[Dayana POV]
Dipeluk, dielus-elus, lalu tadi dicium. Bagaimana bisa Eros melakukan itu tanpa canggung? Apakah Eros yang terkenal dingin pelan-pelan mulai berubah?
Mulanya kupikir akan menyenangkan bila Eros berubah lebih perhatian kepadaku. Namun saat menerima perhatian darinya seperti tadi pagi, aku justru malah syok dan bingung. Di satu sisi aku merasa kalau Eros terlalu berlebihan dalam bersikap, contohnya saat mencium bibirku tadi. Hei, mana ada seorang kakak mencium bibir adiknya dengan begitu dalam saat mereka sudah sama-sama dewasa?! Tapi di sisi lain, bodohnya aku menyukai hal itu. Aku suka ketika Eros mengelusi perutku saat perutku sakit seperti yang ia lakukan tadi pagi, dan ketika dia mencium bibirku ... ahh! aku tidak pernah mengira kalau Eros mahir dalam mencium bibir seseorang. Ciumannya juga terasa sangat ... candu.
Mengingat ciuman itu, tanganku refleks menyentuh bibir. Senyumku terbit begitu saja. Ini aneh, sangat aneh, tapi aku suka. Aku merasa ingin lagi. Aku ingin Eros mencium bibirku lagi, lebih dalam dan menuntut daripada tadi. Aku membayangkan bagaimana jika tadi aku membalas ciumannya. Ah, pasti akan semakin nikmat dan hangat.
Meski Eros beralibi kalau ia hanya membersihkan noda es krim di sudut bibirku, aku akan tetap berpikir kalau barusan Eros memang berniat menciumku.
Aku menggeleng cepat, mengusir imajinasi-imajinasi liar yang datang silih berganti masuk ke kepala. Jujur, suatu malam aku bahkan pernah bermimpi melakukan hubungan seks dengan kak Eros. Di dalam mimpi saja rasanya sudah senikmat itu, apalagi jika kami melakukannya secara langsung.
Aku mendelik.
Arghh!!! Bisa gila aku memikirkan fantasi liar ini!!! Sadar Day!! Eros adalah kakakmu!!! Tidak sepatutnya kamu menghayal hal seperti itu!! Dasar gila!!
Aku memukul-mukul kepalaku sendiri agar segera berhenti memikirkan hal aneh. Aku tidak sadar kalau Eros ternyata masuk dan mengernyit melihatku memukuli kepalaku sendiri.
"Berhenti menyiksa diri," katanya tanpa nada cemas, hal yang membuatku berhenti karena tersadar akan kehadirannya. "Kalau sudah tidak tahan, lebih baik segera pergi ke rumah sakit jiwa."
"Kakak pikir aku gila?!" Hei, enak saja dia menyuruhku pergi ke RSJ!
"Terlihat begitu," jawab Eros sambil mengangkat bahu membuatku emosi. Aku akan meledak tapi dia menyela lebih dulu, "Aku ingin minta maaf padamu."
Ucapannya membuatku terdiam.
"Maafkan aku karena telah membentakmu tadi."
"Tak apa, kakak pantas membentakku. Karena aku memang salah." Aku berkata jujur dengan pandangan menunduk. Emosiku yang semula akan mencuat, lenyap begitu mendengar permintaan maaf darinya. Eros yang angkuh meminta maaf? pasti habis ini akan terjadi badai. Meski bukan terjadi di alam, badai itu terjadi di hatiku.
Mengingat beberapa saat yang lalu Eros mencium bibirku membuatku sulit untuk menatap mata hijau Eros. Jantungku berdebar tak karuan.
"Hhm. Aku hanya kesal karena kamu membuat semua orang panik cuma karena kehilangan es krim yang sebetulnya bisa dibeli dengan mudah."
Aku menggigit bibir, merasa bersalah. "A-aku akan meminta maaf pada Bibik dan yang lainnya." Entah benar atau tidak, aku merasa kalau Eros tersenyum setelah mendengar itu.
