Arasha sudah bisa menebak hal ini. Jauh-jauh hari sebelum dia bisa kembali dekat dengan Dylan seperti ini, gadis itu sudah tau apa yang akan terjadi apabila Dylan melihat sosok Azriel. Itulah mengapa Arasha memilih untuk menyembunyikan Azriel. Biarlah dia menutup akses Azriel untuk mengenal dunia luar asalkan tidak dilihat oleh Dylan maupun Arland.
Dan hari ini, ketakutan yang sejak dulu membayangi hidupnya terjadi juga. Dylan bertemu Azriel dan… ya, berpikir bahwa Azriel mirip dengan Arland.
"Sa? Please… jelasin semuanya. Otak aku gak bodoh, tapi… rasanya aku gak bisa terima ini. Apa yang ada di pikiran aku salah besar 'kan Sa?!" Sentak Dylan, menyadarkan Arasha yang asik berkecimpung pikirannya sendiri.
Hari ini, di tempat yang tidak pernah Arasha perkirakan, akankah semua rahasia masa lalu yang dia kubur terbuka? Jika iya… Arasha berharap Azriel tidak mendengarnya.
Gadis cantik itu berbisik sejenak pada telinga Azriel, menyuruhnya untuk bermain di sebuah area anak-anak yang kebetulan di sediakan oleh pihak restoran.
"Kalau Riel gak mau gimana? Riel 'kan kepo Mommy mau ngomongin apa sama Om kaya raya ini." Azriel tentu tidak akan menurut begitu saja. Arasha yang harus susah payah putar otak untuk bisa mengusir halus putranya ini.
"Riel… ini pembicaraan orang dewasa. Dan karena Riel masih anak-anak, Riel gak boleh dengar." Katanya.
Azriel berdecih, menggeleng kuat. "Mommy ngusir Riel maksudnya ya?!" Kesalnya.
"Bukan ngusir, astaga…" Arasha pusing sendiri.
Dan kesalnya, Riel justru lebih pintar bicara daripada ibunya. "Kalau gak ngusir terus apa dong?! Jelas-jelas Mommy ngusir Riel!"
Arasha sekarang hanya bisa pasrah. "Ya udah iya, Mommy ngusir kamu dikit. Sekarang, kamu ke sana ya? Main di sana."
"Diusir kok mau? Riel bukan olang bodoh, Mommy!" Tolak Riel mentah-mentah.
Sudahlah, otak Arasha sudah berasap. Sebentar lagi meledak.
Untungnya, sebelum otak Arasha meledak, Dylan datang bagai malaikat penolong. "Riel turutin ucapan Mommy. Nanti saya kasih kamu sesuatu."
"Kasih apa? Kalau permen Riel gak mau ya. Nanti gigi Riel bolong, terus Riel gak goodlooking lagi." Dasar bocah terlalu sarkas.
"Bukan permen!"
"Terus apa? Es krim?! Riel doyan sih. Cuman Riel bisa beli es krim sendiri. Kalau Om mau nyogok Riel pakai itu, gak mempan."
Untungnya, Dylan tidak kehabisan akal meski sejujurnya dia nyaris menyogok bocah empat tahun itu menggunakan es krim.
"Action figure iron man keluaran terbaru." Dylan harap-harap cemas. Dia takut jika ternyata Azriel tidak menyukai film superhero.
Tetapi, melihat bagaimana wajah Azriel tersenyum, jantung Dylan seketika berdetak normal.
"Deal!"
Dylan tersenyum, melihat kepergian Azriel.
Baru saja Dylan ingin membahas yang sebelumnya, Azriel tiba-tiba datang lagi menyodorkan jari kelingkingnya. "Om janji dulu!"
"Astagadragon. Apalagi sih?!"
"Janji dulu. Riel udah pengalaman sering di tipu soalnya. Dan Riel selalu belajar dari pengalaman."
"Oh My gosh! Umur empat tahun ngomong tentang pengalaman?!" Dylan menepuk jidatnya. Muak dengan Azriel, pria tampan berkaos abu-abu itu segera menautkan kelingkingnya pada jari kelingking Azriel.
"Nah gini dong. Bye-Bye Mommy!"
Dylan sangat berharap Azriel kali ini benar-benar pergi. Dia tau itu sedikit keterlaluan. Tetapi, kesabaran Dylan sudah mulai menipis.
"Oke, Sa… jelasin semuanya sekarang sebelum itu setan kucrit muncul lagi." Dylan terlihat tergesa.
Arasha tertawa. Dia tidak tersindir. Lagipula, dia juga sering kewalahan menghadapi Azriel yang sikapnya sedikit tidak manusiawi. Malah setaniawi.
"Pertama, jangan sebut anak aku setan lagi. Walau kelakuannya mirip dan aku gak marah, tetap aja aku gak bisa kalau anak aku dikatain gitu."
Dylan mengangguk tanpa menjawab apapaun.
Sekarang, tinggal ke inti pembahasan mereka. Tentang masa lalu yang Arasha tutupi serapi mungkin.
Sebelum mengungkapkan semua ini, dia terlebih dahulu menarik nafas panjang, mempersiapkan diri.
"Kamu benar tentang sebelumnya." Arasha membuka dengan kalimat yang ambigu.
"Tentang apa Sa? Tentang yang mana?" Meski pikiran Dylan sudah melalangbuana ke area negatif, dia tetap berusaha mengarahkan pikirannya agar ke arah positif. Dia sangat berharap tebakannya kali ini salah total. Karena jika benar, semuanya akan sangat rumit.
Di sisi lain, sama seperti Dylan yang pikirannya sedang rumit, Arasha juga demikian. Berat untuk mengatakan hal ini setelah dia pendam selama bertahun-tahun. Tetapi, Arasha tidak bisa lagi menghindar. Cepat atau lambat Dylan akan tau. Dan sebelum Dylan mengetahui hal ini dari orang lain, akan lebih baik jika Dylan tau darinya.
Jadi, dengan sangat berat hati, Arasha menjawab jujur. "Kalau Azriel adalah anak Arland."
"Fuck!"