Mereka berlarian mengelilingi lapangan sampai tiga kali putaran, dengan rambut di kuncir tiga untuk murid wanita, dan topi berbentuk kerucut untuk murid Pria. Hari ini adalah hari pertama mereka melaksanakan MOS (Masa Orientasi Siswa) untuk masuk ke Sekolah Menengah Atas. Berbagai macam perintah OSIS mereka kerjakan, salah satunya adalah memakai kaos kaki berbeda warna, kaki kanan hitam, dan kaki kiri putih. Memakai kalung dari bawang dan cabai merah besar. Memakai rompi kresek berwarna blaster hitam putih. Serta memakai ikat pinggang dari beberapa permen yang di rangkai panjang sehingga berbentuk seperti ikat pinggang.
Nadia dan Diana, mereka bersekolah di tempat yang sama, itu semua akan mempermudah ayah mereka untuk mengantarkan keduanya ke sekolah bersama-sama.
"Berbaris yang rapi! rentangkan tangan kalian! ambil jarak! mari kita ikuti gerakan senam pagi ini!" perintah ketua OSIS.
'Hah acara yang benar-benar menyebalkan!' batin Nadia merasa gerah.
Sementara Diana, dengan antusias ia mengikuti gerakan yang dicontohkan oleh instruktur senam sekolah mereka.
Tiba-tiba mata Nadia tertuju kepada ikat pinggang seorang pria, ia melihat permen yang lezat. Yaitu permen coklat dengan balutan crispy. Itu adalah permen kesukaannya. Nadia pun berniat untuk mengambil permen itu.
"Hai kau, kemarilah!" teriak Nadia kepada seseorang yang ada di belakang pria itu.
"Kau memanggilku?" kata gadis itu.
"Iya kau, mari kita bertukar tempat!" terang Nadia menyuruh gadis itu agar pindah ke tempatnya.
Gadis itu pun mengangguk, dengan diam-diam mereka bertukar tempat tanpa sepengetahuan OSIS.
"Hei kau siapa namamu?" tanya Nadia berbisik kepada gadis itu.
Gadis itu menunjukkan nama yang tertulis di kardus dan menggantung di dadanya. 'Rachel'
"Aku Rachel, kau siapa?" tanya Rachel sembari mengulurkan tangannya.
"Aku Nadia!" kata Nadia sembari menjabat uluran tangan Rachel.
"Mari kita berteman!"
"Baiklah, mulai sekarang kita teman!"
Mereka berdua pun akhirnya sepakat untuk menjadi teman. Nadia akhirnya bertukar tempat demi permen coklat itu. Setelah Nadia berhasil bertukar tempat, ia segera menarik permen tersebut dari pinggang pria itu.
"Hei apa yang kau lakukan?" teriak pria itu, sehingga semua mata tertuju kepada mereka.
"Husstt kau jangan berisik, aku hanya memintanya, satu, karena ini adalah permen kesukaanku. Sudah lama aku tidak memakannya!" terang Nadia sembari membuka bungkus permen tersebut dan memakannya.
"Hei kenapa kau memakan permenku?" teriak pria itu saat mengetahui Nadia menarik permen yang di jadikan ikat pinggang itu.
"Hei kau berisik sekali!" kata Nadia sembari menepuk kepala pria itu.
"Hei kau juga memukulku?" teriak lagi pria itu
Rachel yang melihat aksi Nadia tampak menahan tawanya, ia merasa Nadia adalah gadis pemberani.
"Hei jika kau berteriak sekali lagi, kaki ini akan mendarat di mukamu!" kata Nadia mengancam.
Namun tiba-tiba seseorang telah menarik lengannya. "Kau majulah ke depan, kelihatannya kau adalah si pembuat onar!"
Renald seorang ketua OSIS yang tegas dan berani itu segera menarik lengan Nadia dan membawanya ke depan barisan. Sementara anggota OSIS yang lain juga membawa pria yang permennya diambil oleh Nadia.
"Kau siapa namamu?" tanya Renald kepada pria itu.
"Namaku Arsya kak, tapi bukan aku pelakunya kak, bukan aku yang membuat onar. Tapi dia!" teriak Arsya menunjuk ke arah Nadia.
"Hah pria ini benar-benar payah!" gumam Nadia.
"Dan kau, siapa namamu?" tanya Renald kepada Nadia.
