Tidak terkecuali dengan Shifa sendiri, lebih-lebih lagi pada Mutiya yang air matanya sudah menetes membasahi pipi.
Tapi kali ini, itu bukan air mata kesedihan. Itu, air mata kebahagiaan.
"Tidak ada yang perlu dimaafkan, Nak," ujar Kurnia sembari menyeka matanya yang basah. "Baik dan buruk, apa pun yang sudah terjadi, kau tetaplah anak kami. Anak sulung dalam keluarga ini."
"Terima kasih, Pa."
"Itu benar, Sayang," ujar Mutiya pula. "Tidak ada hal yang bisa membuat orang tua berbahagia selain melihat anak-anaknya berbahagia."
Ya, pastinya begitu, pikir Keisha.
"Kebahagiaan Shifa, kebahagiaan kamu," ujar Kurnia menyambung ucapan istrinya, "adalah kebahagiaan kami juga."
"Papa jangan khawatir," Shifa tersenyum lebar dalam keharuan. "Mama juga. Shifa yakin, Bang Keisha pasti tidak ingin terus-terusan dalam keadaan terpuruk."
"Yaah," Keisha tersenyum dan mengangguk.