Kriingg.. Kriingg..
26 panggilan tak terjawab di hp Feli dari Daffa. Fera masih menyimpan hp kembaran nya tersebut. Ia masih belum bisa berbicara apa apa pada siapapun, matanya sembab, pandangannya kosong, kadang sesekali ia mengelap air matanya dengan tangan tanpa alas apapun.
"Ini seperti mimpi buruk yang menjadi nyata dan akulah pemeran terjahatnya."
Kalimat yang terus membayangi benak Fera.
Sejak diantarnya jenazah Feli ke rumah, belum ada satupun anggota keluarga Gunawan yang berinteraksi. Mereka hanya menangis, terkadang Papa sesekali memeluk Mama dan berusaha tegar. Papa memutuskan untuk tidak banyak memberitahu pada orang ataupun keluarga tentang berita kepergian salah satu anak kesayanganya itu. Karena mereka tidak terlalu dekat dengan keluarga besar terlebih banyak sekali keluarga yang tinggal di luar negri.
Suasana duka, ditambah hujan dan dingin menyelimuti acara pemakaman Feli sore hari ini.
.........….
"Fera, makan dulu Nak, kamu belum makan sejak kemarin, ayo kita sarapan bersama." Papa mencoba tegar dan menguatkan istri dan anaknya agar bisa mencairkan suasana yang sedang berduka ini.
Hari kedua kepergian Feli suasana rumah keluarga Gunawan tampak hening, dingin dan sepi.
Fera terjaga semalaman setelah pulang dari pemakaman Feli, ia diam di kamar nya, menatap atap langit langit, dengan air mata penuh penyesalan yang terus berlinang. Ia mengabaikan semua pemberitahuan di hp nya maupun di hp kembaranya yang masih ia simpan sampai saat ini.
Namun, ada satu pesan yang ia kirimkan, yaitu pada sahabatnya, Andi.
"Ndi, semuanya sudah berakhir. Aku kakak terburuk di dunia."
Pesan bermakna tidak jelas itu membuat Andi penasaran apa yang dimaksud Fera, ia membalas pesan nya, bertanya, telepon pun tidak dijawab maupun diangkat Fera. Hanya kalimat itu yang ia terima dari Fera.
Hari ini Fera mencoba sedikit bangkit, karena ia tahu ia harus menguatkan orang tuanya, sekarang ia menjadi anak tunggal yang harus menjaga kedua orang tuanya sendiri seperti pesan terakhir Feli di nafas terakhir nya.
"Baik Pa, sebentar lagi Fera kebawah untuk sarapan."
Fera berencana siang ini akan mencoba menguatkan diri untuk membalas dan menjelaskan pada Daffa ataupun Andi tentang kepergian saudara kembar nya. Namun, ia belum siap dan juga sedikit malas untuk bercerita jelas pada Daffa. Bukan tanpa alasan, sesuatu yang gagal disampaikan pada Feli tentang Daffa adalah alasan utama nya dan hanya Andi yang mengetahui hal itu.
"Sayang..kamu kemana?"
"Kamu sibuk atau lagi apa?"
"P"
"Sayang aku izin pamit pergi ke Semarang karena nenek ku sakit, mungkin sekitar satu mingguan lagi aku pulang"
"Halo"
"P"
Sedikitnya isi pesan Daffa yang masuk ke hp Feli, ia tak tahu kalau pertemuan kemarin adalah pertemuan terakhir dengan kekasihnya yang kini telah tiada.
"Hai sayang, maaf aku baru kasih kabar, aku lagi gaenak badan jadi baru liat hp sekarang."
Entah apa yang ada di pikiran Fera, ia membalas pesan Daffa seperti seakan akan bahwa ia adalah Feli.
Dengan ekpresi wajah datar lalu ia beranjak pergi dari kamarnya setelah mengirimkan pesan tersebut pada Daffa.
Andi sedikit bingung dan terdiam sesaat setelah menerima telepon 15 menit yang lalu. Fera menelepon nya dan menjelaskan apa yang terjadi saat di Café 3 hari yang lalu.
Hal yang ia takutkan akan masalah Fera pun terjadi, karena sampai detik ini Fera sama sekali belum memberitahukan kejadian sebenarnya pada Daffa dan ia tetap berperan sebagai Feli di ponsel kembaranya tersebut. Tentu saja Andi merasa sedih dan turut berduka atas kepergian Felicia, namun ia cukup menyesal karena tidak sempat memberitahukan pada Feli tentang permasalahan Daffa dan Fera yang menurutnya janggal. Tapi karena ia tetap menghargai sahabatnya, Fera …ia diam dan tidak mau ikut campur masalah si kembar itu.
