Chereads / Destroyed By A Billionaire / Chapter 16 - 16. Arasha Disebut Sebagai Seorang Pembantu

Chapter 16 - 16. Arasha Disebut Sebagai Seorang Pembantu

16.

Arland tidak berbohong tentang dirinya yang menyiksa Arasha lebih jauh lagi. Karena pada kenyataannya, dia benar-benar melakukan hal tersebut. Mengurung Arasha di dalam kamarnya selama hampir semalaman dengan kondisi Arasha yang belum makan sejak pagi.

Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Dan Arasha merasa sangat kelaparan. Dikurung seharian seperti ini, yang bisa Arasha lakukan hanyalah menonton film. Hampir sekitar enam film dia tonton hari ini. Dari mulai film romance sampai film fantasy sudah Arasha tonton. Dia seolah menjelajah banyak hal dalam kurun waktu tidak ada dua puluh empat jam.

Yang membuat Arasha semakin sial lagi adalah, ponselnya tertinggal di dapur sewaktu memasak ramen pagi tadi. Alhasil, dia tidak bisa menghubungi siapapun untuk meminta pertolongan.

Bukannya Arasha tidak berniat untuk kabur. Dia berkali-kali berpikir untuk kabur dari kamar ini. Akan tetapi, sayangnya kamar Arasha berada di lantai dua. Dengan balkon yang mengarah sempurna ke halaman depan yang permukaannya merupakan aspal.

Jika dia melompat dari balkon ke lantai dasar, kemungkinannya hanya ada dua. Yang pertama gegar otak dan koma, yang kedua adalah… mati dengan kondisi kepala yang bocor.

Ya, Arasha masih memikirkan nyawa nya. Meski pada kenyataannya, dia baru saja membahayakan nyawa nya sendiri dengan cara membangkang suaminya. Suami keji nya.

Perut Arasha saat ini sudah tidak bisa ditoleransi lagi. Dia kelaparan. Terlebih, Arasha bukan tipe orang yang suka diet. Bahkan, dia tidak pernah diet! Tubuhnya memang didesain untuk tetap kurus sebanyak apapun dia makan. Alih-alih diet, Arasha justru ingin menaikkan berat badannya karena terbilang cukup sulit untuk naik.

Di usianya yang sudah dua puluh satu tahun, berat badan Arasha hanya mencapai angka empat puluh delapan kilogram dengan tinggi badan seratus enam puluh lima.

Merasa perutnya semakin tidak menentu, Arasha mencoba untuk meminta tolong dengan cara menggebrak pintu kamarnya sendiri.

Brak!

Brak!

"Arland, aku laper banget! Please… seenggaknya kasih aku makan! Kamu kalau mau bunuh aku jangan pakai cara ini juga! Mendingan aku mati karena kebanyakan makan daripada kelaparan!" teriak Arasha seraya terus berusaha untuk menggebrak pintu kamarnya, meminta tolong.

Tidak ada respon dari siapapun. Padahal, Arasha tahu bahwa Arlanda ada di rumah. Suaminya itu baru saja pulang entah dari mana. Dia sempat mendengar suara Arland yang sepertinya sedang mengobrol dengan seseorang. Karena itu, Arasha bisa menyimpulkan bahwa suaminya ada di rumah.

"Arland! Sumpah, aku laper banget! Kasih apa kek…. Nasi tanpa lauk juga gak masalah." Arasha merutuki dirinya sendiri. Dia merasa seperti sedang mengemis. Seolah dirinya sangat kekurangan sampai tidak memiliki sesuatu untuk dimakan. Padahal, lemari pendingin di rumah ini tumpah ruah berisi banyak makanan. Baik bahan makanan mentah atau yang matang sekalipun ada.

"Arland… atau seenggaknya ambilin handphone aku! Nanti aku beli makanan sen—fuck!"

Brak!

Arasha mengumpat sewaktu pintu terbuka secara tiba-tiba, membuat tubuhnya yang semula sedang bersandar pada pintu, terdorong ketika sampai terpentok pintu.

Dia memijat keningnya sendiri, memicingkan mata. Pada detik dimana manik matanya terbuka, Arasha membelalak saat melihat seseorang yang terlihat asing di depannya.

Bukan, bukan Arland yang membukakan pintu. Tetapi, seorang perempuan dengan pakaian terbuka.

"Arland nyuruh gue bukain pintu kamar ini. Katanya, gak tega karena udah ngurung pembantunya." Ujar perempuan menjijikan itu.

