Mata indah di bawah hiasan bulu mata lentik itu mengerjap, refleks memijat dahinya tatkala merasakan pening mendera. Pandangannya menyapu sekeliling, mengernyit saat tahu ini adalah kamarnya.
Eros tak mengingat apapun yang membuatnya bisa berada di kamarnya sendiri. Yang dia ingat hanya momen ketika ia dan teman-temannya minum-minum di sebuah club malam. Cara serta waktu dirinya pulang saja dia tidak ingat sebab semalam ia benar-benar mabuk berat.
Saat Eros terduduk, ia menjengit kaget ketika menemukan sebuah benda yang Eros ketahui biasa dipakai wanita untuk menutupi payudara mereka. Iya, sebuah bra.
Bra itu berwarna hitam, tergeletak begitu saja di sampingnya. Dan yang membuatnya semakin kaget sampai-sampai refleks mengumpat tak lain adalah karena dia melihat resleting celananya terbuka hingga membuat miliknya yang besar terlihat keluar.
"Gue ngapain aja semalam?!" tanyanya sambil meremas rambut prustasi.
Lalu ia mengambil bra itu dan menelitinya. "Ini punya siapa coba?" tanyanya heran. "Apa semalam gue bawa cewek ke rumah?"
"Mampus! kalo ketahuan papa bisa kacau!"
Eros segera beranjak untuk masuk ke kamar mandi. Selesai mandi, dia berjalan ke lemari untuk memilih sebuah kaos putih polos dan celana adidas hitam. Lalu mengenakannya. Tak lupa ia meraih benda asing berwarna hitam yang sempat dipegangnya tadi, untuk disimpan ke tempat yang aman. Masalahnya, dimana tempat aman di dalam kamarnya ini?, yang tidak diketahui dan tak tersentuh tangan para pelayan? Seisi kamar terbiasa dibersihkan oleh para pelayan, lantas kemana ia harus menyembunyikan benda mencurigakan di tangannya ini.
"Tas?" Sesaat setelah menemukan tempat yang tepat, ia segera mencari tas miliknya dan memasukkan benda itu ke dalam tasnya. Setidaknya untuk sementara waktu, ia akan menyinpannya disana dulu. Nanti akan ia singkirkan dan buang benda itu ketika ada waktu.
Setelah usai dengan urusannya--menyembunyikan bra yang entah milik siapa--Eros keluar kamar dan memilih memasuki ruangan yang berada tepat di sebelah kamarnya. Kamar Day.
Eros mengernyit tatkala melihat Day masih tertidur pulas di kasur, sedangkan sekarang sudah jam enam lewat tiga puluh menit, biasanya gadis itu bangun jam enam tepat baik saat sekolah ataupun libur seperti sekarang.
Tak lama, Eros mendengar langkah kaki, yang pastinya Sena. Jika pukul enam tiga puluh kepala pelayan yang sudah melayani keluarga Emerson sejak Eros dan Day masuh kecil itu tidak melihat eksistensi Day di lantai bawah, pasti Sena mengira Day masuh tidur di kamarnya, itulah sebabnya Sena kemari, pasti untuk membangunkan si nona muda.
Sena membuka pintu, bingung melihat Eros yang terbiasa bangun siang di hari minggu malah sudah bangun sedangkan Day yang terbiasa bangun pagi malah masih pulas di atas kasur.
"Eros akan membangunkannya, bibik kembali ke dapur saja, buatkan kami sarapan," ucap Eros ketika Sena mendekat.
"Ah, baiklah. Apa ada sesuatu yang Tuan Eros butuhkan?" Sena bertanya sopan.
"Tidak ada. Pergilah."
"Baik Tuan Eros, saya permisi..."
