"Feli kamu harus kuat Nak! Kamu harus bisa bertahan demi kami!"ucap papa pada Feli yang terbaring lemah di ruangan IGD.
"Mungkin ini yang terbaik Pa, Ma. Kalau aku pergi aku hanya ingin meminta satu hal pada kalian, Daffa adalah lelaki yang baik. Aku ingin sekali melihat ia bersama Fera nantinya. Aku tidak rela jika Fera bersama lelaki lain karena aku tau di jaman seperti ini tidak ada lelaki yang bisa dipercaya dan bisa menghargai wanita."
Saat itu Fera sedang memanggil suster dan dokter karena melihat kondisi Feli yang kian memburuk.
Itulah sedikit pesan yang Feli sampaikan pada orang tuanya tanpa diketahui oleh Fera.
"Jadi itulah nak pesan terakhir Feli pada Papa dan Mama. Kami harap kamu mengerti."Papa menjelaskan.
"Pa, please.. Tolong jangan langsung di terima mentah mentah pesan Feli itu, ga semudah itu aku dan Daffa bisa langsung berhubungan. Lagipula harga diri kita dimana Pa? Masa kita memohon sama orang tua Daffa agar dia mau berhubungan denganku dan menikah? Ga masuk akal Pa!"seru Fera.
"Papa tau Nak, tau sekali. Sebenarnya selama Papa dan Mama pergi itu kami banyak juga berdiskusi dengan Bu Arni mamanya Daffa. Ternyata ia juga sangat sayang sama Feli dan berharap ia menjadi yang terakhir untuk Daffa. Jadi kamu tidak perlu khawatir, Bu Arni sudah pasti setuju."
"Pa tapi Fera bukan Feli Pa!! Ini semua tentang Feli dan Daffa bukan tentang Fera! Ma,tolong dong Ma jangan diam aja!"
Mama hanya bisa terdiam dan menangis di sofa. Nampaknya ia pun terpaksa melakukan ini demi mendiang putrinya. Memang, kepergian Bapak dan Ibu Gunawan beberapa minggu lalu bukan hanya karena urusan Peterman dan bisnis. Melainkan juga bertemu dengan orang tua Daffa terkait masalah ini.
"Kalau kamu memang bukan Feli, lalu mengapa kamu berpura pura menjadi Feli saat ia sudah tiada?!!!"seru mama terpancing emosi.
"Kan sudah Fera jelaskan Ma, niat Fera hanya ingin kasih pelajaran pada Daffa. Tapi semua tidak berjalan mulus, jadi Fera menyesal. Tunggu sebentar.. Oh jadi selama ini kalian tahu tentang rencanaku? Jadi karena ini kalian menghukumku dengan menjodohkanku dengan Daffa?!"
"Bukan itu maksud kami Fera, yang lalu biarlah berlalu, tapi ini soal permintaan terakhir saudara kembarmu, dan kebetulan dari keluarga Daffa pun setuju."
"Ya ampun Ma, aku ga tau lagi mau ngomong apa…."Fera menangis tersedu. Ini seperti mimpi buruk baginya. Meskipun begitu, faktanya akhir akhir ini dia nyaman berperan sebagai Feli didepan Daffa. Dia hanya merasa sangat berdosa pada Feli kalau hal ini benar benar harus terjadi meskipun itu adalah permintaan terakhirnya.
Sesampainya dirumah Daffa terlihat masih sangat kesal dengan keputusan mama nya. Ia bahkan langsung pergi ke kamar nya tanpa mengucap sepatah katapun pada sang Mama.
"Siska, bawakan Daffa makanan ke kamarnya. Jangan dulu tanya atau bicara apa apa soal tadi. Biarkan ia istirahat dan menenangkan diri dulu."
"Baik Ma."
Siska menuju kamar Daffa dengan membawa sup hangat, beberapa biskuit dan segelas air putih untuk kakak nya. Terlihat Daffa sedang merenung menatapi langit malam melalui jendela kamarnya. Siska tidak berani untuk berkata apa apa atau bahkan untuk basa basi semata. Ia langsung menyimpan makanan tersebut diatas meja.
"Apa kamu tahu tentang semua ini, Sis?"
"Ehh, ti-tidak tahu kak."jawab Siska gugup
"Kamu tau kan aku itu bucin banget sama Feli. Bahkan aku berencana melamarnya tahun ini. Aku orang yang susah untuk jatuh cinta sampai aku bertemu dengan Feli. Walaupun kata orang mungkin ini cinta monyet… tapi aku ingin ia jadi yang terakhir untukku.aku rasa begitupun dengan dia."
"I-iya kak."
"Dijodohkan dengan Fera?? Yang benar saja?! Mereka mungkin kembar, tapi mereka beda!"
