Chereads / Sin of The Twin / Chapter 14 - Kedatangan Andi

Chapter 14 - Kedatangan Andi

Kriingg...

Suara telepon genggam Fera berdering membangunkan ia dari tidurnya pagi ini.

"Hoaam.. Ya, halo,"ucap Fera yang masih mengantuk.

"Kamu dimana?"

"Di rumah lah, siapa ini? Pagi pagi sudah telpon."ujar Fera ketus.

"Memangnya kamu ga lihat di hp siapa yang telepon kamu ini?"

Fera menjauhkan hp dari telinganya,

"Ah, kamu Ndi. Kenapa? Maaf aku masih sangat mengantuk. Jadi tidak fokus."

"Tumben, memangnya kamu begadang semalam?"

"Nggak. Aku dan keluargaku habis dinner di rumah Daffa semalam. Pulangnya lumayan larut, jadi aku kecapean."

"Dinner?! Hmm.. Hari ini ada acara gak?"

"Paling nanti aku mau survey tempat usaha siang ini. Kenapa, Ndi?"

"Aku temani, ya?"

"Maksudmu?"

"Pokoknya aku jemput jam 11 siang ini. Kamu tunggu aja..."

Andi langsung mematikan telpon nya dan membuat Fera keheranan.

"Ck! Bocah ini gila kali, ya?!"ujar Fera bermonolog.

Fera mengabaikan pesan Andi tanpa bertanya lebih lanjut. Memang, siang ini ia akan survey salah satu ruko di pusat kota untuk membuka usaha perdana nya sesuai dengan yang ia impikan selama ini. Ia memutuskan untuk merintis usaha dari nol, sama seperti Papanya dulu dibanding melanjutkan studi ke jenjang kuliah.

Ia sama sekali tak menaruh curiga, karena Andi sering jahil seperti biasanya.

Tok.. Tok..

"Feer, sudah siap belum ? Papa pergi duluan, ya. Kamu sudah ada yang jemput kan?"tanya Papa dari balik pintu kamar Fera.

"Loh, tunggu tunggu, Pa!"

Fera bergegas berpakaian dan membuka pintu kamarnya untuk menemui Papa.

"Pa, kok duluan sih ? Aku gaada yang jemput, kok!"

"Lah, itu orangnya ada dibawah. Lihat saja sendiri."tutur Papa sambil tertawa kecil.

"Siapa dia? Jangan jangan.. Daffa???"

Gumam gadis itu kegirangan. ia kembali ke kamar untuk merapikan rambutnya sebentar yang masih setengah basah.

Sesaat setelah Papa pergi lebih dulu, Fera turun dari tangga sembari berseru,

"Ngapain sih kamu, rajin amat jemput aku kaya gini. Kita kan baru berte...." Fera menghentikan langkahnya tatkala melihat lelaki yang sedang duduk di ruang tamunya bukanlah Daffa.

"Andi?!! Ngapain kamu disini, ka-kapan kamu.."

"Hey, kaget ya?"

"Kapan kamu pulang ke Indonesia? Kenapa tidak kabari aku?? Kenapa mendadak begini ?"

"Memangnya apa pedulimu kalau aku kabari? Hahaha, ini kejutan. Ngomong ngomong, ayo pergi sekarang. Nanti terlalu siang, aku malas bermacet macetan di Bandung."

"Ta-tapi..."

Andi menarik tangan Fera dan langsuk mengajaknya ke mobil. ini pertama kalinya mereka bertemu lagi setelah sekian tahun lamanya. Memang, biasanya Andi akan mengabari kalau ia akan pulang ke Indonesia. Oleh karena itu, Fera lumayan heran dengan keputusan Andi yang mendadak datang seperti ini.

Di dalam mobil, keduanya masih saling canggung. Karena, terakhir kali mereka berkomunikasi ialah saat Fera marah pada Andi. Kini, Fera pun bingung harus darimana ia memulai pembicaraan.

"Gimana kabar....." keduanya bicara bersamaan membuat suasa semakin canggung.

"Kamu dulu,"ucap Andi.

"Sebenarnya kenapa sih kamu dadakan begini?"tanya Fera.

"Gak kenapa kenapa. Ya, pengen saja pulang."jawab Andi bohong.

"Eh, ini kemana sih jalannya? Aku agak lupa."tutur sahabat Fera itu sengaja mengalihkan pembicaraan.

Fera pun menunjukkan jalan arah ke tempat yang ia tuju. Sesampainya disana, lama lama suasana menjadi lebih cair karena mereka mencoba saling berbicara satu sama lain dan berbagi ilmu mengenai bisnis.

