"Ma, kira kira kapan kalian pulang?"
"Belum tau Nak, kami masih ada urusan disini. Nanti Mama kirimkan lagi uang untuk biaya disana ya."
"Ok Ma, kabari saja kalau mau pulang."
"Oh iya Nak, jangan lupa berkunjung ke makam kembaranmu ya, taburi lagi dengan bunga dan sirami air agar makamnya tidak mengering."
"Baik Ma."
Percakapan Mama dan Fera di telepon membuat Fera teringat kalau sudah hampir 2 minggu ia tidak mengunjungi makam Feli.
Ia bersiap siap pergi, sambil menyiapkan sebuah kotak makan siang untuk Daffa dan diantar ke tempat kerja barunya.
Sesampainya ia di pemakaman, dari jauh ia melihat sosok perempuan sedang berdiri di depan makam Feli.
"Siapa itu??" tanya Fera dalam hati sambil bersembunyi dibalik pohon.
"Sayang sekali, kamu sebenarnya orang baik, tapi waktumu tidak banyak di bumi ini. Semoga kamu tenang disana kak Felicia."
Ucap gadis itu terdengar samar oleh Fera.
"Astaga! Itu Siska! Ya benar, itu Siska!" Fera mengenali perampuan itu, lalu segera menghampirinya.
"Hey Siska! Apa yang kamu lakukan disini?!"
"Ehh.. kamu si-siapa? Kok wajahnya mi-mirip sama…."
"Aku saudara kembarnya. Kamu belum jawab pertanyaanku. Sedang apa kamu disini?!"
"Ehh, tidak kak, aku hanya sedang mampir. Maaf kak aku pergi dulu, selamat siang." Gadis itu bergegas pergi meninggalkan Fera.
Rasa kesal dan amarah bercampur jadi satu dalam benak Fera. Sayangnya sekarang ini ia sedang di tempat yang tidak pantas untuk adu mulut atau berdebat dengan orang lain.
Siska lah alasan utama mengapa Fera sangat berambisi untuk menjalankan semua rencana terhadap Daffa. Ia ingat sekali bagaimana Daffa menghianati Feli. Saat itu Fera sedang berada dijalan sepulang sekolah menuju rumahnya, tak sengaja ia melihat Daffa mengajak Siska masuk kedalam mobilnya dengan penuh senyuman. Seketika Fera langsung geram pada Daffa dan menceritakan hal ini pada Andi.
"Dasar! Lelaki tak tahu diri! Berani beraninya menyakiti saudara kembarku!" ucap Fera dalam hati saat itu.
Dan pada waktu yang sama ia mencari tahu tentang gadis itu sampai ia mendapatkan informasi yang lengkap. Ia tidak pernah menceritakan hal ini pada Feli karena ia takut Feli akan kecewa. Jadi ia memutuskan untuk membalas dendam terhadap Daffa dengan caranya sendiri.
Karena suasana hati Fera masih geram, ia memutuskan untuk mengikuti Siska kemana ia pergi dan tidak jadi berziarah. Padahal makam kembaranya itu sudah didepan matanya dan ia pergi begitu saja mengabaikan niat awal datang kesana.
"Sayang, aku sudah buatkan makanan untuk kamu. Tapi maaf, aku gabisa antar ke sana. Aku kirim saja ya pakai kurir!"
Pesan yang ia kirimkam pada Daffa.
Fera berlari berharap Siska belum jauh untuk diikuti dan untung saja ia masih di luar area komplek pemakaman.
Siska terlihat seperti menunggu sesuatu. Beberapa saat kemudian datang sebuah mobil menjemputnya dan ia masuk ke dalamnya.
"Tunggu!" seketika Fera ikut masuk ke dalam mobil yang hendak Siska tumpangi.
"Eh kak, ada apa? Tunggu tunggu pak sopir jangan jalan dulu!" Siska terkejut akan kehadiran Fera.
"Jalan saja sekarang pak, tenang siska aku ga ngapa ngapain kok,kamu jangan takut. Aku hanya ingin bicara saja."
"Ehh, ba-baik kak."jawab Siska menunduk.
"Kemana ini tujuannya?"tanya Fera.
"Aku mau pulang ke kosan kak."
"Oh kamu ngekos? Ok, gapapa kan aku ikut sebentar aja. Lagipula diluar hujan, kos kamu mungkin cocok untuk kita ngobrol."
"I-iya gapapa kak."jawab Siska gugup.
Siska terdiam sepanjang perjalanan. Ia sangat takut karena ini kali pertama ia bertemu dengan kembarannya Feli yang ia kenal. Ia bahkan tidak tahu kalau Feli memilikki kembaran.
"Astaga, ada apa ini? Apakah aku melakukan kesalahan??" tanya Siska dalam hati.
