"KAK EROS!! TOLONG!"
Eros terhenyak ketika mendengar suara seseorang memanggilnya seraya meminta pertolongan. Suara itu persis seperti suara sang adik.
Laki-laki yang asik merokok di dalam gudang bersama teman-temannya, bergegas keluar setelah membuang rokok yang tengah dihisap.
Sesampainya di luar, matanya membeliak marah ketika melihat adik tercintanya diperlakukan rendahan oleh beberapa laki-laki. Bahkan salah satu dari mereka dengan lancang meraba-raba bagian tubuh Day yang sudah meronta habis-habisan dengan kedua tangan yang dipegangi.
"KURANG AJAR KALIAN!!"
'Bugh!' 'Bugh!' 'Bugh!'
"BERANI SEKALI KALIAN MELAKUKAN ITU PADANYA!"
Eros naik pitam, menyergap mereka dengan kasar sembari menghadiahi pukulan telak ke wajah orang-orang itu hingga mereka yang tidak menduga akan mendapat pukulan dari Eros, langsung terkapar ke tanah.
Day secepatnya berhamburan ke pelukan Eros. Tubuhnya bergetar ketakutan, tangisannya semakin kencang saja.
"Kakak, aku takut! Hiks... "
Eros mendekap Day balik. "Tenangkan dirimu," ucapnya. Eros khawatir menatap raut trauma sang adik. Eros kembali menatap tajam orang-orang brengsek itu. Sengit.
Eros mengusapi punggung Day seraya bertanya, "Apa yang sudah mereka lakukan padamu?"
Ditanya begitu, Day justru semakin kalut. Dia mengeratkan pelukannya pada Eros. Wajahnya menempel pada dada bidang sang kakak. "Aku takut pada mereka kak..."
Satu tangan Eros mengepal kuat. "Sekali lagi kalian lancang nyentuh dia, mati kalian di tangan gue." Eros mengancam dengan penuh penekanan membuat mereka beringsut mundur.
Ancaman Eros membuat semua orang yang berada disana terdiam, takut.
"Maaf Eros, gue pikir dia disuruh Rion buat mata-matain kita." Salah satunya berdiri sambil memegangi wajahnya yang membiru.
"Tapi aku udah bilang aku bukan mau mata-matain kalian! Aku cuma mau nyari kak Eros!" Day menjawab setengah berteriak.
Langit, June, Aries, Hugo serta Jovan mendekati Eros dan Day. Jovan menepuk bahu Eros dan meremasnya, menenangkan. Hugo memberi kode pada orang-orang yang barusan dipukul oleh Eros itu untuk segera cabut darisana jika tidak ingin mendapat sesuatu yang lebih dari Eros.
Langit masuk ke gudang untuk mengambil sebotol air, lalu memberikan air itu pada Eros. Menyuruh Eros memberikan itu pada Day. Eros menerimanya dan segera meminumkannya pada sang adik.
"Hugo, usir semua orang yang masih ada di gudang."
Hugo mengangguk dan menyuruh orang-orang yang berada di gudang pergi. Mereka semua menurut, tidak mau mendapat konsekuensi.
Perlahan, Eros membimbing Day untuk duduk di salah satu kursi. Tangan Eros menggenggam tangan Day yang dingin. Wajah gadis manis itu, pucat pasi dan berkeringat.
"Udah, mereka udah pergi, kamu jangan takut lagi," ucap Eros lembut. "Memangnya kamu mau apa datang kesini?" Ia menyalipkan anak rambut Day yang basah oleh peluh ke belakang telinga.
"Aku mau mencari kakak."
Hugo menggaruk kepalanya bingung melihat dua insan di hadapannua. Tidak mengerti sama sekali mengapa Eros bisa sedekat ini dengan perempuan yang sebelumnya tidak pernah mereka kenal. Yang paling aneh, Eros bisa bersikap lembut pada gadis itu, sikap yang pacarnya saja--Sarah--tidak pernah bisa dapatkan. "Poor Sarah." Hugo bergumam.
"Memangnya mau apa, cari aku?" Eros bertanya lagi.
Langit menatap lekat lawan bicara Eros, merasa pernah melihat wajahnya. "Gue rasa gue pernah lihat dia," ucapannya membuat mereka menatap Langit.
"Ya iyalah! Orang dia satu sekolah sama kita!" sewot Hugo. "Gimana sih."
"Maksudku, di tempat lain selain di sekolah." Langit terus menatap Day membuat Day risau. "Di lantai dua rumah Eros. It's that you, right?"
Mata Day membulat. Lalu merunduk meremas jari. 'Aku harus jawab apa?' pikirnya panik.
"Iya, itu dia. Lo gak salah orang." Day mendongak terkejut. Jangan-jangan Eros akan memberitahu teman-temannya kalau Day itu adiknya? Akhirnya ... pengakuan yang Day tunggu-tunggu sejak lama. Day tersenyum menatap Eros.
