Chereads / Dear Tante Kunti / Chapter 19 - Admit it!

Chapter 19 - Admit it!

Meyes yang sebelumnya melamun itu tiba-tiba menatap Shapa tajam dengan kening bertaut. Helaan kesal keluar, dia bingung ingin memulai dari mana. Pasalnya sekarang lidah Meyes terasa kilu padahal ingin sekali mengeluarkan kalimat tak mengenakan untuk sahabatnya siang ini.

Kening Shapa ikut bertaut, dia menghentikan pergerakan tangannya yang sedang mencatat, "Lo kenapa liatin gue kaya gitu?"

"Kemarin ada yang dateng ke rumah gue, terus dua hari yang lalu ada yang nelepon gue. Dia bilang kalau lo yang ngasih nomornya, siapa yang ngasih ijin?!" ketus Meyes.

Kedua netra Shapa terbelalak, menelan salivahnya sebelum jantungnya itu berdegub lebih cepat, "Siapa... siapa namanya?"

"Gue lupa sih namanya siapa, tapi lo harusnya minta ijin dulu dong ke  gue! Gue gak pernah ngasih nomor lo ke orang asing, terus kenapa lo ngasih?"

"Eh! Jangan emosi dulu, ceritain dulu dia ngapain telepon, terus ngapain ke rumah lo kemarin," ucap Shapa dengan senyum masam.

Meyes mendengus, kedua netranya berputar malas. Semakin malas karena Shalsha ikut duduk di sampingnya, gadis itu menguping. Raut mukanya nampak begitu gembira, seakan-akan ada kabar yang sangat baik siang ini.

Meyes kembali menghembuskan napas, menceritakan semua kejadian yang dia alami kepada dua temannya itu tanpa ada yang tertinggal. Raut muka Shapa semakin tak percaya, dia mencoba untuk menjelaskan, tapi lidahnya terus kilu.

"Mey, namanya siapa?" tanya Shalsha penasaran.

"Demas," sahut Shapa.

Kening Meyes bertaut, dia semakin yakin. Kedua netranya menyipit, "Kenapa lo ngasih sih Shafa? Kenapa gak bilang sama gue dulu sih?"

"Dia minta, mohon-mohon sama gue. Pas ketemu juga hp gue langsung di ambil, terus pindah nomor lo ke hp dia. Gue takut, gue bingung buat ngejelasinnya. Terus... terus sekarang lo marah, kan gue makin takut," jelas Shapa menyesal.

"Lain kali kasih tau gue dulu!"

"Iya maafin gue ya!" Shapa menundukkan kepalanya.

Shalsha terus memperhatikan kedua temannya yang sedang bertikai itu secara bergantian. Dia tidak paham dengan apa yang sebenarnya terjadi, tapi di lihat dari raut muka Meyes yang nampak begitu marah, dan kesal Shalsha yakin jika ini adalah masalah yang sangat serius.

Helaan napasnya keluar seraya menoleh ke arah pintu keluar. Kening Shalsha bertaut, dia terus memperhatikan cowok tinggi nan tampan yang sedang berdiri di ambang pintu. Cowok asing itu memberikannya senyum tipis sebelum melangkah masuk.

"Fa, itu siapa Fa?" ujar Shalsha dengan muka terkejutnya tanpa menatap Shapa.

Shapa menoleh, kedua netranya membulat sempurna. Sampai-sampai dia beranjak ketika cowok itu berdiri di dekat bangkunya sekarang, "Kok lo ada di sini?!" pekik Shapa.

"Gue pindah," sahut Demas dengan senyum yang sangat manis.

"Pindah sekolah? Kok gak bilang sama gue? Kan gue bisa ngajak lo keliling, atau mingkin nganter lo ke kelas."

Demas kembali terkekeh, kepalanya menggeleng kecil. Sekarang perhatiannya beralih pada gadis pucat yang tidak mau menatap wajahnya di bawah sana.

"Hai! Mey, lo lagi sibuk hari ini? Ada yang mau gue obrolin sama lo," ucap Demas.

Meyes menoleh, tatapan ketus nan tajam itu dia berikan, "Gue sibuk banget, mendingan lo ngobrol sama Shafa terus nanti Shafa ngasih tau intinya ke gue!" setelah mengeluarkan kalimat dengan nada ketus itu, dia beranjak, dan melenggang pergi.

Ketiga remaja itu memperhatikan punggung kecil Meyes sampai tak terlihat lagi. Gadis itu nampak kesal, sangat kentara sekali jika dia membenci Shapa, dan Demas sekarang.

