Wajah tampan dan tubuh kekar itu kini kian mendekat. Sonia merasa degupan di dadanya semakin kencang bahkan mungkin jantungnya akan melompat jika saja kulit di tubuhnya tidak menghalangi.
"Dari mana?" tanya Edwar sekali lagi kepada istrinya itu.
Sonia tidak melirik Steve sama sekali karena untuk mengurangi kecurigaan. Ia tidak mungkin berbohong karena Edwar pasti bertanya kepada karyawannya berapa lama ia pergi.
"Canada!" jawab Sonia jujur hal itu membuat Steve sedikit gentar.
"Canada?" Edward mengulang ucapan istrinya.
Steve tidak mungkin hanya berdiam diri saja akhirnya ia memutuskan untuk membuka suara. "Maafkan aku Edward seharusnya kami tak pergi..." Belum sempat Steve menyelesaikan ucapannya adiknya itu langsung memeluknya.
"Terimakasih bro, sudah menemani istri ku pergi dia sangat ingin pergi ke Kanada setelah kami menikah namun aku belum sempat menemaninya karena sibuk bekerja" Edward memeluk Steve dan menepuk-nepuk punggungnya di luar dugaan.
Steve menoleh ke arah Sonia, ia juga tak menyangka adiknya itu tidak memiliki pikiran buruk sama sekali terhadap nya yang pergi dengan sang istri beberapa hari ke Kanada.
Steve amat merasa sangat bersalah saat itu juga. Edward melepaskan pelukan pada kakaknya itu.
"Sayang apa yang kamu bawa? Maple yang sangat kamu dambakan?"
Sonia mengangguk, ia tak enak hati juga karena suaminya sangat positif.
Edward kemudian memeluk dan mencium kening istrinya itu di depan Steve. "Istirahat lah kak, aku merindukan Sonia ku juga terimakasih telah menjaganya" lirih Edward yang di angguki Steve kemudian ia memegang tangan Sonia dan membawanya ke lantai dua, mereka saling melempar senyum kerinduan saat menapaki anak tangga, namun mungkin hanya Edward yang rindu tetapi tidak dengan Sonia.
Mereka tiba di kamar. Edward berniat mencumbu istrinya yang sudah lama ia tak sentuh namun Sonia ingat tadi, banyak kecupan merah di dadanya akibat percumbuan yang tak terelakkan dengan Steve saat di Canada, bahkan tadi pagi sebelum mereka pulang.
"Ah sayang, perutku sakit sekali" lirih Sonia menghindari ciuman Edward yang mulai menyentuh bibirnya.
Namun Edward tak bereaksi atas penolakan Sonia, ia hanya langsung fokus pada keadaan gadis itu. "Aku, ingin ke toilet" lirihnya memegangi perut yang melilit.
Edward membiarkan istrinya itu lolos. Begitu tiba di kamar mandi Sonia melihat bercak darah di celana dalamnya. "Ah tamu bulanan," lirihnya.
Ia kemudian keluar setelah memakai tampon. "Sayang aku menstruasi, maafkan aku" lirih Sonia memeluk tubuh Edward yang kini duduk di atas ranjang.
Posisi Edward yang mendongak an kepala karena Sonia berdiri membuatnya leluasa memegang pinggang perempuan itu. "Tidak apa-apa, aku hanya merindukan mu saja" Edward kemudian mengecup bibir Sonia dan meraba buah persiknya. Sonia berpikir ini akan aman karena Edward tak mungkin membuka baju yang di kenakan nya.
"Aw" lirih Sonia.
Edward berhenti dengan ciuman nya itu,"Kenapa sayang?"
Sonia merasakan sentuhan Edward menyakiti nya, ini adalah sisa dari pergumulan nya dengan Steve yang sangat kuat sehingga menyisakan sedikit cedera. "Ah, geli Janan sentuh terus" alasan Sonia pada suaminya.
Edward mengangguk. "Kalau begitu ayo kita istirahat aku juga sama baru saja sampai"
Sonia mengangguk dan mengganti pakaian nya kemudian tidur bersama Edward dengan posisi saling memeluk.
Steve sendiri merebahkan tubuhnya di atas ranjang, ia sangat puas dengan liburan itu. Namun diam-diam rasa bersalah menghinggapinya begitu ia mengingat pelukan sang adik padanya.