Pintu ditutup kembali. Eros memicing ketika melihat ada yang aneh pada payudara adiknya. Kedua putingnya tampak menonjol dari balik crop top tipis yang ia kenakan. Apakah Day memang selalu tidak memakai bra ketika tidur? Tapi, Eros tidak pernah melihatnya menonjol kuat seperti itu. Ditambah, Day tidak mengenakan piama tidurnya. Day gadis yang disiplin, selalu mengenakan piama tidur saat akan tidur. tapi hari ini, gadis itu justru hanya mengenakan crop top yang Eros ingat, sudah Day kenakan sejak kemarin siang.
Pertanyaannya, kenapa?
Eros mendekat, duduk di tepi kasur sambil menaikkan salah satu kakinya kesana. Ia terus memandangi wajah polos Day. Tak tahan, tatapannya kembali jatuh pada dua puting yang menonjol itu.
Jemarinya kini meremas dengan keringat dingin yang keluar seiring keuatnya menahan keinginan untuk menyentuh salah satu puting itu.
"Kalau pelan, Day gak akan bangun."
Sambil mengulum bibir, telunjuknya perlahan menyentuh salah satu puting Day yang terlapis kain. Menyentuhnya dengan gerakan memutar yang lembut, lalu menarik tangannya dengan cepat ketika ada pergerakan kecil pada tubuh Day. Namun untungnya Day masih terpejam yang artinya ia masih tertidur.
"Tidurlah yang nyenyak, adik manis."
Lagi-lagi Eros berani menyentuh puting yang lama kelamaan malah semakin mencuat dari balik pakaian tipis yang Day kenakan.
Day bergerak lagi, gerakkannya kali ini membuat crop top yang ia kenakan sedikit tersingkap membuat payudara sebelah kirinya yang tampak sangat kenyal itu terpampang nyata di depan wajah Eros. Eros tah tahan, nalurinya segera menyuruhnya untuk meremas payudara itu, namun untungnya niat itu tak terjadi karena suara kenop pintu yang diputar membuat Eros bergegas membenarkan pakaian Day dan menatap ke arah pintu.
Eros mendengus melihat si pelaku yang tak lain adalah Rion.
"Sarapannya sudah siap," ucapnya. "Kenapa Day belum dibangunkan juga?" tanya Rion sambil mendekat.
"Biarkan saja dia tidur, mungkin semalam dia tidak bisa tidur karena menungguku." Eros membenarkan letak selimutnya agar menutupi dada Day. Eros tidak ingin bagian tubuh adiknya yang sangat indah itu terlihat orang lain.
"Tapi kami harus pergi ke Gereja."
"Kau pergi sajalah sendiri."
Rion tampak menimang sejenak lalu menghembuskan napas. "Omong-omong, memangnya semalam kau pulang jam berapa?"
Eros pura-pura berpikir. "Entahlah." Jawabnya sambil mengendikkan bahu.
Rion menggeleng tak habis pikir. "Memangnya kau pergi kemana sampai pulang lewat dari jam malam?"
"Apa urusannya denganmu?" tanya Eros selidik. "Oh! Atau kau ingin tahu karena ingin melaporkannya pada papa?"
"Tidak." Rion menggeleng cepat. "Yasudahlah, kalau begitu aku keluar. Kau turunlah, ibu menyuruhmu untuk segera sarapan."
"Hhm."
Setelah Rion keluar, Eros kembali menatapi adiknya yang cantik. Wajah Day sangat cantik dan manis secara bersamaan. Hingga rasanya siapapun tidak akan bosan memandanginya berlama-lama begini.
Beberapa menit belalu, saat Eros masih fokus memandanginya, mata Day terbuka pelan. Lalu, ia tersenyum manis ketika melihat wajah Eros.
"Pagi kak," sapanya lalu menggeliat.
Mendengar sapaan dan senyum di wajahnya, Eros berdeham. "Akhirnya bangun juga. Dasar tukang tidur!" ejeknya.
"Jam berapa ini?"
"Jam tujuh tiga puluh, kau kesiangan Day."
