Aku baik seperti yang kau lihat"
"Ahh.. Syukurlah, aku sempat mengkhawatirkan mu"
Apa apaan ini bagaimana bisa dia berubah 180 derajat dari pria tengik yang angkuh mendadak menjadi pria ramah tamah dengan senyuman teramat manis, dan dia bilang mengkhawatirkan ku.
"Kenapa kau menatapku begitu, apa ada yang aneh wajahku"
"Ti.. Tidak"
Aku benar benar gugup, dia seperti bukan Darren
"Ohh.. Apa kau mau segelas coklat atau matcha aku hanya punya itu saja di dapurku"
"Emm... Mungkin aku akan mencoba matcha saja"
"Baiklah tunggu sebentar aku akan membuatkannya"
"Hemm.. Terimakasih banyak"
Aku merinding mendengar ucapan terimakasih nya, aku tak habis pikir dengan apa yang sekarang terjadi dia yang tiba tiba muncul apa yang harus ku lakukan, apa kau harus menghubungi Maeda atau Dae, aku meraih ponselku selagi aku di dapur, mencoba memberitahu Dae terlebih dahulu, kurasa akan lebih aman jika melalu pesan saja
π "Darren ada di rumahku"
π "Hontou!!! "
π "Hontou desu"
π "Apa kau baik baik saja"
π "iya aku baik"
π "Dengan siapa dia datang "
π "Dia datang seorang diri"
π "Tskkπ"
π "Kau tidak berfikir untuk membuat keributan dengannya kan?"
π "Aku takkan membuatmu dalam masalah nyonya Min"
π "Segera hubungi aku jika dia melakukan sesuatu padamu"
π "Memangnya dia akan melakukan apa"
π "Ohh tuhan aku hampir lupa kalau gadis ini masih polosπ€"
π "Kau sedang mengejekku"
π "Tentu saja tidak, kau tananglah, aku akan mengirim seseorang untuk mengawasi rumahmu"
π "Apa harus sampai seperti itu"
π "Tentu saja apa kau pikir aku akan diam saja saat tahu kekasihku satu rumah dengan pria lain"
π "Wakatta.. "
Aku membawa secangkir matcha untuk Darren, sekali lagi dia mengucapkan terimakasih dengan senyumnya yang tampak tulus itu.
Dia menyeruputnya sedikit sebelum meletakannya di meja
"Apa kau akan lama di jepang"
"Kuharap begitu, tapi sayangnya tidak, aku hanya di minta untuk mengurus beberapa pekerjaan disini selama 10 hari"
"Bagaimana kau bisa tahu rumahku"
"Tentu saja dari ibumu, dan kau tampak sedikit kurus, apa kau sedang tidak sehat"
"Benarkah, tapi aku sehat sehat saja"
"Baguslah jika begitu,jagalah dirimu dengan baik saat aku tak denganmu"
Tangannya terjulur meraih wajahku, tatapannya jauh berbeda dengan tatapan di hari pertunangan kami, Kali Ini tak ada kelicikan atau keterpaksaan terlihat di sana, aku agak tersentak dengan sentuhan nya.
"Ada apa"
"Bolehkah aku bertanya"
"Tentu.. "
"Apa sesuatu terjadi padamu? "
"Tidak ada yang terjadi"
"Tapi ada yang berbeda darimu"
"Kurasa sikapku kepadamu saat pertemuaan pertama kita adalah sikap yang salah, Kau calon istriku seharusnya aku bisa lebih baik memperlakukanmu"
Aku masih sulit mempercayainya, tapi ucapannya tampak bersungguh sungguh, ia mengecup tanganku beberapa kali.
