Chereads / Diana Dan Nadia (Jangan Ambil Milikku!) / Chapter 5 - 5. Kebenaran Nadia

Chapter 5 - 5. Kebenaran Nadia

"Nadia ayo cepat!! kita sudah terlambat!" teriak Diana dari dalam mobil.

Karena terlalu lelah semalam, Nadia bangun kesiangan di pagi ini. Ia merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Namun ia memaksakan untuk tetap masuk sekolah. "Iya sebentar, aku masih memakai sepatu!"

"Kau ini, kalau Diana sampai terlambat bagaimana? Angga kau berangkatlah dulu!" perintah Lisa.

"Tapi bu bagaimana dengan Diana?" tanya Angga.

"Sudahlah jangan membantah!" gertak Lisa.

Angga pun terpaksa berangkat terlebih dahulu, karena Bu Lisa yang menyuruhnya, bagiamana pun ia hanya seorang pekerja, Angga tidak berani membantah majikannya. Setelah menali sepatunya, Nadia berlari turun ke bawah, karena kamarnya ada di lantai dua. Namun ia tidak menemukan Angga dan Diana, mobilnya sudah pergi. Nadia menghela nafas, ia paham ini pasti perbuatan ibunya.

"Kau pergi ke sekolah sendiri, siapa suruh kau bangun kesiangan?" teriak Lisa sembari sibuk menyemprot tanaman hiasnya.

Nadia hanya menatapi ibunya yang selalu bersikap keterlaluan. Ia pun menghampiri ibunya. "Nadia pamit bu!"

"Berangkatlah. Jangan pikirkan Nadia!" gertak Lisa.

Nadia pun segera berlari menuju jalan raya. Tiba-tiba ia berpapasan dengan ayahnya. "Nadia, kenapa kau tidak berangkat dengan Angga?"

"Nadia bangun kesiangan, jadi Mas Angga dan Diana berangkat dulu. Nadia pamit yah!" kata Nadia sembari mencium punggung tangan ayahnya. Ia kemudian berlari saat melihat bus yang berhenti.

"Tunggu, bus. Tunggu aku!" teriak Nadia sembari berlari kencang agar tidak ketinggalan bus itu. Jika ia sampai tertinggal, Nadia harus menunggu bus berikutnya sekitar 15 menit lagi. Ia akan semakin terlambat jika sampai menuggu bus yang berikutnya.

Nadia naik ke bus itu, nafasnya terengah-engah karena berlarian. Sayangnya bus itu juga tampak penuh, Nadia pun berdiri di sebelah siswa yang yang memakai seragam sama dengannya.

"Ongkos, ongkos. Yang baru, baru naik!" kata kernet bus tersebut.

Nadia hendak mengambil uang, ia memeriksa kantongnya. Akan tetapi Nadia lupa meletakkan uang sakunya di atas kasurnya. Kali ini uang saku Nadia benar-benar tertinggal. Ia sangat kebingungan. Ricky yang berada di sebelah Nadia merasa heran melihat sikap Nadia yang mencari sesuatu di sakunya. Sementara kernet bus itu menunggu Nadia untuk menyerahkan uang.

"Bagaimana mbak? mana uang pembayarannya?" tanya kernet bus itu.

"Maaf pak, tapi uangku tertinggal!" kata Nadia.

"Ahh pak, ini pakai uangku saja!" sahut Ricky memberikan uang pecahan 50ribu kepada kernet tersebut.

"Ah baiklah. Ini kembaliannya!" terang kernet tersebut sembari memberikan kembalian.

Nadia menoleh ke arah pria yang menolongnya sembari tersenyum. "Terima kasih banyak!"

"Sama-sama Nadia!" terangnya.

"Bagaimana kau tahu namaku?" tanya Nadia heran.

"Siapa yang tidak mengenalmu di sekolah. Bukankah kau yang mengalahkan pelatih taekwondo itu?" tanya Ricky pria yang manis, tinggi dan mempesona itu.

"Ah itu hal yang biasa!" terang Nadia sembari tersenyum.

Mereka akhirnya mulai bercengkrama. Namun Nadia tiba-tiba melirik ke arah seseorang yang sepertinya akan mencopet Ricky. Dengan perlahan ia membuka tas ransel Ricky, sembari menoleh ke kanan-kiri memeriksa keadaan. Dengen sigap Nadia meraih tangan orang tersebut dan memelintirnya dengan kuat.

"Aaaa!! lepasakan tanganku!" teriak orang tersebut.

"Apa yang kau ambil? kembalikan!" teriak Nadia sembari terus memelintir tangan orang itu.

"Ampun, baiklah aku akan kembalikan. Lepaskan tanganku!" teriak orang itu kesakitan. Ia pun mengembalikan handphone Ricky yang akan ia curi.

