Chereads / Destroyed By A Billionaire / Chapter 20 - 20. Pengakuan Arasha

Chapter 20 - 20. Pengakuan Arasha

20.

Acara makan malam nyatanya tidak semenyenangkan itu karena Arland. Akan tetapi, tidak seburuk itu berkat Arasha yang begitu ceria dan selalu mencairkan suasana. Jika dilihat-lihat, Arland dan Arasha adalah perpaduan yang sempurna sejak dahulu kala.

Di saat Arland bersikap begitu rusuh dan pengacau, Arasha akan memperbaikinya. Ya, itu hanya berlaku untuk sekarang. Karena, dahulu justru kebalikannya. Arland begitu tenang dan selalu memperbaiki sesuatu yang dikacaukan oleh Arasha yang sangatlah cerewet dan ceroboh.

Acara makan malam telah selesai, mereka masih berada di ruang makan untuk mengobrol sejenak seraya menenangkan perut yang telah kenyang.

Arasha sejak tadi terus saja mengoceh, membicarakan banyak hal dengan Rosea.

"Kamu lebih suka yang warna putih? hm… kenapa menurut Mami bagusan yang warna abu-abu ya?" Gumam Rosea.

Keduanya sedang sibuk dengan sebuah tas keluaran terbaru dari brand ternama. Benar-benar keluaran terbaru mengingat ini desain ini baru di tunjukkan pada Rosea, belum ke ranah publik.

Dan Arasha begitu beruntung menjadi menantu dari seorang konglomerat.

"Itu karena Mami suka warna abu-abu. Jadi, semua yang warna abu-abu Mami bilang bagus." Ya, Arasha tahu selera sang mertua. Mereka sudah sedekat itu sampai tahu selera masing-masing. Karena, bagaimanapun juga mereka mengenal sudah belasan tahun lamanya.

"Jadi, kamu suka yang putih? Kalau gitu Mami ambil yang putih buat kamu, sama yang abu-abu buat Mami." Rosea tampak sibuk mengetikkan sesuatu di ponselnya, membuat Arasha tersenyum senang.

Dia bukan tipe orang yang munafik. Arasha memang bukan seorang wanita yang glamor atau suka berfoya-foya. Akan tetapi, dia tidak pernah menolak rejeki yang datang padanya.

"Mami yang bayar 'kan?" Tanya Arasha dengan wajah yang terlihat antusias.

"Ya iyalah, ya masa Mami mau nyuruh menantu Mami yang bayar. Gak mungkinlah!" Jawab Rosea.

Mertuanya ini benar-benar baik. Arasha jadi tidak menyesal memilih Arland. Setidaknya ada hal positif yang bisa dia petik dari pernikahannya dengan Arland. Salah satunya adalah sosok mertua yang begitu baik.

Di tengah kebahagiaan Arasha, tentunya ada seseorang yang tidak menyukainya. Dan pada kasus ini, orang tersebut adalah Arland Maurozeas Cashel. Sang suami yang sejak tadi mengamati Arasha tanpa henti.

"Matre lo. Sekarang gue tahu kenapa lo lebih milih gue daripada Dylan. Karena gue lebih kaya raya dan lo berpikir bisa dapetin semua harta gue 'kan?" Ketus Arland, menyindir Arasha secara terang-terangan.

Untungnya, hati Arasha tidak selemah itu. Jadi, sindiran dari Arland tidak akan memberi dampak besar untuknya.

Alih-alih tersindir, Arasha justru mendekatkan dirinya ke Rosea, berbisik cukup keras. "Mami, sejak kapan anaknya jadi suka sok tahu gini? Perasaan, dulu Arland gak sotoy deh." Bisik Arasha, sekaligus menyindir suaminya sendiri.

Arland yang mendengar nya tentu merasa geram. Dia melotot, sampai matanya nyaris copot. "Gibah teros… gibahin gue aja terus. Lanjut… untung kuping gue gak tajem, jadi gak akan kedengeran." Arland menutupi telinganya sendiri, berpura-pura tidak mendengar.

