"Ehhh… Bu Firda, Pak Teddy, akhirnya kalian datang juga,mari masuk." seru Mama Daffa di depan pintu rumahnya.
"Maaf sedikit telat, Bu Arni. Tadi kami terjebak macet dijalan."ucap Mama Fera.
"Ah santai saja Bu, loh.. Fera mana?"
"Ada Bu, dia sedang memakirkan mobil, tadi dia yang nyetir."
"Astaga, Daffa! Tolong bantu Fera dulu, kasihan dia."teriak Bu Arni.
"Gak usah repot repot tante, aku sudah selesai kok."sahut Fera buru buru menghampiri orang tuanya dan Bu Arni.
Tak menunggu waktu lama, mereka pun bergegas untuk makan malam bersama. Fera terlihat sedikit canggung dan sesekali menarik narik ujung gaun nya yang menurut Fera terlalu mini untuknya.
"Wah besar juga ya rumahnya Daffa.. Ada kolam berenang nya lagi diluar,"ucap Fera dalam hati sambil melihat lihat sekitar saat menuju ruang makan.
Sesampainya di meja makan, belum terlihat Daffa dan Siska disana. Para orang tua terlihat berbincang bincang satu sama lain. Fera hanya terdiam bosan karena tak ada teman bicara.
"Halo semua, maaf menunggu."ucap Siska yang baru datang dan langsung duduk di kursinya.
"Sis, Daffa mana?" bisik Bu Arni.
"Sebentar lagi nyusul katanya Ma," jawab Siska.
Tak lama kemudian, Daffa pun datang dengan mengenakan baju polo shirt berwarna putih dan celana jeans hitam.
"Selamat malam, om dan tante. Bagaimana kabarnya, sehat?" ucap Daffa sembari mencium tangan orang tua Fera.
Daffa menyambut Mama dan Papa Fera dengan baik tanpa sekalipun melirik ke arah Fera. Berulang kali Siska mencubit tangan Daffa diam diam sebagai tanda kalau Fera sudah terlihat kesal dengan ulahnya.
"Mau main gila ya kau, Daffa! Bisa bisanya ia tidak melihatku atau mengucapkan sesuatu padaku sedikitpun! Lihat saja nanti."gumam Fera. Ia menatap sinis kearah Daffa yang tepat bersebrangan dengannya di meja makan.
"Gimana makanannya, Fer? Enak gak?"tanya Bu Arni.
"Enak tante, pas!"
"Ngomong ngomong, kamu cantik sekali malam ini, benar kan, Daf?"
"Iya Ma."jawab Daffa singkat. Lagi lagi ia menjawab tanpa melihat Fera.
Walaupun situasi keduanya sedikit aneh. Namun, acara makan malam itu berlangsung lancar dan bahagia untuk keluarga mereka. Dipenuhi canda gurau, dan godaan yang sesekali di lontarkan pada Daffa dan Fera.
"Sis, taruh semua piring kotor ini ke dapur ya."ucap Bu Arni pada anak perempuannya itu.
"Ayo Sis, aku bantu. Tante, aku saja yang mencuci piring nya ya."kata Fera.
"Eh jangan Fer, nanti biar Siska dan tante saja. Pembantu kami sedang pulang kampung. Jadi kami handle sendiri semua pekerjaan rumah."
"Gak apa apa Tante, biar Fera saja. Udah Tante ngobrol saja sama Mama dan Papa."
"Iya Bu Arni, santai saja. Fera sudah biasa mengerjakan pekerjaan rumah kok. Dia yang paling rajin biasanya cuci piring hehehe"celetuk Papa.
Akhirnya Siska dan Fera pun pergi menuju dapur untuk mencuci piring bersama. Daffa belum berkomentar apapun, dan hanya sibuk dengan gadget nya saja.
"Kak Fera, maafin aku ya yang soal kemarin. Aku terpaksa…"
"Ah, sudah. Lupakan saja Sis. Lagipula semua ini akan tetap terjadi walaupun kamu tidak memberitahukan Daffa tentang waktu itu. Rencana orang tua kita kan diluar sepengetahuan aku dan Daffa. Jadi ya, sudahlah. Maafkan juga aku sempat marah marah padamu."ucap Fera memotong pembicaraan Siska.
"Terimakasih Kak Fera."jawab Siska.
Sesaat setelah berbincang dengan Siska, tiba tiba Fera terdiam.
