"Angga sejak kapan kau di situ?" tanya Alan terkejut saat melihat Angga ada di depan pintu rumah mereka.
"Ah saya baru saja tiba pak. Ini kuncinya, dan saya akan pergi ke toko!" terang Angga.
"Baiklah, kau bukalah toko terlebih dahulu. Aku masih ada sedikit urusan!" perintah Alan.
Angga pun mengangguk dan bergegas pergi ke toko. Ia masih mencerna apa yang di katakan Pak Alan dan Bu Lisa. Bahwa Nadia sebenarnya bukan anak kandung Pak Alan. Lalu siapa sebenarnya ayah kandung Nadia? Angga masih saja memikirkan tentang hal itu. 'Pantas saja selama ini bu Lisa selalu bersikap tidak adil kepada Nadia. Tapi bukankah Nadia darah dagingnya sendiri, lalu kenapa ia membenci Nadia? seharusnya yang membenci Nadia adalah pak Alan, bukan Bu Lisa! Ah aku bingung memikirkannya' batin Angga sembari membuka toko milik Pak Alan.
...
"Nadia, mari kita berteman!" kata Ricky yang tiba-tiba datang dan mengulurkan tangannya.
"Kau?" kata Nadia terkejut.
"Bukankah kau sudah menolongku hari ini dari pencopet. Kalau bukan karenamu, mungkin ponselku akan hilang!" terang Ricky.
"Baiklah, kita teman!" kata Nadia sembari menjabat tangan Ricky.
"Hei apa apaan kau?" teriak Jovan yang tiba-tiba datang dan kemudian memisah tangan Nadia dan Ricky yang sedang berjabat.
"Hei kau ini! aku hanya mengajaknya berteman" terang Ricky.
"Benar begitu Nadia?" tanya Jovan penasaran.
"Benar, kami bertemu di bus tadi pagi. Jadi kami memutuskan untuk berteman!" terang Nadia sembari memakan cilok coleknya.
"Berarti kita berlima teman!" terang Rachel.
"Berlima? yang satu lagi siapa?" tanya Ricky heran.
"Hai teman-teman. Ini dia minumanmu Nadia, setelah ini kau mau apa lagi? dasar kau makan tidak ada habisnya!" teriak Arsya kesal.
"Jangan bilang kalau yang satunya si Arsya?" tanya Jovan.
"Memang benar, satunya adalah si Arsya. Benar begitu kan?" tanya Nadia bersemangat.
"Benar sekali, aku adalah teman baik Nadia dan Rachel. Untuk itu mari kita berteman! ulurkan tangan Kalian!" perintah Arsya.
"Tak apalah, yang penting Nadia mau jadi teman kita!" ungkap Jovan kepada Ricky.
"Kau benar, ayo berteman!" teriak Ricky sembari mengulurkan tangannya, dan kemudian mereka melakukan tos ciri khas persahabatan mereka.
Diana hanya menatapi Nadia dari kejauhan. Ia juga berada di kantin. Namun ia datang sendiri tanpa teman seperti Nadia. Ia benar-benar merasa iri dengan Nadia yang memiliki begitu banyak teman. Tiba-tiba seseorang tersandung dan jatuh mengenai pundak Diana.
"Hei apa kau tidak punya mata?" teriak Diana dan semua mata tertuju padanya.
"Maaf aku benar-benar tidak sengaja!" kata murid yang tidak sengaja terjatuh.
"Lain kali pakai matamu!" teriak Diana kesal.
Mereka semua menggelengkan kepala saat melihat perlakuan Diana. Diana memang benar-benar angkuh dan keras. Nadia yang melihat saudaranya bersikap kasar hanya menghela nafasnya. Ia sudah paham bagaimana sikap Diana, bahkan dirumah pun tak jarang Diana membentak-bentak Nadia. Namun Nadia terus mengalah, karena penyakit yang di derita Diana.
"Nadia, bukankah dia kakakmu?" tanya Rachel.
"Benar. Tapi biarkan saja, dia memang seperti itu!" terang Nadia.
...
Di sebuah cafe di pusat kota. Mereka bertemu, Lisa dan Almas. Almas adalah kakak kandung Alan. Mereka sama-sama memiliki keluarga, namun Almas adalah seorang pengangguran. Ia lebih suka berjudi, dan mengedarkan narkoba. Namun Almas adalah orang yang kaya raya, hasil judinya ia jadikan modal bisnis. Hingga ia terkenal sebagai pengusaha bidang properti yang sukses.