Keesokan paginya Edward bangun sangat pagi, Sonia memang mendengar suaminya itu hilir mudik membuka pintu kamar. Namun ia enggan untuk membuka mata karena lelah.
Begitu sedikit lebih lama akhirnya perempuan cantik Nyonya Leonardo ini kini bangun. Ya Sonia Casanova kini membuka mata indahnya, dan lelaki tampan yang sedari tadi menunggu wanita ini bangun menunggu nya di samping ranjang sembari memegang sebuah bunga. "Selamat ulang tahun istriku sayang!" 26 Desember adalah hari kelahiran Sonia.
Suara Edward membuat nya membuka mata karena kaget, "Sayang, apa ini?" Sonia masih bingung dan otaknya belum mencerna.
"Tentu saja hari ulangtahun mu cintaku!" Edward mengecup kening istrinya.
Sonia hampir lupa dengan tanggal kelahirannya. Ia juga mendekap Edward. "Terimakasih sudah menjadi istri yang baik, setia dan selalu menyayangi juga menghormati ku" kecupan melayang lagi di kening Sonia.
Ucapan suaminya membuat percaya diri sebagai seorang istri keluarga Leonardo ciut. "Ayo ke bawah aku punya sesuatu untukmu, lanjut Edward.
Sonia menaikan alisnya penasaran, "Apa itu?"
Namun Edward segera menarik tangan istrinya. Ia hanya mampu menuruti dan mengekor tubuh kekar suaminya. Begitu tiba di bawah sudah banyak kue di meja makan mewah mereka, namun tatapan mata Sonia tak selesai di manjakan di sana, mereka berjalan lagi menuju depan rumah.
Kini Sonia terkejut lagi, sebuah mobil mewah dengan bunga dan pita besar terparkir di depan rumahnya. "Ini hadiah untuk istriku yang baik hati dan cantik!" ucap Edward, ciuman lagi-lagi mendarat kini di pipinya.
Ya sebuah mobil mewah Mercedes-Benz SLR McLaren.
Mobil sedan mewah kerjasama Mercedes dan McLaren ini termasuk dalam kategori istimewa karena hanya terdapat 2.175 unit di seluruh dunia dengan harga taksiran USD 498.000 atau setara Rp 7 miliar.
"Sayangku kita memiliki banyak sekali mobil, mengapa kamu membeli mobil lagi?" tanya Sonia.
"Agar kamu bisa pergi dengan teman-teman mu dan merasa lebih nyaman" jawab Edward sembari tersenyum menambah ketampanannya kian terpampang.
Merasa sangat di cintai begitulah perasaan Sonia sekarang, ia juga bisa melihat kebahagiaan tergurat di wajah Edward. "Terimakasih cintaku!" Sonia memeluk tubuh suaminya itu dengan erat, rasa bersalah yang kian menusuk dadanya kini semakin menembus hati nurani.
Sonia ingin sekali mengulang waktu, tentang memulai apa yang salah. Seharusnya ia bisa menahan diri dan tidak menghianati Edward dengan mencari kepuasan gairah yang di milikinya.
Steve keluar dari kamarnya, ia melihat ruang makan yang penuh dengan kue. Kemudian pandangan nya tertuju ke ruang depan dimana Sonia sedang berpelukan dengan Edward.
Kini rasa bersalah juga menyelimuti perasaan Steve.
Kesalahan yang ia lakukan sangat fatal jika sampai adiknya mengetahui ini. Ia tersadar merusak kebahagiaan yang di miliki Edward, atas dirinya yang berani menyentuh perempuan milik adiknya itu.
Edward dan Sonia kembali ke dalam. Mereka duduk di ruang makan yang di penuhi kue besar beserta Steve juga.
Cukup lama Steve tak membuka mulutnya setelah mengatakan ucapan ulangtahun pada Sonia, dan perempuan itu hanya menjawab dengan lirih.
"Ada yang ingin aku bicarakan," ucap Steve! Membuat semua orang menatapnya.
"Ada apa?" Edward menyendok kue tart ke mulutnya setelah menjawab.
"Sebelumnya aku ingin minta maaf padamu, namun aku harus mengatakan ini sekarang," lanjut Steve, ia menatap wajah Edward dan Sonia bergantian.
Sonia membelalakkan matanya, dan tubuhnya berkeringat dingin.