Mataku sulit terpejam lagi,angin malam menelisik masuk dari sela jendela tua,ku miringkan tubuhku membelakangi bingkai rapuh itu,hembusan angin sesekali terdengar mengetuk kaca yg mulai berdebu,kutarik ujung selimut dengan malas berharap dingin berkurang di kulit pucatku.
Seminggu lalu dia berulah lagi,"Apa kau pikir kau menarik,apa kau merasa teramat cantik.. kau bahkan menyebalkan bagiku,dasar wanita gila" bentaknya ke arahku,aku terisak dengan dada bergemuruh,rentetan kata kata menyakitkan yang tak ingin ku dengar,ia melangkah menjauh meninggalkan kamar kami saat itu.
Aku dengan langkah cepatku menyusuri jalanan yang sama selama 4 th terakhir ini,aku berdarah indonesia-finlandia,tapi jepang bagai rumah keduaku setelah indonesia.
Aku Neonomora Hazel,lebih akrab di sapa Hazel aku lahir di pinggiran kota Bandung 28 th silam,terkait namaku yang tidak melokal itu adalah nama pemberian rekan kerja ayahku,aku tak mencari tahu alasannya,yang ku tahu nama itu kini membawaku ke kehidupan yang cukup melelahkan.
Aku sudah 10 th tinggal di jepang tepatnya di prefektur wakayama di kota tanabe sejak 4 th lalu aku mengelola sebuah penginapan kecil dan onsen disini,awalnya aku mengambil pendidikan S1 ku di tokyo,saat libur semester aku sering pulang ke indonesia untuk beristirahat,banyak yang bertanya mengapa aku tak membuka bisnisku di tokyo saja atau shibuya yang tingkat wisatawannya lebih tinggi,mengapa memilih tanabe kota tua yang bahkan tak seriuh akihabara atau shinjuku,alasanku hanya satu,aku lelah dengan hiruk pikuk yang terlalu bising dan bagai tak pernah tidur.
Aku memutuskan pindah ke tanabe setelah menyelesaikan pendidikanku dan mengundurkan diri dari tempatku bekerja setelah lulus kuliah.
Sejak ayah dan ibuku berpisah aku memutuskan menetap di negeri sakura seorang diri,Aku adalah seorang putri tunggal,ayahku kembali ke negaranya setelah berpisah dengan ibuku yang kini sudah memiliki keluarga baru,buruk memang tapi kasih sayang mereka tetap sama untukku,mereka bergantian mengunjungiku setiap tahunnya,bahkan mereka memberi dukungan penuh untuk bisnis penginapan dan onsen milikku.
Hingga tahun demi tahun berganti dan musim dingin menuntunku bertemu dengan pria yang kini menjadi suamiku.
Ya,aku sudah bersuami dia pria pendatang dari korea selatan,kami sudah menikah sejak 1,5 th lalu.
Flashback on
Gumpalan putih tampak menyilaukan saat terkena terpaan lampu jalan,aku berjalan sambil meremat mantel tebalku menyusuri jalanan kecil tanabe selepas membeli beberapa bahan makanan sore itu,musim dingin membuat langit tampak menggelap lebih cepat,jalan menuju rumahku melewati taman kecil membosankan yang sering kusinggahi saat aku membutuhkan ketenangan.
mataku tak menangkap hal janggal saat melewati taman itu hingga terdengar suara erangan dari arah kursi taman yg mulai di ttupi salju,sore itu cukup sunyi dan dingin,musim dingin membuat orang orang malas untuk keluar rumah tentunya,
"aargghh.."
suaranya lemah tapi jelas,aku brusaha mempercepat langkahku untuk menghindari hal buruk,siapa tahu kan jika itu hanya jebakan orang jahat,meski sejauh ini aku belum pernah menemukan banyak kasus semacam ini namun erangannya terdengar lagi saat aku sudah diujung taman,orang orang di jepang memang cenderung cuek dan masa bodo tapi ketahuilah darah indonesiaku cukup kental untuk menolak budaya itu,kuberanikan diri mendekati sumber suara,dengan hati hati dan stun gun sudah siap di genggamanku kalau kalau itu adalah penjahat,aku semakin mendekati bangku taman dari arah belakang,dan semakin jelas erangan yg ku dengar,ada yang terbaring di bangku taman sempit itu,dialah sumber suara erangan tadi,aku tak bisa lagi menahan rasa penasaranku orang itu hanya mengenakan sweeter berwarna abu dan celana jeans hitam yg sudah tertutupi bberapa gumpal salju,rambutnya di cat berwarna perak,
"Su...Summimasenn,daijobudesuka"
ucapku sambil mendekatinya,beberapa detik aku menunggu responnya
"He..help..me plea..please"
ucapnya tersendat,mendengar itu aku memburu tubuh yang hampir membeku,aku bagai tak peduli lagi andai saja dia akan menikamku kemudian
"are you okay,"
aku mncoba memegang jemarinya yg menjuntai pucatt,aku bergumam dengan kepanikan yg memuncak bahkan tak kupedulikan bahwa dia seorang pria
"Dia hampir beku apa yg harus kulakukan",
aku membuka ponselku untuk menghubungi layanan darurat,tapi kurasa mustahil,salju semakin lebat jalanan sangat sulit di lalui ambulance,pikiranku berkecamuk aku ingat aku membawa latte pnas di genggamanku meski hanya tinggal setengah cup saja aku berusaha memberinya latte panasku dengan menarik airnya dengan sedotan dan memberikannya pada sosok di hadapanku,garis wajahnya jelas dia bermata sipit,aku terus berusaha memberinya latte tapi dia tak merespon aku mulai menggoyangkan tubuhnya kuat kuat menyingkirkan bberapa gumpal salju yg mulai mnutupi bagian kakinya,aku terus mengomel tak karuan sambil menepuk tubuh pria itu,dia seorang pria dengan postur ramping berambut lurus dan bermata sipit
"hey...are you okay,heyyy...weak up,can u hear me..astaga dia bahkan tidak merespon"
" tolong saya"
ucapnya terbata
"kau bisa bicara bahasa"
tanyaku terkejut karna dia bicara dengan bahasaku,soal siapa identitasnya aku tak peduli karna dia bicara dengan bahasaku sudah tentu aku harus menolongnya
"Bertahanlah saya akan membawa anda kerumah saya,apa anda bisa berdiri,saya akan membantu anda berjalan, rumah saya dekat dari sini"
dia hanya mengangguk lemah,aku berusaha keras memapahnya,kakinya mulai sulit di gerakan tapi dia mau berusaha meski terseok aku memapahnya perlahan ,salju semakin lebat dengan angin yg mulai terasa kencang,malam itu adalah pertemuan pertamaku dengannya,tak mudah ku mengerti mengapa tak terbesit rasa takutku pada pria asing ini,aku sungguh ingin menolong,awal kisah kami bermula sejak malam bersalju itu.