17.
"Asa!" teriakan melengking dari sahabatnya membuat Arasha yang baru saja selesai memarkir motornya, langsung menghela nafas berat. Kemarin, harinya sangat suntuk dan menjengkelkan. Dia merasa seperti semua kadar kesialan dalam hidupnya tertumpahkan seluruhnya di hari kemarin.
Dan hari ini, sepertinya kadar kesialan Arasha masih tersisa. Pagi hari yang dia harapkan bisa seperti para selebgram nyatanya tak seindah itu. Baru jam delapan pagi dan Arasha sudah dihebohkan dengan suara melengking dari Raya yang diyakini akan mengeluh.
Arasha mengenal Raya sejak lama. Jadi, dia tahu banyak kebiasaan Raya. Dari kebiasaan tidurnya sampai kebiasaan mengeluhnya. Dimana keluhan Raya akan diawali dengan berteriak kesetanan, memanggil namanya.
"Sa! Lo tahu gak?!" bagaikan jin yang muncul tiba-tiba, Raya tiba-tiba sudah ada persis di sampingnya.
Arasha menghela nafas kasar, menatap Raya dengan ekspresinya yang terlihat jengah.
"Gak tahu dan sejujurnya gue gak mau tahu." Jawab Arasha.
Raya memberengut kesal dengan respon sahabatnya. Meski begitu, dia tetap menceritakan apa yang semula ingin dia ceritakan.
"Lo semalam gak di rumah 'kan, Sa?! Soalnya, gue denger dari salah satu temen gue. Katanya, Arland ngadain pesta sex di rumahnya. Gila sumpah suami lo—eh… astaga, gue harusnya gak ngomongin ini ke lo ya?! Ya ampun, sorry banget." Raya menepuk bibirnya sendiri merutuki dirinya yang tidak sengaja keceplosan. Dia pikir, Arasha menginap di rumah orang tuanya. Bukan menginap di rumahnya dan sang suami.
Langkah Arasha seketika terhenti. Dia menarik nafas panjang, menghembuskannya kasar. Sungguh, Arasha ingin melupakan masalah kemarin. Pasalnya, dia melihat secara langsung apa yang terjadi. Dan itu membuatnya trauma. Matanya seperti ternodai. Antara jijik dan muak. Itu yang Arasha rasakan. Bahkan, saking muaknya hingga dia merasa terus terbayang-bayang sampai membuatnya kesulitan untuk tidur. Terbukti dari bagaimana besarnya lingkaran hitam di bawah mata Arasha.
Dan lingkaran hitam itu juga mengejutkan Raya yang kini baru melihatnya. "Oh my god… lo kenape? Azriel nangis terus atau gimana sampai lo mata panda gitu." Ucap Raya, terlihat prihatin.
Arasha memberengut kan bibirnya, wajahnya mendadak berubah menjadi seperti anak-anak yang merengek minta permen. "Lo tahu? Gue bukan tidur di rumah Mamah Papah. Tapi, tidur di rumah. Dan tentang pesta sex yang lo bilang tadi, itu beneran ada. Gue gak bohong." Jawab Arasha dengan sejujurnya.
Raya tercengang tidak percaya. Bahkan, saking kagetnya, mulutnya sampai menganga lebar. "Lo liat semua itu?"
Arasha menganggukkan kepalanya. "Hm. Gue liat semua itu secara nyata di depan mata gue. Dan sekarang, gue trauma. Bahkan, lo tau? Ada yang lesbian dan homo juga. Gimana gue bisa tidur dengan nyenyak coba setelah melihat semuanya?" lirih Arasha.
Semula, Raya tidak percaya bahwa Arland benar-benar mengadakan pesta sex. Awalnya, dia pikir itu adalah part tergila nya. Akan tetapi, ternyata Raya salah sepenuhnya. Karena, part tergila nya di sini adalah saat Raya mengetahui bahwa Arland melakukan hal itu di depan istrinya sendiri. Bahwa Arasha melihat semuanya. Hal gila yang sang suami lakukan.
