Setelah mereka diterima kerja di sebuah perusahaan, Tangguh, Cahyo, dan Solihin tidak langsung pulang. Tapi mereka sibuk mencari keperluan untuk mulai bekerja di hari pertama besok. Mereka ingin membuat hari pertama bekerja begitu mengesankan.
"Guh, kita kan besok mulai bekerja. Kita akan jadi pegawai kantoran kaya orang–orang kota guh, stabilitas ekonomi kita akan meningkat guh," ucap Cahyo, girang.
"Ahay..... betul Guh, kata si Cahyo. Mending kita cari kemeja dulu sama celana panjang biar nggak malu–maluin, Guh," usul Solihin.
"Kalian ini ngomong apa, sih. Kita kan nggak punya uang buat beli kemeja sama celana panjang baru. Udah lah lebih baik kita pake pakaian yang terbaik yang kita punya."
"Yah... Guh, baju yang terbaik yang aku punya kan cuma yang aku pake ini, kemeja yang kerahnya udah agak sobek. Kemeja lainnya pun kalo kata orang Jawa bilang udah bladus, Guh, sisanya kaos oblong," ujar Cahyo.
"Betul juga, Guh, aku juga nggak punya baju bagus. Kayanya kita harus beli baju baru, Guh," Solihin berpendapat.
"Iya sih, tapi duitnya dari mana?" tanya Tangguh bingung.
"Ahay..... aku ada ide," ucap Solihin yang baru menemukan ide, kepala botaknya seolah berpijar seperti bohlam kala itu.
"Ide apa, ide apa???????" tanya Tangguh penasaran.
"Gimana kalo kita ngamen aja buat ngumpulin duit," ucap Solihin memaparkan idenya.
"Hmmm.... oke. Kita coba aja, yah. Kita tunjukin kalo kita bisa hidup mandiri," ujar Tangguh setuju akan idenya.
"Aku juga Setuju," Cahyo pun demikian.
Mereka mulai mengamen di pinggir jalan, di warung–warung, di angkot yang lagi ngetem dan di manapun. Namun mereka tak menggunakan gitar atau pun alat musik apa pun. Mereka bernyanyi hanya diiringi tepukan tangan yang mereka buat berirama. Hasilnya hanya beberapa uang recehan saja yang berhasil mereka dapatkan. Tak jarang mereka diusir karena dianggap mengganggu. Atau beberapa orang lainnya segera menghindar ketika mereka menghampiri.
"Kita cuma dapet segini. Ini belum cukup buat beli kemeja baru yang bagus buat kita bertiga," ucap Tangguh yang memegang uang recehan itu.
"Iya, apalagi parfum dari Paris," ucap Cahyo.
"Mungkin karena kita nggak pake alat musik, coba kalo kita ngamen pake alat musik," usul Solihin.
"Iya, betul juga, kalo begitu sekarang kita ngamen pake musik," ucap Tangguh.
"Tapi gimana caranya, Guh?" tanya Solihin.
"Solihin, kamu cari botol bekas, dan kau Cahyo cari kaleng bekas!"
"Ah, aku mengerti sekarang maksudmu, Guh," sahut Cahyo yang langsung mencari kaleng bekas.
"Nah, ini Guh, aku nemu botol beling bekas," ucap Solihin menunjukkan botol bekas itu.
"Oke, kamu nanti pukul–pukul botol itu pake kayu kecil itu, Hin!"
"Aku juga nemu kaleng bekasnya, Guh," ujar Cahyo menggenggam kaleng minuman ringan.
"Oke, sekarang masukin uang receh ke kaleng minuman ringan itu!"
"Oke, aku mengerti, Guh. Sekarang kita mulai ngamen, dengan begini kita bisa menghasilkan resonansi nada yang menimbulkan harmonisasi," ucap Cahyo girang.
Mereka pun mulai mengamen dengan instrumen musik dari barang-barang bekas. Sasaran pertama mereka di sebuah restoran kecil yang ada di pinggir jalan. Cahyo memainkan suara gemercik kaleng minuman ringan yang diisi uang recehan, Solihin memukul-mukul botol bekas dengan sebuah tongkat kecil yang menimbulkan suara berdenting, sementara Tangguh yang bernyanyi. Hasilnya pun ternyata lumayan. Dan dengan uang yang mereka dapatkan, mereka berharap bisa membeli kemeja dan celana panjang untuk mulai kerja keesokan harinya.
Namun ketika uang sudah di tangan, ternyata tak serta merta mereka mendapatkan barang yang ingin dibeli. Karena hari itu telah lewat tengah malam. Mereka telah mengamen sampai larut malam untuk mengumpulkan uang sebanyak itu. Namun mereka justru kini sulit menemukan took-toko yang masih buka pada jam segitu. Mereka terus berkeliling mencari toko yang masih buka di tengah malam.
"Aduuuh.... gimana nih, nampaknya nggak ada toko pakaian yang masih buka," ujar Solihin bingung.
"Iya juga, tapi kita cari aja terus. Kalo nggak ada, ya terpaksa kita pake cara yang agak ekstrim."
"Cara apaan tuh, Yo, jangan bilang kalo kita bakal nyuri pakaian."
"Ya nggak lah, Hin. Kalo kita nggak nemu toko yang masih buka, kita gedor–gedor aja toko yang udah tutup, ini kan darurat, pasti ujung-ujungnya mereka juga seneng dapet duit."
