Chereads / Dear Tante Kunti / Chapter 13 - LORONG II

Chapter 13 - LORONG II

Kedua alisnya saling bertaut, dia terus memperhatikan lukisan besar yang ada di dinding belakang. Meyes mengambil langkah mendekat, dia tidak pernah tahu jika akan ada lukisan noni belanda di dalam kelas. Biasanya staf sekolah akan memajang foto pahlawan, garuda, dan juga pemimpin negara di dinding. Namun, di kelas ini sangat berbeda.

Gadis belanda itu memiliki paras yang cantik dengan rambut cokelat bergelombang. Gaun hitam yang dia kenakan juga terlihat cantik, sangat cocok itu gadis itu.

Meyes mengambil lukisan gadis belanda itu. Memperhatikan setiap inchi, keningnya kembali bertaut.

"Maria?" gumamnya sambil mengusap tulisan tegak bersambung yang berada di ujung kanan bawah lukisan.

Meyes pikir itu nama pelukisnya, tapi entah kenapa dia merasa jika Maria adalah nama gadis belanda ini. Mungkin gadis itu adalah pelukis, dan sekaligus model yang sedang dia lukis.

Meyes mengambil napas panjang, kedua sudut bibirnya kini tertarik ke atas. Seulas senyum tipis dia sunggingkan, dan masih mengusap wajah gadis belanda itu dengan penuh kagum.

Dua mata merah tengah menatapnya begitu tajam. Sosok yang hanya terlihat bola mata merah itu berada di dekat meja guru. Bola matanya terus melirik ke arah kanan, dan kiri, tapi sekarang berfokus pada Meyes. Memperhatikan setiap langkah yang Meyes ambil dengan mata yang semakin membulat lebar.

Sesekali sosok itu mendengus, mempetlihatkan kepulan asap hitam dari bawah matanya.

Meyes terpaku di tempatnya, perhatiannya beralih pada dinding dengan raut muka terkejut. Suara erangan benar-benar mampir ke dalam telinganya, dia tidak salah dengar. Namun, ketika Meyes melihat ke seluruh arah, tidak ada siapa pun selain dirinya.

Gadis itu kembali menghela, meletakkan kembali lukisan besar itu pada dinding dengan senyum yang dia sunggingkan lagi.

Sosok di belakang sana mulai memperlihatkan bentuk aslinya. Tubuh besar berwarna hitam dengan bulu lebat itu mulai beranjak, dia terlihat sangat tinggi. Bola mata besar berwarna hitam dengan taring panjang yang hampir saja menyentuh matanya itu nampak sangat menakutkan.

Sosok besar itu memperlihatkan tangan besarnya. Jemarinya memperlihatkan kuku panjang berwarna hitam, dan kakinya yang sekarang mulai melangkah mendekat pun menampakkan kuku jari yang sama panjang itu. Nampak begitu mengerikan, dan tidak terawat.

Suara derap kaki membuatnya kembali mematung. Jantungnya kembali berdetak lebih cepat, ketakutannya kembali hadir dengan bulu kuduk yang berdiri tegak. Meyes tidak tahu siapa yang sedang berjalan mendekat, dan tidak mungkin juga ada murid lain yang iseng masuk ke dalam ruangan ini. Apa lagi tempat ini juga terkenal sangat angket, itu tidak mungkin. Sangat tidak mungkin, lalu langkah siapa yang masih dia dengar hingga sekarang?

Langkahnya terdengar lebih pelan sekarang. Hal itu membuat Meyes semakin was-was, dia tidak bisa menahan rasa takutnya, dan sekarang pun kedua tangannya mulai bergetar. Kepanikan membuat nyalinya menciut, dia merutuki kebodohan, dan langkah yang sudah di ambil. Seharusnya Meyes tidak pernah mau menuruti rasa penasarannya, tidak pernah mau masuk ke dalam lingkaran angker yang di buat oleh makhluk tak kasat mata itu.

"Oke, tenang! Sekarang gue harus berani!" gumamnya dengan mata yang tertutup rapat.

Meyes mencoba untuk tetap tenang, dan tidak memikirkan sosok-sosok mengerikan di dalam kepalanya. Helaan napas panjang dia keluarkan beberapa kali sebelum Meyes menoleh ke belakang dengan perlahan, tapi keningnya kembali bertaut dalam. Tidak ada siapa pun di ruangan ini. Masih kosong, dan sepi seperti waktu dia kali pertama datang.