"T-tapi seenggaknya Arland gak ikut-ikutan 'kan?" tanya Raya lagi, mencoba untuk berpikir positif.
Seraya memencet tombol di lift dan melakukan pemindaian kartu data diri untuk mengakses lift tersebut, Arasha menjawab. "Arland ikutan main juga, Raya…" jawabnya dengan hati yang cukup berat.
Raya semakin simpati dengan sahabatnya ini. Alhasil, yang bisa dia lakukan hanya menepuk pundak Arasha sebagai bentuk dari rasa simpatinya.
"S-sabar ya, Sa… ini pilihan lo sendiri. Mau gak mau ya harus lo jalanin. Tapi, lo tenang aja. Arland pasti suatu hari nanti bisa berubah kok. Pasti! Suatu saat, dia bakal kayak dulu lagi. Jadi manis ke lo… kayak pas waktu lo milih baju prom waktu itu." ujar Raya, mengingatkan Arasha pada saat-saat indah dalam hidupnya. Saat dimana kejadian memilukan yang membuat hatinya membeku belum terjadi.
//Flashback//
Beberapa tahun yang lalu, beberapa hari sebelum acara promnight sekolah menengah atas…
"Yang warna hijau bagus, tapi bikin lo agak gemuk." Kata Raya sembari memperhatikan penampilan Arasha dengan gaun prom yang menjuntai hingga ke lantai. Gadis cantik berambut pirang tersebut sedang mengenakan gaun berwarna hijau off shoulder dengan detail ruffle yang manis di bagian bawahnya.
Arasha tampak feminim mengenakan gaun itu. Saat itu, usia Arasha baru delapan belas tahun. Dimana dia masih dalam fase mencari hati diri. Hidupnya hanya tentang bersenang-senang. Tidak terkecuali bersenang-senang di acara promnight nanti. Acara yang sangat Arasha nantikan.
Wajah gadis berambut pirang tersebut melipat bibirnya ke bawah. Dia juga merasakan hal yang sama, tubuhnya tampak lebih lebar mengenakan dress yang satu ini.
"Apa yang abu-abu tadi aja ya?" tanya Arasha pada Raya. Terhitung sudah lima belas menit Arasha menggalau, merasa bingung dengan kedua dress yang tadi dia coba.
"Lo belum coba yang abu-abu 'kan?" tanya Raya.
Arasha mengangguk kecil, melirik dress abu-abu yang ada di dekatnya. "Tapi agak terlalu terbuka gak sih? Itu loh, bagian paha nya sobek." Lirih Arasha.
"Sama aja, Sa! Yang bagian ini dada lo keliatan." Sahut Raya, membuat Arasha cengengesan tidak jelas.
"Gue takut Dylan ngamuk…" lirih Arasha. Gadis itu duduk di sofa, menghela napas berat. Ya, saat itu Arasha masih berstatus sebagai kekasih Dylan. Dimana cinta mereka sedang hangat-hangatnya, membara bagaikan api yang baru melahap kayu.
Raya yang sudah mulai merasa muak dengan tingkah lemot sahabatnya mengelus dadanya sendiri, mencoba bersabar. "Lo cobain dulu aja yang abu-abu, Sa… barangkali gak sebesar itu sobekannya." Kata Raya.
Pelayan yang sejak tadi melayani mereka ikut lelah melihat Arasha yang kebingungan memilih dress.
"Cobain dulu aja ya? Tapi kalau nanti keliatan terlalu sexy gimana?" rengek Arasha dengan wajahnya yang terlihat menyedihkan.
"Astaga… prom tuh bebas Sa! Mau lo keliatan sexy kek, keliatan kayak ibu-ibu pengajian kek, gak bakal ada yang notice! Mereka juga bakal lebih mikirin penampilan masing-masing Sa!" tegas Raya, yang mulai lelah melihat sahabatnya dengan kegalauannya.