"Wahh, kau copet ya!! pak ada copet di sini, cepat turunkan di kantor polisi di depan itu pak!" teriak Ricky kepada sopir.

Sopir bus itu melihat ke arah spion di atasnya, dan memeriksa keadaan yang sangat ricuh. "Baik, aku akan berhenti di kantor polisi!"

"Wahh dasar copet, ayo kita bawa ke kantor polisi!"

"Dia pantas di penjara!"

Semua penumpang ricuh karena ada pencopet di dalam bus. Kernet bus tersebut segera turun di depan kantor polisi di temani dengan beberapa penumpang, untuk menyerahkan pencopet tersebut ke kantor polisi.

Selang beberapa waktu kemudian, mereka telah sampai di sekolah.

Teet..teet..

Bel sekolah berbunyi, Ricky dan juga Nadia berlari kencang menuju kelas mereka.

"Ayo Nadia, bel sudah berbunyi!" ajak Ricky.

"Ah aku lelah sekali, aku tidak sanggup lagi berlari!" terang Nadia.

"Ulurkan tanganmu!" perintah Ricky.

Nadia mengulurkan tangannya, dengan cepat Ricky meraih tangan Nadia dan menariknya kemudian mengajaknya berlari kencang, agar mereka cepat sampai di kelas mereka.

Nadia menatapi Ricky, sepertinya ia akan mendapatkan teman baru lagi. Nadia sangat bahagia, meskipun ia merasa terpuruk saat berada di rumahnya, namun Nadia bahagia ketika ia mendapatkan banyak teman. Semua murid menatapi mereka, saat Ricky menggenggam erat tangan Nadia dan menariknya. Hingga menimbulkan prasangka bahwa mereka telah berpacaran.

"Apa? uhuk, uhuk!" Nadia tersedak saat mendengar pernyataan Rachel.

"Benar Nad, semua orang mengira kalian berpacaran!" terang Rachel.

"Ah kalian, dasar tukang gosip. Aku hanya tidak sengaja bertemu dia di bus. Dan di juga menolongku karena uangku tertinggal. Jadi dia yang membayar ongkos bus untukku!" papar Nadia sembari memakan baksonya.

"Wah dia benar-benar manis!" ungkap Rachel terpana mendengar cerita Nadia.

Tiba-tiba, Diana datang menghampiri mereka berdua. "Nadia?"

"Ini uangnya, lagipula kenapa kamu tidak mau berangkat naik mobil denganku?" tanya Diana.

Tiba-tiba Nadia berhenti makan bakso itu, ia kembali mencerna pertanyaan Diana. 'Bukankah dia yang pergi meninggalkanku? padahal aku hanya tinggal memakai sepatu' batin Nadia.

"Aku lebih suka naik bis. Mana uangnya, nanti akan aku kembalikan di rumah!" pinta Nadia.

Diana memberikan beberapa uang untuk Nadia, karena uang Nadia yang tertinggal di rumah. Setelah itu Diana pergi begitu saja tanpa menyapa mereka.

"Hei kenapa sikapnya berbeda denganmu? bukankah dia saudaramu?" tanya Rachel.

"Benar, aku sendiri juga tidak tahu. Yang jelas, di anak emas orang tua kami!" jawab Nadia sedih.

"Maksudmu, kau di perlakukan tidak adil di rumah?" tanya Rachel penasaran.

Nadia menganggukkan kepalanya. "Ia selalu menang, dan harus menang dalam hal apapun!" terang Nadia setelah itu ia meneguk segelas es teh itu sampai habis, setidaknya bisa untuk mengurangi kekesalannya.

...

"Sebentar lagi ulang tahun Diana, aku ingin mengadakan pesta untuknya. Dan ayah, kau harus menyiapkan hadiah spesial untuk Diana!" pinta Lisa dengan antusias.

"Kau janganlah membeda-bedakan Nadia dan Diana. Mereka semua sama-sama anak kita. Aku lihat kau selalu memperlakukan Nadia tidak adil" jelas Alan.

"Bagaimana kau bisa bilang kalau dia anak kita? Nadia memang anakku tapi bukan anakmu. Hal itulah yang sampai sekarang masih membuatku kesal jika melihat wajahnya!" papar Lisa sembari meneteskan air matanya.

'Apa? Nadia bukan akan Pak Alan? sepertinya Nadia tidak pernah tahu hal ini' batin Angga saat tidak sengaja mendengar pertengkaran mereka.

"Sudahlah, yang lalu biarlah berlalu. Walaupun Nadia bukan anakku, aku sangat menyayanginya. Bahkan seperti anakku sendiri, dia anak yang pekerja keras, baik dan pemberani. Dia tidak berdosa. Kau berhentilah memperlakukannya tidak adil!" pinta Alan memohon.