"P-pembantu?!" Arasha tercekat, tidak menyangka saat Arland menyebut dirinya sebagai seorang pembantu di depan perempuan yang Arasha sendiri tidak tahu asal-usulnya dari mana. Dan bagaimana bisa sampai di rumahnya.

"Iya, lo pembantu Arland 'kan?" balas perempuan tadi.

Arasha tertawa hambar, merasa kasihan dengan dirinya sendiri. "Ekhem… dengerin baik-baik ya, Mbak… gue bukan pembantu Arland. Gue istrinya Arland—"

"Mina?! Balik ke kamar. Ini bukan urusan lo!" suara Arland terdengar diiringi oleh kedatangan pria itu yang masih bertelanjang dada. Sesuatu yang membuat Arasha langsung berpikiran kotor.

Siapapun akan berpikiran yang sama dengan Arasha saat melihat sang suami bertelanjang dada, ditambah dengan seorang perempuan yang berpakaian setengah telanjang. Dipastikan mereka baru saja melakukan hal yang tidak seharusnya mereka lakukan.

Belum selesai di sana rasa terkejut Arasha. Karena pada detik selanjutnya, Arasha semakin dikejutkan oleh tingkah Mina yang sudah bergelayut manja di lengan sang suami.

"Dia ngaku-ngaku jadi istrinya kamu, sayang… gak tahu diri banget." Kata perempuan bernama Mina tersebut.

Arasha menganga lebar melihat semua hal mengejutkan ini. Dia sampai menganga lebar dan tidak bisa berkata-kata lagi.

"Keluar, Mina. Ini bukan urusan lo!" Arasha merasa sangat bahagia melihat bagaimana Arland mengusir Mina. Suaranya sangat tegas dan keras, seolah muak dengan Mina.

Wajah Mina terlihat sangat kesal. Namun, untungnya dia menurut. Dengan hentakan kaki yang kasar dan wajah manyun, Mina keluar dari kamar Arasha, menyisakan Arasha dan Arland berdua.

"Pelacur kamu?" Arasha dengan entengnya langsung menebak hal tersebut. dia tidak terlihat sakit hati atau bagaimana. Ya, karena memang begitulah kenyataannya. Dia tidak cemburu.

"Bukan urusan lo. Mau dia pelacur gue, pacar kesekian gue, selingkuhan gue, itu bukan urusan lo." balas Arland dengan sedikit geraman kecil. Manik mata Arland masih sama seperti tadi pagi. Menggelap penuh amarah.

"Oke. Itu emang bukan urusan aku…"

"Gue kasih lo waktu makan lima belas menit. Habis itu, masuk kamar dan… jangan harap lo bisa bebas sampai besok." Desis Arland.

"What?! Lima belas menit?!" Arasha merasa tercengang. Lima belas menit untuk makan? Yang benar saja… belum lagi untuk memasak.

"Ini bukan militer, Arland. Lagian apa faedahnya sih kamu ngurung aku kayak gini?! Gak ada untungnya buat kamu. Justru, rugi buat kamu karena gak ada yang masakin kamu makanan, gak ada yang bersihin rumah. Lagian, besok aku kerja, Arland. Ada meeting penting dan… banyak lagi." Protes Arasha.

Semua ocehan Arasha bagaikan angin malam yang berhembus. Terasa namun tidak terlalu dipikirkan. Alih-alih memikirkannya, Arland justru mengabaikannya.

"Sayangnya gue lagi gak butuh lo. Lagian, gue juga yakin lo gak akan betah lama-lama di luar. Gue lagi ngadain pesta sex barangkali lo mau tau." Balas Arland dengan santainya. Dia berjalan menuju keluar, diikuti Arasha di belakangnya.

Arasha tidak tuli. Dia mendengar ucapan Arland sebelumnya tentang pesta sex. Dan rupanya, Arland tidak berbohong. Karena, yang Arasha lihat di depan mata adalah sesuatu yang tak pernah ingin dia lihat sebelumnya. Dimana lantai dasar rumahnya berisi beberapa orang yang tengah melakukan hubungan sexual.

"Arland… kamu gila ya?" gumam Arasha tanpa sadar, tercengang.

Arland menyeringai tajam. Dia suka melihat ekspresi Arasha saat ini. "Gue emang gila sejak dulu, Asa. Dan gue bisa lebih gila dari ini. jadi, lebih baik lo mundur sekarang dan balik ke Dylan sebelum terlambat."