"Aku sudah pernah memperingatkanmu, tapi mungkin kamu ga setuju atas pendapatku. Sekarang, mungkin waktunya Fer. Percayalah,ini untuk kebaikanmu sendiri."
Ucap seorang gadis yang duduk di kursi taman bersebelahan dengan Fera yang sedang menatap alam dengan tatapan kosong. Fera menoleh dan melihat kembarannya sudah berkaca kaca bahkan air matanya nyaris jatuh ke pipi nya.
"Aku tidak akan marah atau membencimu, aku udah tenang disini Fer, hanya saja aku meminta pada Tuhan, untuk kasih aku kesempatan agar bisa mengingatkanmu ke jalan yang benar walaupun hanya satu kali pertemuan dalam mimpi."
Fera terdiam dan ikut menangis mendengarkan ucapan Feli.
"Dan kini kita bertemu untuk yang kedua kalinya, Tuhan sangat baik padaku. Tapi aku mohon, kali ini dengarkanlah aku. Walaupun ini mungkin pertemuan terakhir kita,Walaupun kamu harus yakin kalau aku sudah sangat tenang dan bahagia kalau kamu selalu mengingatku di hatimu."
Seketika Fera memeluk Feli dengan tangisan tersedu sedu, cuaca saat itu sangat cerah bahkan seperti terasa di surga. Burung berkicauan, pohon dan tanaman terlihat subur, juga suara gemercik air yang membawa kedamaian.
"Kamu mau kan Fel maafin aku??"ucap Fera di pelukan Feli.
"Mana mungkin aku tidak memaafkanmu Fer, baiklah.. Aku harus pergi sekarang…."
"Ma-mau kemana Fel…"
Perlahan Feli melepaskan pelukan Fera dan pergi menjauhinya.
"Fel-Fe-Feli!! Tunggu jangan pergi lagi! Felicia!"teriak Fera.
Tiba tiba ia terbangun dari mimpinya, tubuhnya berkeringat dan ia tampak kebingungan. Ia melihat papa dan mama sudah menangis di sisinya. Fera baru ingat kalau ia baru sadarkan diri saat pingsan tadi.
"Papaa! Mama! Maafin Fera… Fera ga bermaksud untuk menyakiti kalian ataupun Feli."Fera memeluk orang tuanya sambil menangis.
Mama memberinya minum agar sedikit lebih tenang, mereka bahkan belum berani bertanya apapun saat ini karena takut Fera jadi drop dan sedih.
"Aku akan jelaskan semuanya pada kalian, dimana Daffa?"
"Apa kamu sudah siap Nak? Tidak apa apa kalau kamu mau istirahat dulu, Mama juga tidak akan memaksa."
"Siap Ma, ini harus aku pertanggung jawabkan."jelas Fera
"Baiklah, Papa akan panggilkan Daffa."
Tak lama kemudian, Daffa masuk ke kamar bersama Siska. Fera sangat kaget dan kesal melihat Siska. Ia sadar kalau kemarin telah dibohongi olehnya. Namun, ia hanya bisa diam karena menjaga sikap didepan orang tua nya. Siska hanya tertunduk gugup tak berani sedikitpun melirik ke arah Fera. Papa dan Mama memutuskan untuk pindah dulu ke ruangan dimana Mama Daffa, ada disana. Guna untuk memberikan ruang penjelasan antara Daffa dan Fera atas permasalahan ini.
"Halo Daf, aku tahu aku salah, tapi semua ini dilakukan tadinya murni untuk kebaikan.. Tidak ada sama sekali niat jahat sedikitpun."ucap Fera.
"Lalu apa maksud kamu membohongi aku Fer?"tanya Daffa.
"Pada awalnya aku kesal, karena aku pernah melihat kamu berdua dengan Siska jalan bersama, aku fikir kamu menghianati Feli, lalu aku balas dendam dengan cara ini, tapi kemarin aku sudah tau yang sebenarnya kalau kalian adalah adik kakak Daf."
"Niat baik? Dengan merahasiakan kematian kembarmu sendiri dan berpura pura jadi dia? Haha lucu sekali."
"Sumpah tadinya aku tidak berniat sejauh ini Daf!"
"Apa jangan jangan dugaan aku selama ini benar? Kalau kamu menyukaiku sejak lama?"tanya Daffa
"Jangan gila Daf! Sudahlah disini aku hanya mau menyelesaikan masalah, bukan untuk ribut. Aku bersalah dan aku minta maaf, oke?!"
Daffa terdiam, ia sedikit malu dengan pernyataan nya tadi, selama ini ia terlalu percaya diri mengira Fera menyukainya, bahkan sempat sempatnya ia memfitnah Fera pada Feli.
"Sekarang kamu Siska! Kenapa kamu bohong?! Baru aja kemarin aku bilang aku percaya padamu tapi kaya gini."
"A-a-aku…"
"Ah sudahlah, aku juga terlalu bodoh. Kalian kan adik kakak, mana mungkin kalian tidak saling memberi tahu soal ini satu sama lain. Aku pun gabisa menyalahkan kalian."