Meyes pikir suara derap kaki tadi hanya perasaannya, dan pikirannya yang sedang kacau. Akan tetapi sesuatu kembali membuat keningnya bertaut, pintu kelas yang seharusnya terbuka lebar malah tertutup.

Gadis itu segera berlari menuju pintu. Pintunya terkunci, jantungnya kembali berdetak lebih cepat dengan rasa takut. Meyes mencoba terus menariknya, tapi tetap saja tidak bisa. Mungkin saja orang yang tadi menutup pintu ini? Atau mungkin suara langkah tadi memang benar-benar manusia yang sedang patroli tempat angker ini? Meyes tidak mengerti, yang ada di dalam otaknya hanyalah bagaimana cara untuk keluar, dan pergi menjauh.

"Hallo! Tolongin gue, siapa pun yang ada di luar tolongin gue!" teriak Meyes dengan panik, "Woy! Siapa sih yang ngunci ini?! Ayo, dong jangan jahat sama gue!!"

'Mey.'

Meyes kembali tertegun.

***

Shapa menghela, perhatiannya beralih pada jendela kelas. Dia tidak tahu sedang apa temannya sekarang ini, apa lagi ini sudah masuk jam terakhir. Meyes bolos tiga pelajaran di hari yang sama, seharusnya gadis itu memberitahu Shapa untuk pergi ke mana, dan berapa lama.

"Shafarani?"

Panggilan dari suara berat itu membuatnya menoleh, "Iya, Pak?"

"Mey ke mana? Ini udah hampir selesai, kenapa dia masih belum ke sini? Seharusnya kalau bolos itu langsung bawa tas!" omel pria berkacamata kotak itu.

Shapa kembali mendesah, dia bingung harus menjawab apa karena dia benar-benar tidak tahu apa pun soal Meyes.

"Shafa, nanti kalau kamu ketemu sama dia, kasih tau buat jangan bolos lagi! Kalau sampai dia bolos lagi, saya yakin bagian BK ngasih surat panggilan dengan buku hitam," ucapnya lagi.

"Iya, Pak nanti saya kasih tau anaknya."

***

Meyes tertegun, suara berat itu terdengar sangat menakutkan. Di tambah lagi adanya aroma busuk yang memenuhi ruangan ini, Meyes tidak tahu aroma apa sebenarnya, tapi wanginya seperti bangkai busuk.

Meyes menelan salivahnya dengan susah payah, tangan kanannya mencoba untuk menutup hidung. Namun, pergerakannya sangat sulit untuk di lakukan, Meyes merasa sesuatu tengah menahan tubuhnya agar tidak bisa melakukan apa pun. Suaranya pun terasa serak, dan sangat sulit untuk keluar.

Kali ini rasa takutnya terasa lebih nyata, dan menegangkan.

"Bangsat!" gumam Meyes kesal.

Suasana semakin terasa mencekam di dalam ruangan yang semakin memanas. Meyes merasa linglung dengan kaki yang melemas. Dia tidak mengerti dengan keadaannya yang tiba-tiba lemah, apa lagi rasa mual membuatnya semakin tidak berdaya.

Gadis itu terus mencoba untuk tetap berdiri tegap, dan tidak menoleh ke belakang meskipun derap kaki terdengar lebih dekat dengannya. Meyes merasakan sesuatu di belakangnya, seperti sesuatu yang besar tengah menatapnya lekat-lekat.

Meyes mencoba memejamkan kedua matanya, membacakan ayat-ayat Al-Qur'an yang menurutnya bisa membuat setan lenyap dengan cepat.

"Gak akan mempan!"

Suara berat itu membuatnya membuka mata, Meyes tertegun dengan bibir yang terbuka sedikit. Ia tidak percaya akan suara berat yang baru saja Meyes dengar, seakan-akan ini hanyalah mimpi di tidur siangnya.

"Gak akan mempan!" teriak sosok itu lagi dengan tawa yang sangat mengerikan.

Meyes semakin ketakutan, dan sekarang tubuhnya kembali normal. Dia mencoba untuk mengumpulkan semua keberaniannya, mengambil persiapan sebelum berakhir menoleh ke belakang. Kedua netranya kembali membulat, sosok wanita dengan gaun putih yang bersimbah darah itu tengah berteriak kencang. Bibirnya terbuka sangat lebar, banyak darah yang keluar dari wajah jelek, dan bibir lebar itu.

Sosok wanita menyeramkan itu berlari ke arah Meyes dengan cepat.