"Gue salah apa Fa?" tanya Demas bingung.

"Gue yang salah, gak ngasih tau dia kalau udah ngasih nomornya ke lo. Sebenernya nomor itu hal yang paling privasi buat meyes, gue cuman di bolehin ngasih akun intagramnya ke orang asing. Tapi... tiap kali ngasih dan mereka kirim dm, pasti gak pernah dia bales." Shapa mengambil napas panjang, "Demas, kasih tau gue alesan lo minta nomor dia!"

"Gue suka sama dia."

Kedua netra Shalsha membelalak, bibirnya ikut terbuka sedikit karena tak percaya. Mereka baru bertemu satu hari, dan Demas sudah merasakan rasa suka atau tertarik dengan es berjalan itu. Ini sangat tidak bisa Shalsha percaya.

Shapa menepuk pundak kanan Demas dengan muka sedih, tapi terlihat meyakinkan, "Gue dukung, tapi tolong sabar. Lakuin pelan-pelan, soalnya dia itu es, beda banget sama orang lain!"

"Es? Gue rasa dia bad girl," sahut Demas  dengan kekehan, tapi Shapa cepat-cepat memukul lengan kirinya dengan sangat keras hingga menimbulkan rasa panas, "Sakit!"

"Dia bukan cewek nakal!"

"Iya, tapi keliatannya kaya gitu."

"Ih! Gak bisa simpulin sesuatu cuman karena cover! Awas aja kalau gue denger lo ngomongin meyes yang enggak-enggak lagi, gak akan gue bantu buat deket sama dia!" ucap Shapa ketus.

Demas kembali tertawa kecil, mengacak puncak kepala Shapa gemas, dan berkata, "Gue masih ada urusan, nanti kita ngobrol lagi ya!"

"Eh! Lo udah punya temen kan?"

"Udah."

"Siapa?"

"Lo sama mey, temen gue kan? Udah ya, gue buru-buru, bye Shafa!" ucap Demas sebelum berlari keluar meninggalkan Shalsha, dan Shapa yang masih memperhatikan pintu kelasnya.

Shapa menghela berat, mendaratkan bokongnya pada kursi kayu yang terasa sangat nyaman itu lagi. Menyandar pada punggung kursi, dan mulai menatap Shalsha.

"Dia siapa Fa?" tanya Shalsha penasaran.

"Sepupu gue."

Kening Shalsha bertaut, pantas saja Demas tidak malu atau sungkan untuk mengacak rambut Shapa. Bahkan dia juga tidak merasa keberatan untuk setiap kalimat ketus, dan pukulan yang Shapa berikan tadi.

Shalsha iri sekarang, dia ingin memiliki sepupu setampan Demas, dan seramah Demas. Sepupunya yang lain malah malu-malu, tidak mau menyapa duluan sebelum Shalsha yang menegur. Mereka sangat membosankan.

"Shal, menurut lo sampai kapan meyes marah sama gue?" Shapa mengalihkan pandangannya pada buku yang sedang dia genggam.

Shalsha mencoba untuk berpikir sebelum beranjak dari kursinya, beralih duduk di samping Shapa, dan berkata, "Kalian udah lama saling kenal, udah lama  banget jadi sahabat. Gue yakin gak akan lama, pasti bentar lagi mey udah baikan. Yakin deh Fa, dia gak bisa marah lama-lama sama lo!"

Shapa menoleh, tatapan sendu itu membuat Shalsha ikut sedih. Ini kali pertamanya Meyes semarah itu, dan sekesal itu padanya. Kali pertamanya juga tidak mengajaknya untuk pergi, Shapa merasa sangat bersalah. Ini memang kesalahannya, tapi bukankah hanya empat puluh persen saja? Enam puluhnya milik Demas yang dengan seenaknya merebut telepon genggamnya waktu itu.

Gadis itu kembali menghela panjang, merutuki kebodohannya karena tidak menceritakan semua yang terjadi pada Meyes waktu itu. Seharusnya Shapa cerita jika dia memberikan nomor Meyes pada Demas, dan semuanya akan baik-baik saja.

"Shafa, kalau misalnya lo ngasih tau mey soal demas, reaksinya bakal gimana?" tanya Shalsha.

"Hm, gak akan gimana-gimana, yang gue tau dia bakalan buru-buru beli nomor baru, atau mungkin minta nomor demas buat di blokir."