Tak lama orang tua Fera dan Daffa pun masuk. Mereka menenangkan Fera dan Daffa yang masing masih masih sama sama emosi satu sama lain. Fera pun menjelaskan pada orang tuanya tentang semua yang dia lakukan dan sangat menyesalinya.
"Sudah Fer, kami sebagai orang tua tidak mungkin akan berlama lama marah pada kamu. Yang penting sekarang kamu sudah mengakui dan menyesali perbuatan mu."
"Iya lagipula, Mama juga salah. Mama yang menyuruh kamu untuk tidak banyak berbicara soal kepergian Feli."
Fera sedikit tenang dengan pernyataan orang tuanya. Namun,ia bingung dengan kehadiran seorang wanita yang datang bersama orang tuanya.
"Perkenalkan ini Bu Arni, mamanya Daffa dan Siska."jelas Papa pada Fera
"Ada apa Mama Daffa kesini, dia kan tidak tahu menahu soal masalah ini. Apakah aku atau Feli pernah melakukan kesalahan padanya?"tanya Fera dalam hati.
Untuk pertama kalinya Fera bertemu dengan Mama Daffa, ia sangat cantik, anggun dan terlihat ramah. Berbalut pakaian gamis panjang berwarna hitam dengan motif polkadot. Ia sangat modis untuk usianya yang sepertinya tidak lagi muda.
"Mungkin kedatangan tante kesini cukup mengejutkan Nak Fera karena ini kali pertamanya kita bertemu, namun diluar masalah tadi yang tante sudah cukup mengerti, ada hal yang ingin tante bicarakan pada Fera."ujar Mama Daffa.
"Memangnya mama mau ngobrolin apa sama Fera? Bukannya tadi siang mama bilang mau nemenin aku aja?"tanya Daffa kebingungan.
"Iya sekalian akan mama jelaskan sekarang, sebaiknya kamu diam dulu Daffa."
Daffa kebingungan mendengar ucapan mamanya, begitupun Fera, ia terlihat gugup saat berbicara langsung dengan mama Daffa.
"Sebelum ini, tante dan orang tuamu sudah pernah bertemu membicarakan kelangsungan hubungan Daffa dan Feli. Tapi takdir berkehendak lain, Feli sudah dipanggil duluan oleh Yang Maha Kuasa."ucap mama Daffa.
"Iya jadi begini, Nak Daffa, Fera. Kami sudah berencana untuk menjodohkan kalian nanti."papa menambahkan
"Hahhhh? Apa?!!! Maa???! Come on!"seru Daffa pada Mamanya.
"Kalian bercanda kan?"ucap Fera.
"Tunggu dengarkan penjelasan kami dulu. Gini, kami ga bermaksud tidak menghargai Feli, namun kami sudah cukup matang membicarakan hubungan ini sampai pada akhirnya Feli tiada. Dan kalian pun tidak begitu saja akan langsung kami nikahkan, kalian bebas menggunakan waktu sampai kapanpun untuk lebih mengenal satu sama lain."
"Tapi Ma, tidak semudah itu, Fera dan Feli itu beda. Walaupun kembar kami tetap berbeda Ma!!!" seru Fera pada Mama.
Siska hanya terdiam melihat mereka berdebat, kini masalah sudah bukan lagi tentang Fera yang berpura pura menjadi Feli. Melainkan perjodohan ini sungguh sangat tidak masuk akal menurut Fera dan Daffa.
"Please ma, ini 2021. Masih jaman emangnya perjodohan?!M Lagipula kami sudah cukup dewasa, kami berhak memilih jalan kami masing masing!"
"Daffa sekarang mama tanya, apa kamu sudah move on dari Feli? Mama tahu kalau Feli pertama kamu."ucap Bu Arni Daffa.
"Iya tapi, ah! Astaga kenapa jadi rumit begini sih?!"Daffa menggerutu dan berjalan ke arah pintu utama kamar itu.
"Daf, mau kemana?!"
"Keluar, pusing Daffa disini. Kalau udah selesai, WA aja nanti Daffa jemput."jawab Daffa pada mamanya sambil meninggalkan kamar 105 itu.
Suasana menjadi sedikit canggung diantara mereka, Fera pun hanya duduk melamun memegang kepalanya yang rasanya mau pecah mendengar kabar ini.
Bu Arni dan Siska pun pamit pulang, mereka memutuskan untuk membicarakan soal ini di lain waktu. Kini tinggal orang tua Fera dan Fera sendiri di kamar hotel itu. Mereka diam merenung memikirkan ini.
"Ma, Pa.. Kenapa sih harus begini?? Aku kira dengan aku mengaku, masalah ini semua udah beres.. Kok tiba tiba ada berita kaya gini, kenapa sih?"
"Kami juga terpaksa Nak..."jawab Papa dengan nada pasrah.
"Terpaksa?? Maksud Papa apa?"