"Nanti kalau Dylan—"
"Lo dandan buat siapa sih? Buat Dylan? Enggak 'kan? Buat diri lo sendiri 'kan? Jangan terlalu mikirin Dylan deh… nanti kalau dia nyuruh lo dateng pakai celana boxer sama kaos rumahan, lo juga bakal nurut?!" sentak Raya.
Arasha menggeleng polos. Wajahnya yang tanpa rasa bersalah membuat Raya sedikit geram. Andaikan tingkat kesabaran Raya sama seperti Arland, dipastikan detik ini juga Raya sudah meninggalkan Arasha di butik.
"Ya udah deh, gue coba dulu ya?" Arasha kembali ke masuk ke dalam ruang ganti dengan seorang pelayan butik.
Sembari menunggu Arasha, Raya memilih untuk bermain ponsel. Sesekali, gadis itu tertawa kecil sewaktu melihat video lucu yang tiba-tiba muncul di media social. Tawa Raya tiba-tiba mereda saat melihat sepasang sepatu di bawah sana.
Secara otomatis, Raya mengangkat pandangannya. "Arland?" tanya Raya.
Arland benar-benar ada di depannya, berdiri menjulang tinggi dengan wajahnya yang terlihat dingin. Arland tampan, Raya sampai membeku selama beberapa detik sebelum akhirnya kesadaran gadis itu kembali sewaktu mendengar suara berat Arland.
"Lo ngapain di sini?" tanya Arland.
Raya membelalak kecil, mengerjapkan matanya pelan. "Itu… cari baju buat prom." Jawab Raya.
Arland tersenyum tipis, kemudian meninggalkan Raya begitu saja, melenggang pergi tanpa mempedulikan Raya yang sudah membelalak kaget.
"Wah… Arland kapan gak ganteng sih?" lirih Raya dengan mata berbinarnya yang masih memandangi Arland hingga punggungnya mulai menghilang di balik sebuah rak berisi tas.
Pasti Arland mau membelikan tas untuk ibunya.
"Ray? Gimana?" Raya kembali menolehkan kepalanya pada Arasha yang kini muncul dari ruang ganti. Ditatapnya Arasha dengan dress abu-abu yang memperlihatkan setengah paha nya. Pada bagian atas dress, terdapat gliter di bagian dada hingga membuat dress itu menyala.
Raya tidak bisa menyembunyikan wajah berbinarnya. Dia tidak menyangka Arasha benar-benar cocok dengan dress tersebut. "Wow! Lihat deh, bagian pinggangnya yang ngetat bikin lo keliatan kurus. Asli cantik banget!" puji Raya.
"Tapi ini pahanya agak besar nggak sih?" lirih Arasha sembari berusaha menutupi pahanya. gadis itu merasa kurang percaya diri. Selama ini, Arasha terkenal dengan kecantikannya yang natural. Gadis itu jarang mengenakan celana pendek, apalagi rok pendek. Arasha lebih senang mengenakan celana jeans panjang, kulot, atau celana kain. Tak hanya itu, Arasha juga jarang mengenakan kaos yang memperlihatkan perutnya. Dia juga jarang mengenakan kaos tanpa lengan.
"Lo cantik! Percaya gue, pake itu aja!" sentak Raya, setengah memaksa Arasha.
"Yakin?" lirih Arasha sambil menggigit bibir bawahnya.
Jauh dari mereka, Arland mematung dengan mata berbinar sempurna, terlihat sedang mengagumi sesuatu yang berhasil menarik perhatiannya. Bahkan, tanpa sadar pemuda itu sudah melangkah mendekat, berdiri di depan tepat di depan Arasha, seseorang yang berhasil menarik perhatiannya saat ini.
"Arland?" panggil Arasha, sedikit terkejut melihat kehadiran Arland yang terlalu mendadak.
Seolah terpesona dengan kecantikan Arasha, Arland tanpa sadar nyeletuk. "Cantik, pilih itu aja."