"Aku harap kamu mengerti dan tetap tidak menceritakan apa apa pada orang lain atas apa yang aku lakukan sekarang."
"Ta-tapii Fer.."
"Percayalah Andi, aku tidak berniat jahat. Ini demi kebaikan hubunganku dengan Daffa, dan juga adikku."
Akhir percakapan Andi dan Fera di telepon, apa boleh buat Andi tetap tidak bisa berbuat banyak, ia hanya bisa mengingatkan sahabatnya saja.
Sementara itu, keluarga Gunawan memutuskan untuk berbicara serius tentang Feli di ruang tamu rumah mereka. Mama sudah cukup kuat dan tegar untuk maju membahas tentang ini.
"Fera, Mama dan Papa sudah berdiskusi tadi malam, kami merasa ini jalan yang terbaik untuk diambil." Mama berbicara dengan wajah penuh harap dan masih ada raut duka terselip sambil menggenggam tangan Fera.
"Kita tidak akan memberitahu pada keluarga jauh atas kepergian Felicia, cukup keluarga dekat saja dan Papa juga bilang pada mereka untuk menyimpan kabar duka ini diam diam."
"Tapi kenapa begitu Pa? Keluarga jauh kan keluarga kita juga? Seperti Om Adam, Tante Vina dan lainnya, walaupun kita tidak begitu dekat, Fera rasa mereka wajib diberitahu."
"Iya betul Nak, tapi ada sesuatu yang tidak bisa kami ceritakan padamu tentang keluarga jauh, bukan tidak bisa, namun mungkin sekarang bukan waktu yang tepat."
"Mama mohon Nak,dengarkan apa kata Papa dan Mama juga ya sayang, Ini demi kebaikan kita." Mama memelas pada Fera.
"Baiklah kalau memang itu yang terbaik." Fera mengangguk.
"Soal teman teman kalian di sekolah baik temanmu atau Feli, Papa percayakan padamu ya Nak,silahkan sebijak mungkin memberitahu mereka tentang kabar ini, Papa dan Mama hanya minta didoakan saja untuk kembaranmu dan keluarga kita."
"Iya Pa."
Pernyataan papa soal kabar duka dan teman teman menambah rasa kepercayaan diri Fera untuk melanjutkan rencana nya pada Daffa. Ia semakin yakin kalau ia bisa mengatasi semua nya sesuai yang ia inginkan.
Kondisi di kota ini memang sedang tidak baik, virus mematikan sedang melanda di seluruh dunia tak terkecuali Kota Bandung. Situasi tersebut juga jadi hal yang dikhawatirkan oleh Papa kalau terlalu banyak orang yang diberitahukan soal kabar duka anaknya. Ia tidak mau ada kerumunan dirumahnya.
"Sayang lagi apa? Aku kangen nih hehehe." Pesan wa Daffa di ponsel Feli.
"Lagi ngobrol aja nih sama Mama, oh iya sayang kapan kamu pulang ke Bandung?" balas Fera.
"Mudah mudahan akhir pekan ini aku pulang, karena banyak peraturan sekarang kalau bepergian keluar kota, nanti aku pasti kabari ya!"
Sambil berbalas pesan dengan Daffa, Fera melihat lihat isi ponsel Feli, baik dari pesan teks sms, wa dan media sosialnya. Ada sesuatu yang menarik perhatian Fera, ia melihat sesuatu di folder catatan ponselnya ..banyak sekali tulisan disana. Sepertinya itu adalah diary singkat Feli yang ditulis di hp.
Ada sekitar 56 catatan yang ada di sana dengan kurang lebih sekitar 100 kata isinya.
"Apakah tak apa kalau aku membaca ini? Berdosakah aku?" Tanya Fera dalam hati.
Akhirnya malam itu ia memberanikan diri untuk membaca semua catatan Feli di ponsel pribadi nya. Ia merasa salah namun merasa benar juga dalam waktu yang bersamaan.
"Aku kan kembaranya, jadi sepertinya sah sah saja kalau aku melihat lihat."
Fera tidak cukup tahu tentang apa yang kembaranya catat di diary nya itu, ia berharap isinya bukanlah hal hal aneh tentang dirinya dan ia percaya kalau hal seperti itu tidak mungkin ada karena ia tahu Feli sangat menyayanginya.