"Dia siapa lo bisa ada di rumah lo? Di lantai dua pula, kita aja dilarang naik kesana sama lo." Aries mempertanyakannya.
Eros tersenyum lantas menatap Day hangat. Tangannya yang besar menggenggam kedua tangan Day menjadi satu. Jantung Day berdebar. "She's my boo."
"What?!" beo Hugo dan Aries. Sementara Jovan bertepuk tangan sambil tertawa. Langit mengangkat satu alisnya skeptis. Sedangkan Day, menganga tak percaya.
Di luar dugaan, bukannya sedih masih tak diakui sebagai adik, hati Day justru berbunga-bunga mendengarnya. Dianggap pacar jauh lebih manis daripada dianggap adik.
"Ternyata Eros ngikutin jejak gue. Ahaha!" Jovan masih tertawa bangga. "Bagus Ros! Kalau bisa tambah lagi. Biar cewek lo gak cuma satu." Aries dan Hugo menoyor kepala Jovan bersamaan.
"Tinggal di rumah Eros?" tanya Langit to the point. Day hendak menjawab namun Eros menyela.
"Enggak. Tapi gue emang sering bawa dia ke rumah."
"Pacaran sama Day setelah putus sama Sarah, sebelum jadian sama Sarah atau saat masih pacaran sama Sarah?" selidik Aries.
"Gue cuma main-main sama Sarah."
Aries dan Hugo menggeleng tak mengerti lagi dalam menghadapi tingkah Eros. "Tapi, dia ini bukannya adiknya Rion ya? Gue sering lihat dia sama Rion soalnya."
"Kak Rion cuma tetangga aku, bukan pacar aku." Day menjawab.
Mereka terdiam cukup lama sampai akhirnya Eros kembali bersuara. "Kalian bisa pergi dulu gak? Gue mau ngobrol berdua sama dia."
"Oke."
Selepas kepergian mereka, mata Eros kembali menghujam Day tajam, hal tersebut cukup membuat Day menjengit. Eros yang dingin rupanya telah kembali. "Tahu darimana kalau aku ada disini?"
"D-dari kak Rion."
"Dia juga tahu kalau kamu mau kesini?" Day mengangguk lugu.
"Shit! Kenapa dia biarin kamu kesini?! Rion pasti tahu kalau disini itu bahaya buat perempuan seperti kamu! Dimana dia sekarang? Akan kuberi dia pelajaran." Eros hendak berdiri, namun Day menarik tangannya.
"Jangan! Kak Rion sebelumnya udah peringatin aku, dia juga nawarin buat antar aku kesini tapi aku yang nolak. Aku pikir disini cuma ada kakak dan teman-teman kakak aja. Ternyata ada banyak sekali orang." Eros mendengarkan dengan ekspresi sama. "Mereka pikir aku adiknya Rion yang disuruh memata-matai mereka dengan kamera tersembunyi. Makanya mereka nyari-nyari kamera di badan aku."
Day menelan ludah sulit saat mendengar Eros mengumpat. Ia menarik Eros agar jongkok di depannya. Lalu dengan lembut, Day menangkup rahang Eros yang mengeras, membelainya pelan hingga amarah laki-laki itu perlahan namun pasti, teredam.
"Kemana kakak dua hari ini? Kenapa tidak pulang?" tanya Day, sedih. "Kakak tau kan kemarin papa sudah pergi ke luar negeri? Lalu kenapa kakak tidak pulang juga? Aku kesepian kak, tidak ada orang yang menemaniku di rumah."
"Ada Rion."
Day menggeleng. "Tapi aku butuhnya kakak, bukan kak Rion." Eros membuang muka. Sial! Kenapa mendengar itu jantungnya menjadi berdetak kencang. "Apa kakak tidak pulang karena ingin menghindariku?"
Eros tak berkutik.
"Kenapa, hhm? Karena aku telah berani mencium kakak waktu itu?" Day hendak mengelus kepala Eros namun ditepis dengan kasar oleh Eros. Eros berdiri, menatap Day terlampau dingin.
"Jangan terlalu dekat denganku, Day," ucapnya tegas, terus menghindari kontak mata dengan Day.
Day berdiri, menatap Eros sedih. "Tapi kenapa kak? Aku adikmu."
Eros menukas, "Justru itu Day! Justru itu!" Day terhenyak oleh bentakkannya. Eros menarik napas berat. "Aku takut jika kau terlalu dekat denganku, maka aku akan semakin jatuh cinta padamu! Kamu itu adikku Day ... tidak sepantasnya aku memiliki perasaan ini..." Eros menjambak rambutnya prustasi.
"Dan tidak seharusnya aku menginginkan..."