"Menurutmu, membuka bisnis coffee shop seperti ini, akan menjanjikan tidak ya, Ndi?"

"Sebenarnya, hal utama yang membuat suatu usaha itu ramai atau tidaknya ya penjualnya harus konsisten. Selain lokasi dan kualitas toko kamu, konsisten merupakan hal yang paling susah dilakukan semua orang. Kalau ramai atau tidaknya, setiap usaha pasti mengalami naik turun dalam penjualan. Apalagi kalau baru buka, minimal 1 tahun kamu harus sabar sabar dulu, baru bisa balik modal."

"Iya juga sih, papaku juga bilang begitu....Astaga!!"

"Kenapa, Fer?!"sahut Andi kaget.

"Kamu disini dan aku belum mengajakmu ke makam Feli?!"

"Ah, maafkan aku. Aku benar benar lupa akan hal itu. Setelah urusanmu selesai, sebaiknya kita langsung pergi ke pemakaman. Akupun hampir lupa kapan terakhir kali aku bertemu dengan kembaranmu. Sungguh, kejadian ini sangat memilukan. Aku bahkan tidak bisa tidur semalaman saat kamu mengabariku soal Feli."

Sangking terlalu fokusnya Andi pada Fera. Ia melupakan hal besar yaitu kepergian Feli. Di perjalanan menuju pemakaman, tiba tiba suasana menjadi hening tak seperti sebelumnya. Keduanya sama sama sedang mengingat kembali kenangan saat Feli masih ada.

"Disini makam Feli, Ndi."tunjuk Fera.

Andi menekukkan kakinya lebih rendah sampai tubuhnya sejajar dengan batu nisan yang bertuliskan 'FELICIA PUTRI GUNAWAN' itu.

"Hai, Fel. Apa kabar? Kamu pasti sudah bahagia diatas sana. Maafkan aku baru bisa mengunjungimu hari ini, aku menyayangimu seperti aku menyayangi kembaranmu sebagai sahabatku yang spesial. Tenang saja, aku akan terus berada disamping Fera sampai kapanpun dan takkan ku biarkan ia bersedih."

Tak terasa, ucapan Andi membuat Fera menitikkan air mata.

Ia akan selalu merasa berdosa pada kembarannya itu setelah apa yang terjadi akhir akhir ini. Andi segera merangkul Fera saat melihat sahabatnya itu menangis.

"Tabah ya, Fer. Tenang saja, aku disini."

"Terimakasih, Andi."

Mereka pun pergi meninggalkan pemakaman tersebut, karena hari sudah menjelang sore, Andi memutuskan untuk mampir sebentar dirumah Fera sekalian berbincang bincang dengan orang tuanya.

"Gak apa apa kan kalau aku singgah dirumahmu dulu ?"

"Santai aja kali, Ndi. Tapi apa Ibumu tahu kamu disini?"tanya Fera.

"Tentu saja tahu. Oh iya, soal yang kamu bicarakan kemarin di telepon. Apa benar?"

"Yang mana?"

"Soal perjodohan itu ."

"Sebentar, aku mengganti pakaian dulu, baru kita bicara soal itu nanti."

Fera pun menuju kamarnya dan membersihkan diri sejenak setelah hampir setengah hari menghabiskan waktu diluar. Untung saja Papa sudah ada dirumah, jadi setidaknya Andi ada teman bicara selain Fera.

"Gimana kabarmu, Andi? Maaf ya tadi pagi saya buru buru pergi, tidak sempat ngobrol banyak denganmu."ucap Papa.

"Baik, Om. Ah gak apa apa om, tadi juga kami langsung pergi kok."

"Betah kamu jadi orang bule? Hahaha"celetuk Papa

"Betah gak betah sih, om. Yang jelas, kangen sama masakan Indo, terutama masakan ibu, hehe,"

"Lho bukannya disana juga sudah ada beberapa restoran Indonesia?"

"Ada sih, tapi tetap saja ada bedanya om."

Andi dan kedua orang tua Fera memang sudah lama kenal, jadi mereka pun sudah menganggap Andi sebagai anak sendiri. Terlebih mereka tidak memiliki anak laki laki.

"Om, ada yang ingin Andi tanyakan, tapi mohon maaf sebelumnya kalau Andi lancang."

"Alahh, santai saja, Ndi. Kaya sama orang lain saja. Mau tanya apa?"

"Hmm…. Apakah benar, kalau Fer akan dijodohkan dengan mantan kekasih Feli, Daffa?"