Ting!
Sebuah pesan masuk ke dalam ponsel Arasha, gadis cantik yang kini tengah menyeruput es kopinya seraya menemani putra tampannya, Azriel.
"Apaan nih?!" Merasa tertarik dengan nama si pengirim pesan yang tak lain dan tak bukan adalah Ulfa, Arasha membuka pesan tersebut dengan segera.
Dan benar saja, isinya sesuatu yang tidak mengenakkan untuk dilihat.
Ulfa baru saja mengirimkan gambar berupa dirinya dengan Arland yang sedang bermesraan. Terlihat jelas Arland memeluk si pelacur itu dari belakang dengan romantisnya.
Tak lupa, Ulfa juga menambahkan caption dari foto tersebut.
Ulfa : Sa, gue pinjem suaminya dulu ya… makannya kalau di ranjang tuh yang panas biar suami gak berpaling ke lain hati, haha!
Arasha sedikit geram. Dia geram karena tidak bisa memamerkan apapun pada si pelacur satu itu. Dia juga geram karena tidak bisa membalas dendam. Alhasil, yang bisa Arasha lakukan hanyalah diam.
Ya, diam dan tidak membalas pesan itu.
Dia mengabaikannya, sampai akhirnya datang pesan kedua.
"Apaan lagi sih! Enek gue lihatnya. Mau lo berdua bulan madu kek, terang bulan kek, bulan sabit kek, gak peduli gue!" Gerutu Arasha.
Meski menggerutu seperti ini, jemarinya tetap saja membuka pesan yang baru masuk tadi. Pesan yang rupanya dari Arland, suami Arasha sendiri.
Ya, suami sah yang saat ini sedang bulan madu dengan istri keduanya.
Sama seperti Ulfa, Arland juga mengirimkan gambar. Kali ini gambar yang sedikit lebih intim. Dimana Arland sedang memangku Ulfa sembari mencium lehernya.
Sungguh, Arasha tidak cemburu. Dia bahkan tidak peduli.
Arland : Gue bahagia sama Ulfa. Mendingan lo cepetan deh hubungin Dylan, terus minta balikan biar bisa bahagia juga.
Pesan itu Arland kirimkan setelah gambar sialan tadi.
Arasha menarik nafas panjang, melirik Azriel. Setelah melihat putranya, amarah Arasha langsung surut seketika. Otaknya juga langsung bisa berpikir dengan jernih. Memang, putranya ini sangat ajaib dalam hal menangani amarah Arasha.
Seraya menggerakkan lehernya ke kanan dan ke kiri, Arasha menjawab pesan dari suaminya.
Arasha : Gak perlu. Gue bisa bahagia sendiri tanpa laki-laki.
Tidak ada lagi balasan dari Arland setelahnya. Pesan yang Arasha kirimkan seolah menjadi penutup untuk keduanya.
"Mommy?" Suara Azriel terdengar di telinga Arasha. Gadis itu langsung turun dari kursi, menghampiri putranya yang begitu tampan.
Sangat tampan dengan manik berwarna birunya. "Kenapa Riel?" Tanya Arasha.
"Riel bingung sama Grandpa, Mom. Kenapa Grandpa gak pulang-pulang ya? Padahal 'kan Grandpa di luar negeri juga gak ngapa-ngapain. Orang yang kerja Mommy." Sahut Azriel. Putranya itu memang pemikir sejak dini.
Dan semua yang dipikirkan sangatlah konyol. Hal-hal tidak penting bisa menjadi penting untuk Azriel.
"Grandpa juga kerja, Riel. Kalau Grandpa gak kerja, Riel makan apa?!" Balas Arasha.
Azriel memicingkan matanya, menggeleng gemas. "Katanya kerja, tapi kok gak pernah pulang?! Kerja buat diri sendiri kalau gitu namanya. Mana Grandpa janji sama Riel mau beliin Riel pesawat terbang." Bocah laki-laki satu itu tampak mengerucutkan bibirnya.
Arasha mengusap wajahnya kasar, sedikit frustasi. "Grandpa janji gitu ke kamu? Mau beliin kamu pesawat terbang?"
Azriel menganggukkan kepalanya. "Iya. Grandpa janji ke Riel. Katanya mau beliin Riel pesawat terbang."
Sontak, Arasha tertawa terbahak-bahak. Pesawat terbang? Yang benar saja. Arasha minta ganti mobil saja sampai sekarang belum dibelikan. Dan ini pesawat terbang?! Yang ada, harapan Azriel terbawa terbang dan tak kembali.
"Berhenti mimpi kamu, Riel! Grandpa gak akan beliin Riel pesawat terbang. Beliin Mommy mobil aja enggak mau." Cibir Arasha.
Azriel menatap Arasha dengan wajah menyedihkan. "Grandpa gak akan beliin Riel pesawat terbang?"
Giliran Arasha yang mengangguk. "Hm. Gak akan. Jadi, Riel mending gak usah berharap sama Grandpa. Oke?"
Riel cemberut. Sangat cemberut. Dia terlihat emosi. "Ih! Terus Riel harus berharap sama siapa?! Mommy?! Gak mau! Mommy juga sama miskinnya sama Grandpa!" Cibir Riel.
Arasha membeku, merasa tertohok. "What?! Riel bilang Mommy miskin?!"
"Iya! Mommy miskin. Buktinya Mommy kerja terus sampai jarang pulang. Dimana-mana orang kaya gak kerja, Mommy!" Astaga, putranya itu. Sedikit menjengkelkan ternyata.
"Y-ya gimana. Mommy juga butuh kerja." Arasha sedikit kagok.
Azriel melipat kedua tangannya di depan dada, berlagak seperti oranh dewasa. "Mommy gak mau cariin Riel Daddy?! Yang kaya raya dan bisa beliin Riel pesawat terbang."
'Apalagi ini ya gusti…' Arasha membatin dalam hati.
"Gak ada lah! Mana mungkin Mommy dapetin Daddy yang bisa beliin… tunggu." Arasha terdiam sejenak.
Arland menjalankan bisnis keluarganya. Meski belum sepenuhnya memegang semua bisnis yang ada, tetapi… dia cukup kaya raya. Dan bisnis yang keluarga Arland miliki adalah bisnis penerbangan. Dimana Arland memiliki banyak pesawat terbang. Baik pribadi ataupun umum.
Arasha menelan ludahnya susah payah, tidak tahu harus berkata apa. "Shit! Ini gak mungkin kebetulan 'kan?"