"ES KRIM PUNYA DAY HILANG!!!"
Satu teriakan tuan putri rupanya mampu membuat pelayan seisi rumah kalang kabut. Sena bertambah panik ketika mendapati Day menyender di pintu kulkas sambil menangis, kakinya mengentak-entak lantai karena kesal.
"ES KRIM DAY KEMANAAA?!!" Sejujurnya Day bukan tipekal anak manja yang akan merengek pada semua orang jika keinginannya tidak dikabulkan. Tapi melihat stok es krim miliknya ludes tak tersisa, membuat Day yang saat ini sangat-sangat ingin makan es krim tentu saja kesal bukan kepalang. Tadi malam ia melihat dengan baik kalau masih terdapat tiga es krim stik di dalam kulkas, namun siang ini saat Day membuka kulkas berniat mengambilnya untuk dia makan, benda manis dang dingin kesukaanya tersebut sudah raib entah kemana. Yang telah memakan es krimnya tentu saja penghuni rumah ini selain dirinya!
"SIAPA YANG BERANI MAKAN ES KRIM DAY?!"
Tiga orang pelayan yang baru sampai disana, menggeleng cepat. Sena meminta Day tenang, membujuknya dengan alibi akan segera memberikan es krim yang baru. Namun rupanya Day tetap tak terima. Saat tangisannya semakin kencang, Eros datang dengan santainya. Di tangannya terdapat es krim cokelat kacang milik Day yang tinggal sisa setengah lagi. "Ada apa sih, ribut-ribut?" tanyanya sambil sesekali menggigit es krim cokelat itu.
Day berdiri, mulutnya menganga. "Itu es krim aku tau!!!"
"Oh ya?"
"Iya!! Kenapa malah dimakan?!"
"Karena enak." Eros menggingit es krimnya lagi tanpa mengindahkan ekspresi wajah Day yang seakan-akan ingin membunuhnya.
"Kakak makan semuanya?"
"Enggak, cuma tiga kalo tidak salah."
"Ya itu berarti semuanya kak!" Eros manggut-manggut saja. "Aku gak terima ya! Itu es krim punyaku!! Kenapa kakak yang makan coba?!! Balikinn sekarang juga!!"
"Sudah masuk perut. Gimana cara balikinnya?" sengit Eros.
"Aku gak mau tahu, pokoknya dalam waktu dua puluh menit, es krim itu harus ada lagi di kulkas!!"
"Aku muntahin ke kulkas gitu?" Sena meringis melihat pertengkaran yang semakin menjadi antara dua bersaudara itu.
"Ya beli yang baru dong!"
Eros memutar bola matanya malas. "Perkara es krim doang, sampe nyusahin seisi rumah," tukasnya membuat Day tertegun. "Gue beliin, sama pabrik-pabriknya sekalian!" tambahnya yang membuat nyali Day menciut. Kemarahannya meluap, tergantikan rasa takut pada sang kakak.
Eros meninggalkan Day untuk mengambil kunci motornya di kamar. Lantas pergi dengan mengendarai motornya untuk membelikan es krim yang Day mau.
Tak sampai dua puluh menit, Eros sudah kembali dan menenteng empat buah plastik putih berisi berbagai macam es krim, kebanyakan es krim milik Day yang sebelumnya Eros makan.
Eros meletakkan kantung-kantung berisi es krim itu di meja yang ada di hadapan Day. Day sedikit ragu saat menatap Eros, bahkan tidak berani bersuara.
"Makan tuh es krim," ketus Eros.
"Kak Eros, marah?"
"Menurut lo?"
"Maaf," cicit Day. Jari-jari menyatu saling meremas satu sama lain. Eros melengos memilih ke kamarnya daripada harus berdebat dengan sang adik.
Di dalam kamarnya, Eros mendesah panjang. Duduk di kursi, memainkan ponselnya. Di detik yang sama, Langit menelepon.
"Bolos?" Langit memang tipekal orang yang tidak suka berbasa-basi.
"Menurut lo?"
"TUMBEN BOLOS GAK NGAJAK-NGAJAK KITA!" suara toa Hugo terdengar.
"Lagi males sama kalian."
"Anjai ... man!" Hugo berseru lagi.
"Sarah tadi heboh nyariin lo ke kelas," timpal Jovan.
"Bodo amat."
"Lo gimana sih, nembaknya udah romantis banget di lapangan indoor, pas udah diterima sama Sarah malah lu sia-siain," kata Jovan.
Eros hendak menjawab namun ketukan pintu membuatnya terdiam sesaat.
Day muncul dengan raut bersalah, mendekati Eros bahkan sebelum Eros mengizinkannya masuk.
"Mau apa lagi? Belum cukup dibeliin es krim empat puluh biji?" tanya Eros skakmat.
"Ngomong sama siapa lo bro?" tanya Aries.
"Kalian diem dulu," semprot Eros membuat Jovan menertawakan Aries.
"Maafin aku kak. Aku tau aku salah, terlalu kekanakan."
"Bagus kalau kamu udah sadar."
"Suara cewek cuy!" Hugo beringas.
"Main gak tuh?!" Aries berceletuk.
"Es krim? Es krim apaan nih maksudnya?" tanya Jovan, sengaja.
"Es krim Eros dong, hahaha!" timpal Hugo. Disambut tawa yang lain.
"Es krim Eros gak mungkin ada empat puluh biji," ujar Langit membuat semuanya terdiam.
"Kak Eros sedang telponan dengan teman-teman kakak ya?" bisik Day. Eros mengangguk. "Kalau begitu aku keluar."
"Tunggu!" Day berhenti. "Di sudut bibirmu, ada sisa es krim." Day hendak mengusapnya dengan jari sebelum bibir tebal Eros lebih dulu sampai di sudut bibirnya.
Seketika tubuh Day menegang. Mata Day menatao syok wajah Eros yang bersentuhan dengannya. Mata Eros tampak terpejam, mendalami pagutan lembut yang ia berikan pada Day. Tangan Day yang semula kaku di samping badan mulai menjalar ke dada laki-laki itu, meremas kaos yang Eros kenakan.
"Eros?" panggil Hugo saat ia tak mendengar suara Eros di seberang sana. "Lagi ngapain sih?"
Buru-buru Day mendorong dada Eros membuat pagutannya terlepas. Tanpa berani menatap Eros, Day langsung berlari keluar dari kamarnya.
Meninggalkan Eros yang menyeka sudut bibirnya sambil tersenyum. "Manis," gumamnya.