"Astaga?! Demi Tuhan?" Day reflek berdiri membuat payudaranya sedikit mengintip dari crop top yang ia kenakan. Rahang Eros mengeras.
"Aku harus ke gereja! Dimana kak Rion?" Eros melengos ketika Day panik tak tentu arah.
"Aku sudah menyuruhnya pergi tanpamu."
"Apa?!" Day memekik.
"Sudahlah, jangan berisik seperti itu. Kemari sebentar, aku ingin bertanya sesuatu padamu." Eros menyuruh Day mendekat. Dengan perasaan kacau Day mendekatinya.
"Kakak ingin bertanya apa?"
"Kau... selalu melepas bramu ketika akan tidur?" tanya Eros tanpa malu.
Disini justru Day yang dibuat malu. "I-iya. Tapi kadang tidak dilepas saat lupa."
"Ohh." Eros tampak sedikit lega. "Semalam apa kau tahu aku pulang jam berapa?"
"Kakak tidak ingat?"
"Tidak."
Mendengarnya Day sedikit sedih. "Apa kakak juga lupa apa yang semalam kita lakukan?"
"Memangnya apa yang kita lakukan semalam?" tanya Eros balik.
"Kita ... bermain kak."
"Hah? bermain? Main apa? monopoli? main tebak-tebakan atau main petak umpat?" Karena sungguh, Eros tidak ingat apapun meski ia mencoba mengingatnya.
Day cemberut. "Bukan! Kita bukan main itu!"
"Lalu?"
"Kakka sungguh tak ingat?" Eros menggeleng membuat Day kecewa. "Baiklah, akan aku ingatkan kalaubkakak lupa!"
"Semalam, kita bermain ini!"
Mata Eros membulat sempurna karena tanpa aba-aba Day menciumnya. Bahkan gadis yang Eros yakini belum pernah pacaran sekalipun itu kini mulai berani memagut bibirnya.
Eros itu lelaki normal, naluri alaminya menuntunnya untuk segera membalas pagutan itu. Bahkan kini, dengan mudah Eros membalikkan keadaan. Eros mengubah posisi Day menjadi dibawahnya.
Tubuh proporsional Eros mengungkung Day sambil terus memagut bibir ranum milik adiknya itu, Eros menyibak cop top yang Day kenakan. Meremas lembut payudara kiri adiknya hingga membuat Day melenguh sambil meremas kuat rambut Eros.
"Akhh... inihh... ini yang kita lakukan semalam kak."
Deg!
Eros berhenti mencium bibir Day. Mata hijaunya menatap bola mata hitam sang adik yang sudah menatapnya pasrah.
"Kau... serius?"
Day mengangguk, tangannya membelai lembut rahang tegas Eros. "Kita melakukannya."
Eros tertegun. "Kita melakukannya?" Day mengangguk lagi, kali ini bingung karena ekspresi Eros tampak tak senang mendengar itu.
"Kenapa kak?"
"Kau... tidak marah?"
"Tidak. Aku justru suka!" jawab Day polos.
"Tapi Day, bukankah kau sedang datang bulan? Serius kita melakukannya sampai sejauh itu?" Oke, kali ini Eros mulai khawatir.
Day menggigit bibir malu. "Ya... tidak sampai ke tahap itu sih."
Eros tidak mengerti, kenapa Day bisa senakal dan seagresif ini kepadanya. Dia, seperti bukan sosok adik yang Eros kenal. Raut wajah Eros berubah dingin dalam sekejap mata, hal itu membuat Day bingung.
Eros beranjak dari kasur, kemudian tanpa mengucapkan sepatah katapun laki-laki jangkung itu keluar dari kamarnya.
Day menjadi muram, wajahnya menampakkan kesedihan dan kebingungan yang mendalam.
"Apa barusan kak Eros mencampakkanku?"
"Apa kak Eros tidak suka padaku?"
"Apa yang aku lakukan ini salah?"
"Lalu apa artinya semua ini?"