Nadia segera menenteng nama yang ada di dadanya,
Renald membaca nama yang tertulis di kardus yang tergantung di leher Nadia, dan dia membacanya 'NADIA'. Renald terpaku menatapi Nadia, ia adalah sosok gadis yang begitu cantik, tinggi, dengan tubuh yang ideal, serta rambut panjangnya yang bergelombang, seketika membuat Renald dan pria yang menatapnya pasti akan terkesima dengan kecantikan Nadia. Namun sepertinya Nadia lebih suka berpenampilan tomboi, dengan sepatu sneaker panjangnya membuat semua orang yakin bahwa ia tipikal gadis tomboi. Namun meskipun ia terlihat tomboi tidak mengurangi kecantikan yang terpancar darinya.
"Kau Nadia. Apa benar kau yang membuat masalah?" tanya Renald lantang.
"Ah tidak aku hanya meminta permennya, kenapa kau begitu pelit?" teriak Nadia kepada Arsya.
"Hei ini adalah ikat pinggangku, jika kau mengambil permen-permenku, aku akan di hukum!" teriak Arsya.
"Kalau begitu kau pantas di beri hukuman!!" kata Renald lantang.
"Hah benar-benar sial!" kata Nadia berbisik.
"Karena hari ini aku sedang baik hati, kau sendiri yang memilih hukumannya!" kata Renald menawarkan.
Nadia pun mulai berpikir, hukuman apa yang menurutnya tidak terlalu menghabiskan tenaganya, karena beberapa kegiatan MOS membuatnya sangat lelah.
"Baiklah, aku memilih beladiri. Siapa dari kalian yang mau bertarung denganku? Jika musuhku menang, aku akan membersihkan semua toilet di sekolah ini, tapi jika aku yang menang, aku akan terbebas dari semua hukuman selama MOS ini berlangsung. Bagaimana apa kau setuju?" kata Nadia kepada Renald.
Renald berpikir sejenak, bagaimana seorang gadis akan mengalahkan seorang pria. Renald berpikir ia pasti kalah jika musuhnya adalah ketua taekwondo di sekolah ini.
"Baiklah, aku setuju. Dengan catatan aku yang memilih siapa musuhmu!" terang Renald dengan senyum liciknya.
"Baiklah, terserah kamu!" kata Nadia Santai sembari membuka kembali permen yang ia tarik dari ikat pinggang Arsya.
"Baiklah setelah berpikir cukup lama, akhirnya aku menentukan yang menjadi musuhmu adalah Rendi. Dia adalah pemimpin sekaligus pelatih taekwondo di sekolah ini!" terang Renald.
"Wahh, gadis itu sepertinya dalam bahaya!"
"Gadis itu lebih baik mundur saja!"
"Pelatih taekwondo, sepertinya menakutkan!"
Semua murid pun ramai membicarakan Nadia yang akan melawan Rendi, pelatih taekwondo di sekolah mereka. Akan tetapi, Nadia tidak gentar sedikitpun, ia terlihat sangat santai.
'Nadia, kenapa kau lakukan ini? kau benar-benar menyulitkan!' batin Diana yang ketakutan saat adiknya akan mendapatkan hukuman. Ia hanya menatapi adiknya menggigit ujung jarinya karena ketakutan.
"Lihatlah, gadis itu begitu keren. Bagaimana kalau kita taruhan!" kata Jovan kepada sahabatnya Ricky. Mereka termasuk murid baru yang mengikuti kegiatan MOS.
"Boleh juga, aku akan memihak kepada musuh gadis itu. Bagaimana bisa seorang gadis mengalahkan pria!" kata Ricky begitu yakin.
"Baiklah, aku memihak gadis itu!" terang Jovan juga merasa yakin.
"Rendi, silahkan majulah ke depan!" teriak Renald memanggil Rendi yang kebetulan juga menjabat sebagai anggota OSIS.
"Hah, bagaimana bisa aku juga ikut terlibat dalam masalah ini?" gerutu Rendi sembari melangkahkan kakinya menuju ke depan, karena ia merasa akan membuang buang waktunya hanya untuk bertarung dengan seorang wanita.
"Baiklah, pertarungan akan segera dimulai, dan aku sendiri yang akan menjadi wasitnya!" terang Renald.
"Yee....Nadia, ayo Nadia!!"
"Rendi, kak Rendi saranghae!"
Semua murid bersorak memberikan semangat kepada kedua petarung itu.
"Bersiap!!" teriak Renald memberi aba-aba.