"Itu sama aja nggak baik -__-!" Kata Tangguh dalam hatinya.
Ternyata hingga pukul setengah dua malam mereka belum juga menemukan toko pakaian yang masih buka walau telah berkeliling hingga kaki pegal. Jika begitu, mereka terpakasa melakukan cara itu. Mereka menatap sebuah toko pakaian yang telah tutup. Segera saja Cahyo dan Solihin mendekati toko itu. Tangguh mengikutinya dari belakang, tak tahu apa yang akan diperbuat kedua temannya. Rupanya mereka mencoba membangunkan pemilik toko yang mungkin telah terlelap di dalam ruko tersebut.
"Dordordor..... dordordor...." Mereka ternyata benar–benar menggedor roling door toko itu dengan cukup kencang untuk membangunkan pemilik toko.
"Dordor.... halo, apa ada orang??!!" teriak Cahyo.
"Halo..... spedaaaa. Eh, spadaa... apa ada orang???!!!" Soilihin pun ikut berteriak.
Tangguh hanya diam saja di belakang mereka sambil menggeleng-gelengkan kepala melihat aksi Cahyo dan Solihin yang agak nekat itu. Semoga saja si pemilik toko tidak menganggap mereka anggota geng motor atau para komplotan penjahat.
Setelah berapa lama menggedor–gedor pintu toko dan memanggil–manggil pemilik took, akhirnya ada orang yang membuka pintu rolling door toko itu dari dalam.
"Hai, ngapain lu olang ngenganggu oe lagi tidul a. Lu olang ga tau jam belapa ini a. Sebenelnya lu olang mau apa a??!!" pemilik toko bermata sipit itu marah–marah.
"Maaf, Ko. Kita ini sebenernya niatnya baik, mau beli kemeja sama celana panjang," Cahyo menerangkan maksud dan tujuannya.
"Tapi lu olang pada nggak ngelti apa jam segini ni toko udah tutup a. Ini waktunya istilahat a." Pemilik toko itu mau menurunkan kembali pintu rolling door tokonya.
"Eh Ko... Ko. Ngko jangan tutup dulu. Kali ini aja, Ko. Kita kan konsumen. Pasti Ngko nggak mau mengecewakan konsumen, kan?" Solihin merayu si koko pemilik toko.
"Ya udah, lu olang pilih aja baju sama celana panjangnya a. Tapi cepetan, oe mau istilahat a."
Mereka pun memilih–milih baju yang akan mereka beli. Sementara si Engko yang punya toko duduk sambil mengangguk-ngangguk dengan mata yang merem melek tanda benar-benar mengantuk.
"Yang ini bagus kayanya. Hai.... Guh, ayo... jangan diem aja. Kita pilih–pilih kemeja."
"Oke lah J." Tangguh pun ikutan juga memilih baju.
Mereka ternyata cukup lama memilih–milih pakaian di toko itu. Setelah mengacak–ngacak barang dagangan si Ngko pemilik toko itu, akhirnya mereka menemukan kemeja dan celana panjang yang cocok. Tak lupa mereka pun membeli dasi.
"Jadi semuanya berapa, Ngko?"
"700 libu."
"Haaaaaaah... mahal banget, Ngko," teriak Cahyo, kaget.
"Telang aja mahal. Yang peltama lu olang udah pada ngeganggu tidul oe. Tlus lu olang ngacak–ngacak oe punya toko. Sekalang lu alus bayal 700 libu dali balang yang lu olang beli, itu udah telmasuk biaya kalena lu olang udah ngeganggu oe a."
"Aduh, gimana nih uang kita kurang?" mereka berembuk berdiskusi.
"Ya udah uang itu kan receh semua, pasti dia males ngitungnya. Kita kasih aja ke si Ngko, sisanya nanti kita bayar kalo udah gajian," ujar Solihin berbisik pada Tangguh dan Cahyo.
Mereka menyerahkan uang receh dalam plastik. Sisanya akan mereka bayarkan setelah gajian nanti.
"Ini Ngko, uangnya."
Mereka pun langsung pergi dari toko itu, sementara si yang punya toko harus ngitung uang receh yang mereka kasih, walaupun matanya sudah begitu berat. Belum lagi dengan barang-barang di tokonya yang berantakan dan harus ia bereskan.
"Aku nggak tega sama yang punya toko tadi, Yo, Hin. Aku jadi nggak enak, kita udah ngeganggu dia, terus ngacak–ngacak toko dia. Kita juga bayarnya kurang. Apalagi kita ngasih receh. Dia pasti nggak tidur malam ini karena harus ngitung uang yang kita bayarkan dan membereskan barang dagangannya."
"Udah, tenang aja Guh, nanti kita kan bakal bayar sisanya setelah gajian."
"Si Cahyo betul guh. Udahlah, ga usah terlalu dipikirin," Solihin sepaham. "Apaaaaaaaa....?!!!" teriak Solihin setelah melihat jam tangan karetnya.
"Kamu tuh kenapa sih, Hin?"
"Ternyata udah jam setengah tiga malam. Kita kan besok.. eh... pagi ini harus kerja, jadi harus fit."
"Waduh iya juga ya, kalian sih pake ngajak beli baju baru segala. Kalo gitu ayo kita pulang!"
***