"Hmm.. Kak Daffa, sebaiknya kakak makan dulu, kaka belum makan takutnya nanti sakit."ujar Siska.
"Sudahlah, kamu tidak membantu pergi dari kamarku!"
Siska bergegas keluar dari kamar Daffa. Saat diujung pintu, ia melihat Daffa duduk di kasurnya dengan menundukkan kepala dan menutup wajahnya dengan dkedua tanganya. Terdengar samar samar seperti suara tangisan.
"Kak, are you ok?"tanya Siska yang langsung menghampiri Daffa dan merangkulnya karena kaget
Daffa masih terdiam dalam tangisannya yang pelan namun tak kunjung henti. Tampaknya ia sedang merasakan kesedihan mendalam sampai Siska pun kaget melihat kondisi Daffa yang seperti itu.
"Aku cuma merasa bersalah sama Feli Sis. Aku belum bisa membahagiakannya selama dia masih ada, sekarang masalah malah menjadi semakin rumit. Aku harus apa Sis??"
"Kak Daffa, istirahat lah dulu. Jangan terlalu dijadikan beban. Ada alasan nya mengapa semua berjalan seperti ini, Tuhan pasti punya rencana baik untuk kakak dan Kak Feli,begitupun dengan Kak Fera."
"Iya Sis, mungkin kamu benar. Maaf aku sudah marah marah padamu. Aku akan istirahat dulu sekarang agar pikiranku lebih tenang."
Bisa dibilang hari ini adalah hari terburuk kedua untuk Daffa dan Fera. Yang pertama adalah hari dimana Feli pergi. Fera tak pernah membayangkan kejadiannya akan seperti ini. Ia pun sangat heran dari mana orang tuanya tau soal rencana nya selama ini.
"Apa karena Mama pernah melihat hp ku atau memperhatikan gerak gerik ku yang meniru Feli lalu dia jadi tau soal rencana ku kemarin ya? Soalnya mustahil mereka tau, karena yang tau soal ini kan cuma An..... Ah sialan kamu Andi." Fera terdiamterdiam sejenak dan menyadari sesuatu.
Drrrt drrrt
"Kita perlu bicara, ada waktu?"
Bunyi pemberitahuan pesan masuk di ponsel Andi. Ia tahu apa yang akan Fera bicarakan padanya nanti
"Boleh, nanti aku telepon kamu kalau aku udah ga sibuk."balas Andi dengan tenang
Di sisi lain, Fera sangat geram dan tak tahan lagi menahan amarah nya pada Andi karena ia tahu persis apa yang terjadi dan mengapa orang tuanya jadi seperti ini.
"Berani beraninya kamu Ndi."ucap Fera dalam hati.
Fera menunggu dan menunggu sepanjang malam sampai ia kelelahan dan mengantuk saat ini karena Andi tak kunjung menghubunginya.
Kringg kringgg
"Halo, lama banget sih telepon nya, aku udah nunggu daritadi loh!"seru Fera.
"Sorry, lagi kerjain urusan kerjaan. Gimana kabar kamu Fer?"
"Gausah basa basi. Kamu tau aku kan apa yang mau aku tanyakan?!"
"Apa?"
"Kamu kan yang ngasih tau ke orang tuaku soal rencanaku kemarin??!"
"Iya, memangnya kenapa?"
"Kenapa??? Kamu bilang kenapa??? Kamu ga merasa bersalah sama sekali ?"
"Ga juga. Sama seperti kamu bilang sama aku waktu itu tanpa rasa bersalah, kalah kamu melakukan rencanamu demi kebaikan. Akupun begitu. Bedanya, aku melakukan kejujuran, kalau kamu tidak."
Fera semakin kesal mendengar jawaban Andi yang terdengar tanpa merasa bersalah menurutnya. Ia bahkan sampai mengepal tanganya saking tak tahan menahan emosi.
"Wow! Hebat! Inilah pahlawan kita! Asal kamu tau ya, perbuatan yang menurutmu itu heroik, sama sekali ga jadi keputusan yang terbaik untukku. Yang ada sekarang masalah jadi makin parah!"
"Apa maksudmu?"
"Orang tuaku menjodohkan aku dengan Daffa!"
"Hah?? Apa?!"
"Iya! Dan ini semua gara gara kamu Andi! Aku membencimu!"
Lalu Fera menutup teleponnya, ia tak percaya sahabat yang selama ini jadi tempat curhatnya menjadi berkhianat tanpa alasan yang jelas menurutnya. Ditambah pesan dari Andi yang baru saja ia baca membuat ka semakin kesal terhadap sahabatnya ktu.
"Fer, maafin aku. Aku gatau kalau kejadiannya akan seperti ini.."