"Good girl."
Tuhan, pipiku memanas!
"Oh iya, besok teman-temanku akan main ke rumah. Kau, pergilah kemanapun kamu ingin." Seperti biasa, saat teman-teman Eros akan datang ke rumah, Eros selalu menyuruhku untuk pergi atau bersembunyi.
Aku menahan senyum saat menemukan nada berbeda dari suaranya. Biasanya Eros menyuruhku pergi dengan nada dingin, namun sekarang terdapat nada ramah dalam suaranya. "Tidak kak, aku akan bersembunyi di kamarku saja seperti biasa."
"Terserah," ucapnya lantas pergi dari kamarku setelah mengatakan itu.
Aku menatap pintu yang ditutup dari luar dengan perasaan tak terima.
Hey! apa kakak tidak mau menciumku lagi? batinku berteriak.
Dan hal selanjutnya yang terjadi adalah, aku sengaja membenturkan keningku sendiri ke sisi lemari dengan prustasi.
[Dayana POV End]
••••
Day sengaja membawa banyak makanan ringan serta minuman ke kamar. Di bawah, teman-teman Eros sudah berdatangan. Biasanya mereka main tidak tahu waktu, bisa dari pagi sampai sore.
Seperti janjinya, Day tidak akan keluar dari kamar. Maka dari itu dia menyiapkan segala kebutuhannya sejak sebelum teman-teman Eros tiba. Bisa mati kelaparan Day kalau saja tidak menyiapkan makanan dan minuman ke kamarnya.
Di dalam kamar, Day anteng menonton film di televisi lebar yang menghadap tepat ke kasurnya. Dengan tangan yang sesekali mencomot keripik kentang dari bungkus dan menyuapkannya ke mulut.
Sesekali suara tawa teman-teman Eros terdengar membuatnya sedikit terusik. Day berdecak ketika suara tawa Hugo terdengar semakin menggelegar. Dengan kasar Day merenggut handphonenya yang tergeletak di kasur, lalu mengetikkan pesan singkat ke Eros.
'Kak, aku sedang menonton film, jangan berisik!'
Cukup lama Day menunggu Eros tidak membacanya. Jengkel, karena acara menontonnya terganggu, Day nekat keluar. Dari lantai atas, Day memandangi Eros dan teman-temannya yang sedang mengobrol ria di ruang tamu dengan mata terpicing. Untunglah Eros tidak pernah mengajak teman-temanya bermain di lantai dua, jadi untuk sekarang lantai dua tersebut adalah daerah kekuasaan Day.
Melihat situasi semakin tak kondusif, dan Eros yang tak kunjung membaca pesannya. Day tanpa pikir panjang menelepon kakaknya itu.
Dari atas, Day dapat melihat Eros yang sedikit menjauh dari teman-temannya saat akan mengangkat telepon darinya.
"Kenapa menelepon?!"
"Kak, tolong ya. Aku sedang menonton film, kalian jangan terlalu berisik!"
"Besarkan saja volumenya!"
"Tidak mau, nanti kupingku tambah sakit. Kakak saja suruh teman-teman kakak untuk bersikap kondusif!"
"Memangnya kau pikir aku bisa mengendalikan suara mereka?"
"Kakak tinggal menyuruh mereka diam, mudah."
"Dan merusak suasana? Tidak mau!"
"Kalau begitu aku saja yang turun dan menyuruh mereka diam. Bagaimana?" tantang Day.
"Jangan lancang menunjukkan dirimu di depan teman-temanku di rumah ini, Dayana!"
"Memangnya kenapa kakak selalu takut kalau mereka tahu aku adikmu? Aku jadi merasa penasaran, bagaimana ya reaksi mereka kalau aku memperlihatkan diriku dan memperkenalkan diriku sebagai adikmu? Mereka belum tahu semua itu kan?"