"Aku jadi teringat Andi. Situasi dia waktu itu sama seperti Siska. Lalu, untuk apa aku marah kepadanya ya? Kalaupun ia tidak memberitahu soal rencanaku pada Mama dan Papa, mereka tetap akan menjodohkan aku dan Daffa karena itukan permintaan terakhir Feli,"ujar Fera dalam hati.
"Yang bener dong kalau ngerjain sesuatu tuh! Lihat piringmu, masih banyak sabunnya!"seru Daffa memecahkan lamunan Fera.
"Apaan sih kamu?! Baru datang bukannya bantu kami malah komentar!"balas Fera.
"Idih, ya kamu aja yang selesaikan pekerjaanmu bersama Siska. Kan Papamu sendiri yang bilang, kalau kamu sudah biasa begini."ledek Daffa sambil menyilangkan tangan dan menyandarkan bahunya di dinding dapur.
"Menyebalkan sekali, dia fikir dia siapa?! Aku benci lelaki ini!"gumam Fera.
Ia tak menjawab ucapan Daffa dan langsung menyelesaikan pekerjaannya. Setelah selesai, Fera dan Siska kembali menuju ke ruang tamu bersama orang tuanya.
"Tunggu. Sis, kamu duluan saja. Aku mau bicara dengan Fera."ujar Daffa menghentikan langkah Fera dan Siska.
"Ba-baik Kak."jawab Siska.
"Ikut aku."ucap Daffa pada Fera.
Fera terdiam dan mengikuti kemana perginya Daffa. Sepertinya, ia mengajak Fera ke taman belakang rumahnya.
"Duduk sini."
"Ada apa?" tanya Fera sinis.
"Kamu terlihat sangat cantik hari ini…."
Fera mengerutkan dahinya dan pipinya memerah mendengar ucapan Daffa.
"Tapi tetap saja tidak secantik Feli."
"Kalau kamu mengajakku bicara hanya untuk membanding bandingkanku dengan kembaranku. Aku pergi saja. Gak jelas!"
"Eitss, tunggu dulu. Santai, jangan marah dulu. Aku hanya bercanda dan mencoba mencairkan suasana."jelas Daffa.
"Bercanda katamu? Itu tidak lucu."
Fera kembali duduk di kursi taman itu dengan perasaan kesal dan memalingkan pandangannya dari Daffa.
"Aku rasa, kita tidak bisa terus terusan saling benci satu sama lain. Diluar ini adalah keputusan orang tua kita, kita pun juga sebelumnya saling kenal dan sama sama sudah dewasa, kita bukan orang asing. Jadi ada baiknya kita menjalin hubungan layaknya seperti pertemanan biasa saja. Soal rasa, kita pikirkan saja nanti."
"Kalau boleh jujur, akupun gak tahu lagi harus bagaimana. Rasanya baru kemarin aku melihat kamu berhubungan dengan Feli, sekarang malah begini."ujar Fera.
"Ya, kita jalani saja mengikuti alurnya. Seandainya nanti kita tidak menemukan kecocokan, aku rasa orang tua kita pun tidak akan memaksa."
Suasana tiba tiba menjadi hening, angin berhembus kencang dan mulai terasa dingin di sekitar taman. Tanpa mereka sadari, Siska dan Bu Arni memperhatikan mereka dari jendela rumah.
"Ngomong ngomong, Daf. Mamamu sayang banget ya sama Feli? Sampai sampai.. ia sudah tiada pun, masih mau menjodohkanmu dengan kembarannya hehe,"
"Yang aku lihat sih begitu,Fer. Tapi memang, baru kali ini Mama seperti itu. Kalau sama mantanku yang lain biasa aja."jawab Daffa.
"Tidak heran sih, Feli memang perempuan yang baik dan cocok jadi menantu idaman."ucap Fera sambil menundukan kepalanya.
"Aku juga yakin, kembarannya pun tidak akan jauh berbeda darinya…."
Deg..
Fera kaget mendengar hal itu, kini keduanya saling bertatapan dalam waktu singkat yang membuat mereka salah tingkah.
"Ah, semakin malam sudah mulai terasa dingin nih, masuk yuk kedalam."ujar Fera.
"Eh, oh iya Fer."jawab Daffa malu.
Keduanya masuk kedalam rumah dan terlihat canggung satu sama lain. Waktu menunjukkan jam 10 malam, keluarga Gunawan pun pamit pulang.
"Hati hati dijalan ya, Fer."ucap Daffa pada Fera sambil memberikan senyuman hangat padanya.