"Santai aja, gausah gugup begitu." Seru Fera.
Siska hanya mengangguk terdiam sambil memberi senyuman tipis. 15 menit perjalanan terasa sangat lama untuk Siska, karena ia merasa sedikit tertekan dan bingung walaupun Fera hanya diam saja.
Akhirnya mereka pun sampai di tujuan.
"Masuk kak, mau minum apa?"
"Gausah Sis, aku mau to the point aja."
Deg.. Hati Siska semakin tak karuan mendengar ucapan Fera.
"Jadi apa ada hubungan apa kamu dengan Daffa?"
"Eh,Kka-ka Da-Daffa? Ga ada apa apa kak." Siska menunduk
"Jujur saja Sis, ga apa apa kok, aku ga akan marah. Asalkan kamu jujur."
"Ta-ta-pi memang ga ada apa apa Kak."
"Sekali lagi aku tanya, ada hubungan apa kamu dengan Daffa? Jangan mengelak karena aku pernah liat kalian satu mobil bersama."
"Iya memang pernah, bahkan sering tapi itu dulu, waktu ka Feli masih hidup." Jawab Siska.
"Sering?"
"Kak, maaf. Mungkin kaka pernah lihat aku sama kak Daffa, tapi percayalah hubunganku dengannya kurang lebih sebagai keluarga saja."
"Apa? Keluarga? Ga mungkin. Jangan banyak alasan."
"Benar kak, aku bisa buktikan. Aku ini adik tiri nya Kak Daffa, Kak Feli pun tahu itu."jawab Siska menegaskan.
Fera tterdiam, ia masih belum bisa berkomentar saat Siska memberikan bukti kalau ia memang adik tiri Daffa. Siska memeprlihatkan foto masa kecil nya bersama Daffa, rupanya ia dan Daffa memang ada hubungan keluarga satu ibu beda bapak.
Fera terdiam dan menghela nafas.
"Baiklah, lalu sedekat apa kamu dengan adikku Feli? Perasaan, dia ga pernah menceritakan kamu padaku."ucap Fera.
"Kami mungkin tidak terlalu dekat dalam hal pribadi. Tapi sesekali dia curhat tentang kak Daffa padaku. Kak, aku minta maaf sebelumnya.. Aku belum tau nama kakak."
"Ah iya, namaku Fera."
"Fera?? Ferania?"
"Iya, itu kamu tahu namaku."
"Iya tapi aku ga tahu kalau nama Ferania itu nama kepanjangan kembaran ka Feli, yang aku tahu, kak Daffa selalu menyebut nyebut nama kakak saja." Jawab Siska.
"Hah maksudnya??"
"Aduh, aku takut salah bicara kak."
"Aku ga akan bilang bilang, lagipula kamu sudah terlanjur cerita, ayo jelaskan."
Fera mendengarkan omongan Siska tentang dirinya yang selalu diceritakan Daffa. Betapa terkejutnya Fera, karena Daffa bercerita pada Siska kalau Fera itu adalah perempuan yang selalu merusak hubunganya dengan Feli.
"Astaga, aku ini saudara kandungnya Feli!! Mana mungkin aku melakukan hal seperti itu!"
"Kak aku mohon tolong jangan ceritakan ini sama Kak Daffa."
"Tenang saja, aku akan diam asal kamu juga diam."
Fera meninggalkan kosan Siska dengan perasaan kesal. Namun diperjalanan, ia berfikir.. Siska tidak pernah mengganggu hubungan Feli dan Daffa, lalu apa yang ia lakukan sekarang? Berpura pura sebagai Feli apakah hal yang tepat untuk dilakukan? Dia pun menyesal karena tadi ia sempat tersulut emosi, hingga momen ziarah tidak jadi ia lakukan.
"Tapi, kenapa Feli tidak terbuka padaku?! Akh kira aku sudah menjadi tempat ternyaman untuknya bercerita selama ini?!"
Banyak teka teki yang tidak bisa Fera pecahkan mengenai ini, lalu sejenak ia berkata lagi..
"Kalau Siska adalah adik tiri Daffa, dan Siska tau kalau Feli sudah meninggal. Apakah Daffa tidak mengetahui hal ini? Rasanya tidak mungkin! Lalu, mengapapa ia tidak membahas soal ini saat bertemu denganku kemarin?? Dan apa tujuan dia memberitahuku kalau aku suka padanya?!! Ini ga bisa dibiarin!! Aku harus minta penjelasan dia besok!" ucap Fera dalam hati.
Di kantor, Daffa menikmati dengan lahap makanan yang dikirim Fera tadi siang. Terdengar suara ponsel berdering di saku celana nya dan ia mengangkat telepon itu.
Kriiiing..kriiiing
"Halo Siska. Gimana? Aman kan si Fera??"