21.
Brak!
"Are you serious, Arland?! Kau mencekik istrimu sendiri?!" Teriakan Alaric menyebar hingga ke luar mansion, membuat para pelayan yang mendengarnya mencicit ketakutan.
Selama beberapa tahun ini, amarah yang sebesar itu tidak lagi terdengar di mansion ini. Karena, memang tidak ada pemicunya. Akan tetapi, hari ini… amarah yang sebesar itu kembali.
Dan di tujukan pada putranya sendiri yang saat ini sedang duduk di kursi dengan kepalanya yang tertunduk lesu.
Arland bukannya menyerah. Dia memang takut pada sang ayah. Akan tetapi, kepalanya yang menunduk tidak mengartikan apapun. Itu hanya sebagai sebuah tameng agar sang ayah tidak melakukan hal yang lebih dari ini.
Hal yang lebih?
Alaric menamparnya, memukulnya, dan membuat wajah tampan Arland memudar menjadi penuh memar.
"Asa pergi tanpa memberitahu Arland, dan dia pulang terlambat." Ucap Arland, mencoba membela diri.
Sayangnya, upaya bela diri yang dilakukan oleh Arland tidak di dengar Alaric. Alih-alih mendengar dan mempercayainya, Alaric kembali memberikan sebuah pukulan pada Arland.
Bugh!
Bogem mentah Arland dapatkan hingga sudut bibirnya robek dan berdarah. Bahkan, wajahnya sampai menoleh keras ke arah kanan.
"Daddy tidak mau mendengar alasan apapun dari kamu, Arland!" Geram Alaric.
"Kamu tahu?! Dia anak perempuan ayahnya. Dia di jaga dengan baik oleh ayahnya. Tetapi, kau justru menyakitinya! Kau menyakiti perempuan yang dijaga baik oleh keluarganya. Apa kau sudah gila, Arland?! Kau pernah memiliki adik perempuan. Bayangkan jika adikmu—"
"Arland tidak bisa membayangkan apapun karena Lea sudah tidak ada. Lea sudah meninggal dunia karena kecelakaan sialan itu!" Potong Arland, meninggikan suaranya. Kelemahannya adalah sang adik. Sejak dulu sampai detik ini, hal tersebut masih berlaku.
Dan ucapan Arland tidak mampu membuat Rosea dan Alaric berkutik. Mereka hanya diam, mendengarkan. Karena sesungguhnya, kecelakaan hari itu juga menimbulkan sebuah luka tersendiri untuk mereka. Sebuah luka yang masih basah sampai hari ini. Luka yang juga membuat mereka selalu merasa tertampar setiap kali membahasnya.
"Arland!"
"Apa?! Kenapa Pah?! Sudah Arland bilang kalau Arland tidak bisa menjadi suami yang baik untuk Asa. Seharusnya kalian cukup menjodohkan Arasha dengan Dylan. Bukannya sok-sokan jodohin Asa ke Arland dan Dylan! Mami… Mami tahu sendiri kalau Arland belum siap menikah. Arland masih muda, masih suka bersenang-senang bukannya harus menikah seperti ini!" Teriakan kali ini lebih kencang lagi. Dan tentunya. Terdengar lebih menyakitkan. Dia menatap sang ibu yang sedang duduk di dekatnya.
"Arland…" Rosea mulai bersuara. Dengan suaranya yang begitu pelan dan lemah lembut. Dia mendongakkan kepalanya, menyugar rambutnya.
"Angel… mertua kamu sudah menyelamatkan kita, Arland. Dia menyelamatkan Mami dan Daddy kamu. Sebagai seseorang yang berhutang nyawa, Mami gak mungkin menolak sewaktu dia meminta tolong untuk menjodohkan putrinya dengan salah satu putra Mami." Ucap Rosea.
Sebuah fakta baru yang mengejutkan telah terbuka. Gemboknya terlepas oleh Rosea, dan kini di dengar oleh kedua orang yang terlibat dalam hal tersebut.
Arasha, gadis yang semula berada cukup jauh dari mereka perlahan mendekat. Dia menundukkan kepalanya, bergumam pelan. "Jadi ini permintaan Mamah?"
"Maaf, Sa… Maaf karena Mami harus berbicara di sini. Ya, ini permintaan Mamah kamu. Angel khawatir sama kamu. Dia takut kamu—"
"Gak ada yang perlu di khawatirin dari Asa, Mami. Asa baik-baik saja. Setelah lepas dari Dylan, hidup Asa… membaik." Pada akhir kalimat, dia terdengar begitu ragu untuk mengucapkan nya. Bibir dia seolah kelu dan tertahan.
"Jadi, ini permainan nyokapnya Asa? Ini permainan Tante Angel?!" Pria tampan bermanik biru safir, berkemeja hitam itu beranjak, menjulang tinggi di hadapan ibunya untuk menuntut sebuah kejelasan.
Dan Rosea yang sudah terlanjur memberitahu nya tidak ada pilihan selain memberikan apa yang Arland mau. Yaitu, penjelasan tentang pernikahan yang memang terdengar cukup konyol.
"Hm. Angel menolong Mami sama Daddy di malam kecelakaan itu. Berkat Angel, Mami sama Daddy masih hidup sampai detik ini, Arland. Dan kemarin, Angel menemui Mami, meminta tolong untuk menjodohkan anak-anak Mami dengan putrinya, Arasha. Dia bilang kalau dia khawatir karena Arasha sangat keukeuh tidak mau menikah dan mau menjadi single seumur hidup. Alhasil, Angel menjodohkan Arasha dengan kamu dan Dylan. Urusan Arasha memilih kamu dibandingkan Dylan, itu di luar kehendak kami. Tetapi, Mami yakin Arasha memiliki alasan tersendiri." Jelas Rosea panjang lebar.
Arland mengusap wajahnya dengan kasar. Dia menurunkan tubuhnya, berjongkok di depan sang ibu. "Kenapa harus dengan perjodohan, Mam?! Kenapa? Bisa pakai cara yang lain, tapi gak dengan perjodohan. Kalau seperti ini, sama saja mereka mengantarkan anaknya ke neraka, Mam. Ke neraka yang Arland buat!"
Sebagai seorang ayah, Alaric juga memiliki andil dalam masalah ini. Dia menepuk pundak Arland, membalas semua pertanyaan Arland. "Kenapa harus dengan perjodohan? Karena, mereka ingin putrinya bahagia. Dan mereka pikir, kau maupun Dylan masih sama seperti dulu. Mereka pikir, kau masih sangat menyayangi Arasha. Mereka pikir, kau masih pria jantan yang tidak bisa menyakiti perempuan. Harapan sebesar itu mereka tanamkan pada kamu, Arland. Itu alasan mengapa mereka memberikan Arasha padamu."
Arland menggeleng keras, masih berpikir bahwa alasan ini terdengat begitu konyol untuknya. "Enggak, Dad! Yang benar, mereka berpikir Arasha akan memilih Dylan. Dengan begitu, cinta yang sempat terputus selama bertahun-tahun, hubungan yang sempat redup bertahun-tahun, akan terjalin kembali. Tetapi nyatanya—" Arland menunjuk Arasha dengan mata tajamnya, melanjutkan. "— dia memilih Arland."