Dylan tidak menjawabnya. Dia tidak menjawab pertanyaan Arland sebelumnya. Bahkan, hingga minggu berikutnya datang, Arland masih belum tau semuanya.
Dua minggu sudah Arland dan Arasha tidak bertemu. Yang Arasha tahu, Arland sedang sibuk bulan madu di Amalfi Coast, Italia. Padahal, Arasha tidak tau saja kalau sebenarnya Arland mengungsi di rumah Dylan.
Dan Dylan juga tidak memberitahu Arasha. Dia tidak banyak ikut campur tentang hubungan mereka. Karena Dylan menghormati mereka. Walaupun Dylan mencintai Arasha dan merupakan mantan kekasih Arasha, dia sadar Arasha sekarang sudah menjadi milik Arland sepenuhnya. Jadi, tidak ada hak untuknya membocorkan hal-hal antara mereka satu sama lain. Bahkan, sekecil apapun itu.
Setelah hari itu, hari dimana Dylan mengenal Azriel, Dylan jadi sering mengunjungi Azriel dan Arasha. Tak hanya untuk menepati janjinya pada Azriel, Dylan juga ingin bermain dengan keponakannya. Dengan putra dari Arland Maurozeas Cashel, adik beda orang tua dengannya.
Dan hari ini, setelah dua minggu berlalu, Arland akhirnya pulang ke rumahnya dengan Arasha. Dia akhir pekan, lebih tepatnya hari minggu.
"Sa?! Woy?! Ngelonte lo?!" Baru saja tiga langkah masuk rumah, Arland sudah berteriak kesetanan mencari Arasha.
Dia tidak tau saja jika Arasha baru tidur karena setelah semalam suntuk mengurus banyak pekerjaannya yang terbengkalai. Bagaimanapun juga besok dia sudah mulai masuk kerja.
Masih tak kunjung mendapat jawaban, Arland mulai melangkah menaiki tangga menuju lantai dua. "Asa?! Hellow?! Asa?!" Teriakan Arland tak henti-henti. Padahal dia tak memiliki maksud khusus memanggil istrinya. Hanya ingin tau saja apakah istrinya ada atau tidak.
Sampai akhirnya, Arland tiba di depan kamar Arasha. Dia melihat Arasha yang tidur dalam keadaan terlungkup.
Gadis itu tak menutup pintu. Dan di bawah lantai ada banyak kertas yang berserakan. Jangan lupa dengan laptop yang masih terbuka di atas bantal.
"Gila ya ni cewek?! Bisa-bisanya tidur dalam keadaan kotor kayak gini." Komentar Arland dengan mata menelisik sempurna ke seisi kamar Arasha.
Perlahan tapi pasti, Arland masuk ke dalam kamar istrinya. Dia melangkah tanpa hati-hati sedikitpun, kemudian mengguncang tubuh Arasha.
"Sa?! Heh sadar! Pingsan lo?!" Sentaknya.
Arasha yang saat ini terlelap hanya dengan tank top berwarna putih dan celana pendek mulai mengerjapkan mata. "Engg… Riel jangan berisik." Ujarnya mengigau. Dia kira itu Azriel, putranya. Karena bagaimanapun juga, akhir-akhir ini Azriel lah yang selalu membangunkannya di pagi hari.
"Riel?! Selingkuhan lo?! Heh sadar bego!" Arland masih tak menyerah. Dia mengguncang tubuh Arasha lebih kencang lagi sampai Arasha tersadar.
"Riel— Arland?!" Arasha kaget. Dia segera duduk, mengucek mata.
"Kok lo di sini?!" Tanya dia.
Arland memicingkan mata, melemparkan sebuah bantal ke arah Arasha. "Pentil lo keliatan tuh. Bra pakai makannya!"
Arasha buru-buru menarik bantal itu agar menutupi dada.
"Arland?! Lo udah pulang?" Arasha tampak syok dengan kehadiran suaminya sampai tidak sadar menanyakan pertanyaan bodoh itu.
Arland mencondongkan tubuhnya, membungkuk di ujung ranjang dengan tatapan mata yang begitu intens. "Belum, Sa. Gue belum pulang."
"Terus ini mimpi?"
"Setan!" Jawab Arland asal.
Arasha bukannya takut malah menjadi lega. "Bener Arland ternyata."
"Lah kok?! Maksud lo?"
"Soalnya Arland kelakuannya kayak setan." Jawab Arasha santai. Dia memunguti beberapa kertas yang berserakan di sana.
Melihat hal itu, Arland entah bagaimana kesal sendiri. Arasha tidak asik pagi ini. Terlalu tenang. Padahal Arland berharap istrinya marah-marah.
"Masak sana. Laper gue."
"Gak dikasih makan sama Ulfa emangnya?" Balas Arasha dengan santainya.
Mendengar itu, Arland jengkel sendiri. "Jangan banyak tanya deh. Berisik tau gak?! Tinggal nurut apa susahnya sih!" Kesal Arland.
Arasha melirik Arland sejenak, mengangguk ringan. "Mau gue masakin apa?"
"Apa aja!" Arland dengan santainya berbaring di ata ranjang Arasha. Dia menutupi sebelah matanya menggunakan lengan berotot dia.
"Apa aja nya apa, Arland?! Ntar gue masak A, lo mintanya B. Lo 'kan cowok paling ribet yang ada di muka bumi." Arasha masih sibuk menata kamarnya.
Suara Arasha yang cempreng dan cerewet membuat Arland sakit kepala. "Sarapan enaknya apa sih?"
"Nasi uduk, nasi kuning, bubur ayam, atau mau yang kebarat-baratan dikit? Avocado toast, bagel and lox, pancake, breakfast burrito dan semacamnya." Arasha jadi seperti pramusaji yang menawarkan makanan.
Arland yang sebenarnya sudah lama di Indonesia tentu menginginkan makanan yang sedikit ke barat-baratan. Jadi, dia memilih, "Breakfast burrito sama Avocado toast. Oh iya, kalau lo bisa sekalian gorengin gue nugget."
Arasha berpikir sejenak, mengingat sesuatu. "Land, nugget nya gue kemarin salah beli. Gue belinya yang keju. Jadi, lo gak bisa makan. Secara lo alergi keju." Katanya lirih.
Tentu saja Arasha tau Arland tidak bisa makan keju mengingat putranya juga demikian. Azriel alergi keju juga. Dan itu menurun dari Arland.
Arland menghela nafas panjang, membuka matanya dan menatap Arasha tajam. "Bilang aja lo pelit. Sengaja beli keju biar gue gak bisa makan." Dengusnya kesal.
Arasha yang dituduh tentu tidak bisa tinggal diam. "Kalau gak percaya juga gak masalah. Atau kalau misalkan mau aku gorengin juga gak masalah. Tapi kalau ada apa—"
"Iya ah, bawel! Gak usah di gorengin! Sana masak, laper gue!" Potong Arland, merasa kesal.
Arasha berdecak, meletakkan setumpuk kertasnya di atas laptop dan keluar dari kamar.
Baru sampai pintu kamar, suara Arland tiba-tiba terdengar.
"Sa!"
"Apalagi?!"
"Riel itu siapa? Selingkuhan lo?"