"Bakal seperti apa asumsi mereka terhadapmu kak? Apakah 'Eros Emerson malu mengakui adik kandungnya sendiri?' atau apa?"
Eros tampak diam tak berkutik sampai akhirnya Langit memanggil namanya dan teleponnya diputus sepihak oleh Eros. Day mendecih, lalu dengan kesal ia kembali ke kamarnya.
Tak berselang lama, suara gaduh di bawah sudah tak terdengar. Yang terdengar sepanjutnya malah suara deru mesin mobil teman-teman Eros yang bersiap meninggalkan halaman rumah mereka.
Day terbeliak, cepat-cepat mengintip lewat kaca jendela. Dua mobil itu sudah menghilang dari sana. Apa Eros menyuruh mereka pulang atau justru ikut bersana mereka untuk bermain ke tempat tongkrongan biasa?
Namun suara kenop pintu yang diputar paksa hingga derap langkah seseorang yabg terdengar kesal membuat jantung Day berpacu. Ia segera menoleh ke belakang, memelotot ketika tahu yang masuk ke kamarnya adalah Eros.
Dengan wajah kesal dia menarik tangan Day, dan menghempaskan tubuh adik manisnya itu ke kasur membuat bungkus camilan berhamburan.
Day kalut, menatap takut Eros yang balik menatapnya tajam.
"Sudah kubilang, jadi adik jangan membangkang!" bentaknya membuat Day tersentak kaget. "Tadi kamu keluar dari kamar kan?!"
"T-tidak kak ..." Day menggeleng kaku.
"Jangan betbohong! Langit bilang dia tadi gak sengaja ngelihat kamu berdiri di lantai atas!"
Deg!
Mampus! Pantas kak Eros marah.
Day tidak pernah melihat kemurkaan besar seorang Eros, ini pertama kalinya ia melihat Eros semarah ini apalagi sampai membentaknya berulang kali. "Aku kan sudah menyuruh kamu buat main keluar. Tapi kamu sendiri yang minta buat tetap disini! Terus kenapa kamu lancang keluar dari kamar saat masih ada teman-temanku hah?!"
"Kakak ini kenapa sih?! Kakak marah sama aku hanya karena salah satu teman kakak melihat aku di rumah ini. Memangnya kenapa kak? Apa kakak segitu malu punya adik seperti aku? sampai-sampai tidak mau ada sahabat kakak yang tahu kalau aku adikmu?!" Day tak tahan, ia meluapkan unek-unek yang ia pendam selama ini. Sekaligus semua pertanyaan mengenai sikap Eros yang tidak pernah mau mengakui Day sebagai adiknya. Detik itu Day menangis, membuat Eros sempat tertegun.
"Jawab! Apa yang membuat kakak malu mengakui Day sebagai adik?! Apa kak? Apa?!" Day memukuli dada bidang Eros sambil menangis tersedu-sedu. Suara dari film yang diputar seolah tidak terdengar oleh mereka. Suasana semakin keruh ketika Eros menjawab pertanyaan Day dengan telak.
"Karena kamu bukan adikku!" gertaknya. "Puas kamu?!"
Day yang tersentak tak mampu berkata-kata lagi. Ia belum sempat bertanya mengenai maksud perkataannya itu namun Eros sudah pergi meninggalkannya.
Lagi-lagi Day tersentak ketika mendengar suara pintu yang ditutup teramat keras. Day yakini itu pintu kamar Eros yang berada tepat di samping kamarnya. Eros pasti sangat marah.
Beberapa saat kemudian, disusul suara bising motor dari garasi yang semakin terdengar menjauh.
Kepergian Eros serta kata-kata menusuknya berhasil membuat tangisan Day semakin pecah. Day yang marah pada Eros dan dirinya sendiri sontak berbalik marah pada Sena dan Rion yang masuk ke kamarnya tanpa izin. Meski Day tahu mereka datang dengan maksud baik karena khawatir padanya, Day tetap meminta mereka untuk keluar dari kamarnya dan meninggalkannya seorang diri.