"Ini sudah malam, sebaiknya kau tidur, tubuhku terasa letih juga hari ini,bukankah kau besok bekerja"
Aku mengangguk sambil beranjak ingin segera melesat dan pergi dari situasi ini
"Aku akan mengantarmu besok"
Langkahku terhenti, aku menoleh kearahnya
"Tapi.. Aku tak punya mobil aku biasa berjalan kaki ketempat kerjaku, kurasa kau tak perlu melakukannya juga itu akan melelahkan"
"Tak masalah, bukankah kau suka berjalan kaki, jika kau lelah aku akan menggendongmu"
Deggggg
Kalimat itu membuat dadaku berdesir ngilu, darimana dia dapatkan kalimat itu, kalimat itu adalah milik Dae.. Aku mematung di hadapannya
"Hahahhaa... Kau Serius sekali, aku hanya bercanda, lagi pula menggendong seorang gadis di pagi hari dengan setelan pakaian kerja kurasa akan sangat konyol"
Nafasku yang sempat tertahan ku hembus perlahan, aku terlalu menerka berlebihan padanya
"Oyasuminasai"
Ujarnya saat aku mulai melangkah meninggalkannya, jangan lupakan senyuman itu masih mengembang disana.
Dae pov
Yang terjadi justru di luar perkiraanku, saat Hazel mengabariku, aku hampir tak bisa menahan diri untuk tidak mendatangi rumahnya, jika saja Hazel tau bahwa yang bertugas mengawasi rumahnya adalah aku sendiri aku rasa dia sudah ada disini sekarang untuk mengomel,aku sempat mencurigainya beberapa waktu lalu tapi saat Hazel mengatakan Darren datang seorang diri dan tak melakukan apapun padanya aku menjadi ragu jika penembakan itu adalah ulahnya, aku berada tak jauh dari rumah Hazel tepatnya di sebuah gazebo kecil di area tersebut, sebuah panggilan di ponselku mengalihkan perhatianku, tertera nama Akira di sana.
"Moshi... moshi.. "
"Kau dimana? "
"Yang jelas aku sedang tidak dirumah ataupun di kantor"
"Kau sedang ada urusan di luar? "
"Bisa di bilang begitu"
"Menjadi mata mata di tengah salju maksudmu"
"Bukan urusanmu"
Bagaimana dia bisa menduga demikian
"kau seperti anak hilang yang di tinggalkan di sebuah taman kecil seorang diri"
Kekehan nya terdengar dekat, aku mengedarkan pandanganku, dan benar saja dia muncul dari keremangan cahaya menenteng sebuah cup yang sudah bisa ku tebak isinya, aku segera mengakhiri panggilannya.
ia menghampiriku dengan senyum mengejek, sementara bibirnya masih menjepit padatan tembakau yang menyala.
"Apa yang kau lakukan disini"
"Seharusnya itu pertanyaan ku"
ujarnya sambil menyamankan duduknya, kemudian menyodorkan cup americano padaku.
"Ada seseorang di rumah Hazel"
"Apa tamunya seorang pria"
"tskk!! dia tunangannya"
"Dan kau disini sedang menjadi pria malang yang putus cinta"
"Chigau!!!"
"Wakatteru... baiklah pria idaman kau sedang mengawasi kekasihmu agar tidak di sentuh tunangannya"
"Bisa di sebut begitu"
"Aku merasa miris mengatakannya"
"Pergilah jika kau hanya ingin mengejekku"
"hahaha... aku mengerti maksudmu"
"Hazel bilang Darren bersikap sangat berbeda padanya tidak seperti saat mereka bertunangan, aku agak khawatir ini hanya jebakan"
"Apa kau berpikir sama denganku? "
"Aku sempat menduga dia dalang dari penembakan tempo hari"
"Wahh... bahkan insting kita bisa sekompak ini hahaha"
Dia masih saja sempat tertawa, Akira Memang agak sulit di tebak, aku sudah bersahabat lama dengannya tapi ada beberapa sisi misterius darinya yang hingga saat ini aku belum memahaminya.
pada akhirnya aku memata matai rumah Hazel bersama Akira, kami seperti gelandangan yang menghabiskan sepanjang malam di sembarang tempat.