Sintya istri Almas tidak pernah mengetahui di balik kesuksesan Almas adalah hasil dari perbuatan terlarang. Almas dan Lisa pernah menjalin hubungan semasa sekolah. Dan mereka terpisah, tanpa ada kabar sedikitpun. Namun mereka telah di pertemukan kembali, sebagai saudara ipar.
"Bagaimana dengan anak kita? apakah dia tumbuh dewasa dengan sempurna?"
"Maksud mu Nadia? Hah dia gadis yang menyebalkan, kelakuannya persis denganmu, yang suka tawuran dan pulang malam!"
"Bukankah dia pulang malam karena harus bekerja membantu Alan?"
"Memang benar, tapi sama saja dia tetap pulang malam!"
"Kau jika benar-benar mencintaiku, perlakukan dia dengan adil. Jangan pilih-pilih!"
"Kau selalu mengancam dengan kata cinta! padahal kau tahu, aku tidak akan bisa hidup tanpamu!
"Ini ada sedikit uang untuk Nadia, belikan dia baju-baju bagus atau kebutuhan sekolah!"
Almas, memberikan amplop berisi beberapa uang yang ia dapatkan dari hasil penjualan narkoba. Almas memang bukan orang baik, tapi dia begitu menyayangi Nadia. Anak buah hasil perselingkuhannya dengan Lisa.
"Baiklah, sering-seringlah memberiku uang. Aku akan membahagiakan anakmu!"
"Anakku? bukankah dia anakmu juga. Jika kau tak berbuat baik kepadanya, aku tidak akan segan-segan meninggalkanmu lagi!"
"Berhenti mengancamku! baiklah aku akan menyayanginya, anak kita!"
Almas beranjak dari tempat duduknya. Ia pergi meninggalkan cafe tersebut dan mengendarai mobil mewahnya. Untuk itu, Lisa sangat tergila-gila dengan Almas, karena kekayaannya. Apalagi mereka pernah berpacaran.
Sebenarnya Alan mengetahui semua saat mereka pernah menjalani hubungan intim dan Lisa telah mengandung anak Almas. Namun Lisa mengatakan bahwa saat itu Almas mabuk, dan mengira Lisa adalah isterinya. Mereka melakukan itu saat Almas menginap di rumah Alan, karena ia cekcok dengan istrinya. Dan bodohnya Alan mempercayai semuanya begitu saja, karena ia ingin menjaga keutuhan rumah tangganya, tanpa ia sadari bahwa Lisa sebenarnya telah bermain api di belakang Alan.
Alan selalu berusaha membahagiakan Lisa, dia selalu bekerja keras. Hingga ia rela menabung sedikit demi sedikit agar bisa membelikan Lisa apartemen sesuai keinginannya. Selain mempunyai toko, Alan juga menginvestasikan uang yang di milikinya agar menjadi berkembang, dan bisa memenuhi keinginan Lisa yang serba mewah dan glamour.
"Ayah, kelihatannya ayah sangat lelah. Ayah pulanglah. Biar Nadia yang menjaga toko!" kata Nadia saat pulang sekolah, melihat ayahnya kelelahan.
"Tapi Nadia, truk barang baru saja datang. kebetulan Pak Joko tidak bisa masuk hari ini karena sakit. Jadi Ayah dan Mas Angga yang harus mengangkat semua karung beras!" terang Alan. Pak Joko adalah kuli panggul yang selalu membantu di toko mereka jika ada barang datang.
"Ayah beristirahat lah, biar Nadia saja!" kata Nadia. Ia pun melepas seragamnya. Nadia lebih suka memakai kaos oblong sebelum memakai seragamnya, karena ia tidak ingin seragamnya terkena keringat.
Nadia segera berdiri di bawah truk. "Ayo pak, taruhlah di punggungku!" teriak Nadia menyuruh orang yang di atas truk untuk menaruh karung beras itu di punggungnya.
"Apa kau yakin Nad?" tanya orang itu yang kebetulan adalah si kernet truk tersebut.
"Ah, ini hal yang biasa!" papar Nadia.
"Baiklah kalau begitu!" si kernet itu meletakkan karung berisi beras itu ke punggung Nadia. Dan dengan cepat Nadia membawa karung-karung itu ke tokonya.
"Hebat Nadia, kau kuat sekali!" kata Angga memuji.
Nadia pun tersenyum, dan segera menyelesaikan pekerjaannya.