"Lah? Siapa juga yang gibahin kamu? Percaya diri banget…"

Respon dari Arasha yang terlampau nyolot membuat Arland tersulut emosi. Dia sampai berdiri dan menggebrak meja. "Lo ngeselin banget sih, Sa! Jelas-jelas lo gibahin gue sama nyokap gue!"

Wah, apa Arland tidak tahu arti menggibah? Atau Arasha yang tidak mengetahuinya? Arasha yang merasa di tuduh tentu langsung melakukan sebuah klarifikasi. Dia ikut berdiri, membalas. "Arland, aku ngomongin kamu di depan kamu! Kalau gibah itu di belakang kamu!"

"Lah? Sama aja. Sama-sama ngomongin gue, Sa! Lagian, gak usah ngelak deh. Udah jelas banget kalau misalkan lo milih gue karena harta. Karena lo mau menguasai harta gue dan keluarga gue! Atau… jangan-jangan karena lo berharap anak lo nanti nya bakal jadi pewaris sah? Jangan harap, Asa… gue gak bakal nidurin lo. Lagian, gue juga gak nafsu kali sama badan kayak lo." Mata Arland memicing meremehkan. Menatap tubuh Arasha dari atas ke bawah, memindai nya dengan sangat detail.

Manik mata Arland yang berwarna biru safir nyatanya tidak berpengaruh apapun di saat mata itu penuh amarah. Arasha sempat berpikir bahwa netra biru safir tersebut akan lebih lembut dalam amarahnya, setidaknya akan lebih lembut daripada seseorang dengan mata berwarna hitam. Akan tetapi, pikiran Arasha salah besar. Mata itu tetap terlihat menyeramkan.

Dan darah Arasha berdesir hanya dengan diperhatikan. Sampai-sampai, tanpa sadar Arasha menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

"Cih! Gue ngeliatin lo bukan karena nafsu. Dada tepos gitu aja sok-sok an lo tutupin." Sinis Arland sebelum akhirnya beranjak dari sana, pergi meninggalkan orang tuanya dan sang istri.

Tidak ada yang bisa mencegah Arland. Tidak ada yang bisa menghentikan tindakannya. Mereka hanya bisa pasrah tanpa bisa melakukan apapun lagi. Keras kepalanya Arland sudah mendarah daging. Kebencian Arland sudah teramat dalam, masuk ke akar hatinya.

Rosea yang melihat semuanya mendadak menyesal dengan rencana perjodohan bodoh ini. Dia terduduk, meletakkan dagunya di pundak sang suami. "Sa… besok kamu tinggal di rumah ini saja. Jangan berdua sama Arland, Mami takut Arland bakal lebih parah lagi ke kamu. Tubuh kamu jadi banyak bekas luka gitu."

Satu hal yang tidak Rosea sadari. Dia keceplosan. Dia tidak sadar berkata secara terang-terangan tentang kekerasan rumah tangga yang Arland lakukan. Dia membungkam mulutnya, menatap sang suami penuh makna.

"Alaric…"

"Asa, Arland benar-benar kasar padamu?! Jawab dengan jujur." Desis Alaric tanpa mau mendengarkan ucapan sang istri.

Arasha menelan ludahnya susah payah. Dia menggigit bibir bawahnya, menggeleng pelan. Tempo hari, Rosea memberi tahu Arasha dan menyuruhnya untuk tidak membocorkan hal itu pada Alaric. Rosea tetaplah seorang ibu yang tidak ingin putranya terluka. Dan sialnya, dia tahu sang suami tidak akan tinggal diam saat putranya kasar pada istrinya sendiri.

"Asa, jawab dengan jujur!" Sentakan Alaric membuat Arasha semakin gugup. Dia menatap Alaric, mengangguk pelan.

"Maaf, Mam… I-iya, Arland pernah kasar sama Asa."