"Sa, dia anak siapa?" Netra berwarna coklat milik pria berkaos abu-abu tersebut mengarah pada Azriel, bocah laki-laki yang masih balita.
Tepat di depan Azriel, ibunya terdiam mematung dengan ekspresi yang sangat syok. Tidak pernah sekalipun dia berpikir akan bertemu dengan Dylan di sini.
Arasha mengenal Dylan dengan baik. Bagaimanapun juga, pria itu adalah mantan kekasihnya. Dan dia tau kalau Dylan sangat jarang pergi ke mall. Bahkan, cenderung akan pergi hanya saat dengan keluarganya.
Sayangnya, perkiraan Arasha salah besar. Dylan, pria yang dia hindari kini ada di depannta. Melepas penat dengan berjalan-jalan seorang diri di salah satu mall terbesar di sini.
"Asa?" Suara Dylan disertai sebuah tangan di pundaknya membuat kesadaran Arasha kembali.
"Eh, iya Dylan?" Tanya dia.
Dylan melirik ke arah Azriel menggunakan ekor matanya, dan mengulang pertanyaan nya. "Anak siapa Sa?"
Jangan tanya bagaimana paniknya Arasha saat ini. Dia kalang kabut sendiri dengan pertanyaan itu. Tidak mungkin Arasha menjawab jujur bahwa Azriel adalah putra kandungnya.
"Dia an—"
"Anak gue, Lan!" Raya, sahabatnya selalu menjadi penyelamat untuknya. Dia langsung merangkul Azriel dan mengakui bahwa Azriel adalah putranya.
Dylan tentu percaya. Lagipula dia sudah cukup lama tidak bertemu dan bertukar kabar dengan Raya. Jadi, tidak menutup kemungkinan Raya sudah menikah.
"Anak lo ternyata, Ray? Nikah kapan?" Dylan sedikit basa-basi.
"Nikah pas habis lulus sekolah. Kebetulan gue nemu cowok ganteng, akhirnya gue nikahin. Eh maksudnya gue dinikahin." Raya yang sudah terbiasa berbohong demi Arasha tentu terlihat sangat natural. Dan ini membuat Arasha bisa bernafas lega.
Tetapi sayangnya, nafas lega Arasha itu tidak bisa bertahan lama. Karena beberapa menit setelahnya, Azriel dengan kurang ajarnya menolak kebohongan yang ada.
"Ih, kok Tante Aya ngaku-ngaku Riel anak Tante Aya? Jelas-jelas Riel anak Mommy Asa!" Azriel mengoceh dengan kencangnya, membuat Arasha dan Raya seketika ternganga.
Raya menatap Arasha, mengangkat tangannya. "Gue udah coba tolongin lo tapi… anak lo malah menjerumuskan lo."
Arasha tidak bisa berbuat apapaun lagi. Dia hanya bisa pasrah dan menerima keadaan. Dilihatnya Dylan yang tampak kaget dan kebingungan.
"Jadi, dia anak siapa?" Tanya Dylan, ingin mendengar jawaban yang sejelas-jelasnya.
Merasa tak memiliki pilihan, Arasha mau tidak mau menjawab jujur. "Anak… gue." Dia sengaja menunduk, menghindari tatapan mata Dylan.
Dylan bukan lagi kaget atau syok. Dia sampai hampir serangan jantung mendengarnya. Bahkan, dia juga nyaris jatuh jika saja tangannya tidak dengan cekatan berpegangan pada pagar kayu kecil di sana.
Pikirannya mendadak kalut dan kosong. Dia tidak bisa memikirkan segala kemungkinan yang ada tentang mengapa mantan kekasih yang masih dia cintai sudah memiliki seorang anak laki-laki. Dan sialnya lagi adalah, mantan kekasihnya ini sekarang menjadi istri dari adiknya, Arland!
"Sa jangan bercanda! April mop udah selesai tau." Dylan memperhatikan Azriel dengan baik, mengamatinya.
"Dia seriusan anak kamu?"
Arasha hanya bisa menunduk malu. Dia tidak tau harus menjelaskan bagaimana. "Dia anak kandung aku, Lan."
Lidah Dylan yang kelu, nafasnya yang tercekat membuat suara dia terdengar serak. "S-seriusan Sa? Tapi gimana bisa? Enggak gitu. Maksudnya… siapa ayahnya?"
Kali ini, Arasha memilih bungkam. Raya yang melihat Arasha ketakutan dan kebingungan jadi tidak tega. "Lan, mending lo pergi deh. Asa—"
"Gue gak apa-apa, Ray. Lo katanya mau pulang 'kan? Pulang aja. Mungkin ini waktunya buat dia tau semuanya." Arasha memotong kalimat Raya. Dia tidak mau merepotkan Raya lebih banyak lagi. Apalagi jika sampai mengusir Dylan yang pastinya tidak mau pergi sebelum mendapatkan jawaban dari ribuan pertanyaan dalam pikiran pria itu.
Menuruti Arasha, Raya akhirnya pamit pergi. Dia meninggalkan Arasha dan Azriel dengan Dylan di sana. Entah apa yang terjadi, tetapi Raya tau Dylan tidak akan bertindak kasar.
Sepeninggalan Raya, Arasha mengajak Dylan untuk mengobrol di sebuah restoran karena Azriel kelaparan setelah bermain mandi bola.
Alhasil, di sinilah mereka bertiga. Duduk di kursi nomor dua dari pojok. Dimana Arasha duduk berdampingan dengan Azriel, sedangkan Dylan duduk di depannya.
Dua gelas kopi dengan jenis yang berbeda tersaji di atas meja, menemani beef salad dan pasta. Sedangkan Azriel sibuk mengunyah nasi kebuli miliknya.
"Jadi… apa aja yang mau lo tau?" Tanya Arasha setelah menyeruput kopinya.
Di depan dia, Dylan tak berkutik sedikitpun. Yang dia lakukan hanya memandangi Azriel tanpa henti.
"Siapa namanya?" Pertanyaan pertama ini langsung dijawab sendiri oleh si pemilik nama.
"Azriel Zacreus. Kenapa Om?"
Dylan tersenyum tipis, menghela nafasnya. "Panggilannya?" Suara dia yang semula penuh wibawa dan terdengar keras, mulai melunak.
"Panggilannya Riel. Kenapa Om?" Jawab Azriel.
Dylan tertawa kecil, menggeleng singkat. "Kalau umur?"
"Kata Mommy umur Riel empat tahun Om. Kenapa Om?" Azriel selalu mengakhiri setiap jawabannya dengan pertanyaan kenapa.
Dan Dylan tidak pernah menjawab satupun. Sehingga membuat Azriel geram.
"Empat tahun, Sa?" Baru saja Dylan hendak mengobrol dengan Arasha, suara Azriel menginterupsinya.
"Om bisa jawab pertanyaan Riel dulu gak? Kenapa Om tanya-tanya tentang Riel? Emangnya Om siapa?!"