"Elya juga mengatakan bahwa kamu teman yang baik dan ramah." ucap Arda kemudian, Atria hanya tersenyum.
"Ramah apanya, itu hanya karena kebetulan aja kok." elak Atria, ia tidak suka bagaimana Arda berbicara tentang Elya kepadanya.
"Ya udah ntar siang, makan siang bareng sama aku dan Elya yuk. Enggak baik kamu menolak terus-terusan ajakan Elya." ucap Arda, tentu saja ucapan Arda membuat Atria bingung sekaligus terkejut dengan ucapannya itu.
"Elya bilang dia sudah beberapa kali ngajakin kamu, tapi kamunya enggak bisa mulu."Arda menjelaskan saat melihat Atria yang tengah kebingungan.
"Ah itu. Aku memang lagi sibuk."balas Atria.
Atria terpaksa berbohong, Elya tidak pernah mengajak dirinya untuk makan siang bersama, tapi untuk saat ini Atria memilih untuk tidak mengatakannya kepada Arda. Jika Atria mengatakan yang sebenarnya, maka ia bisa saja dianggap cemburu atau berprasangka buruk kepadanya, sehingga Atria harus membutuhkan strategi agar Arda mengetahui kebenarannya.
"Arda." panggil Elya, sepertinya Elya baru saja sampai di sekolah karena ia masih membawa tasnya. Mendengar suara itu sontak membuat Atria dan Arda menoleh ke sumber suara. Elya sedikit berlari mendekati Arda dan Atria.
"Kalian ngapain di sini?" tanya Elya kemudian, Atria baru menyadari bahwa alasan kenapa Elya tidak mengajaknya untuk makan siang bersama Arda. Atria melupakan bahwa Elya menyukai Arda, sesuatu yang pernah Elya katakan kepada Atria sebelumnya. Atria kini bisa melihat itu dari bagaimana cara Elya menatap Arda,
"Bukankah itu terlihat sangat jelas."bathin Atria.
"Ah tadi kebetulan kelas masih sepi, aku dan Atria datang sedari pagi." jawab Arda. Atria juga memperhatikan Arda, untuk memastikan apakah perasaan Elya berbalas atau hanya perasaan sepihak saja.
Elya menoleh ke Atria yang kini tengah menatapnya, sebenarnya sedari tadi Elya sadar bahwa Atria tengah memperhatikan ia dan Arda secara bergantian. Tentu saja Elya tidak menyukai Atria dan Arda bersama seperti ini, karena ia tahu bahwa mereka pernah dekat, dan bagi Elya mustahil bagi seorang laki-laki dan perempuan untuk bisa dekat tanpa adanya perasaan yang tumbuh, setidaknya bagi satu pihak, perasaan itu akan muncul.
"Kalian berangkat bersama-sama?" tanya Elya kepada Atria. Atria tampak tersenyum kepada Elya.
"Ya enggak lah, rumah kita aja beda arah."jawab Atria, sepertinya Atria sengaja mengatakan hal itu, karena ia ingin Elya berpikiran bahwa Atria mengetahui rumah Arda, karena Atria yakin bahwa Arda belum mengundang Elya kerumahnya.
"Aku ke kelas dulu."ucap Arda kemudian, ia pun beranjak dari tempat duduk saat melihat teman-teman basketnya baru saja sampai di sekolah.
"Mau ke mana?" tanya Atria,
"Mau rapat sama anak-anak basket." jawab Arda sembari melambaikan tangan kepada Atria dan Elya. Sedangkan Elya masih menatap Atria,
"Kamu tahu, di mana rumah Arda?" benar dugaan Atria, perkataannya mampu mempengaruhi Elya. Atria menoleh kembali ke Elya.
"Arda belum pernah mengundang kamu ke rumahnya?" bukannya menjawab pertanyaan Elya, Atria justru bertanya balik.
Tentu saja Atria tidak akan menjawab pertanyaan itu dengan gamblang, karena ia ingin Elya berpikir bahwa hubungannya dan Arda sudah jauh lebih dekat daripada hubungan Elya dan Arda yang baru terjalin ini. Jadi Elya tidak lagi akan bersikap seolah-olah ia sangat dekat dengan Arda, bagi Atria itu sangat menyebalkan.
Elya tidak menyukai bagaimana Atria bersikap saat ini, meskipun ia tidak mengenal Atria dengan baik, tapi ia bisa melihat Atria hanyalah orang yang ingin terlihat baik dengan seyumannya itu, dan itu membuat Elya muak melihatnya. Namun Elya berusaha untuk tidak menunjukkan ketidaksukaannya kepada Atria, meskipun awalnya ia berpikir bahwa Atria memang orang yang tulus dan menyukai banyak hal, tapi di mata Elya saat ini, Atria hanya berpura-pura untuk melakukan itu.
"Ah, aku dengar kamu bilang ke Arda bahwa kamu ngajakin aku makan siang bersama." ucap Atria kemudian, sindiran halus Atria tentu membuat Elya sedikit merasa buruk.
"Ah itu, aku hanya tidak ingin Arda mengetahui perasaan aku, aku cuma asal jawab aja kok." Elya terlihat santai meski sebenarnya ia merasa bersalah kepada Atria. Atria masih berusaha untuk tidak terlihat jengkel dengan sikap Elya yang tidak merasa bersalah atau meminta maaf atas kebohongannya yang telah ia buat itu.
"Seharusnya kamu bilang dulu ke aku, jadi aku bisa bekerja sama dengan kamu. Hampir aja aku keceplosan ngomong ke Arda bahwa kamu enggak pernah ngajakin aku sama sekali." ucap Atria mempertahankan senyumnya, tapi bagi Elya perkataan dan ekspresi Atria sangat menjengkelkan.
"Ah, seharusnya memang gitu, tapi aku lupa." ucap Elya mengurungkan niatnya untuk meminta maaf. Elya kemudian duduk di sebelah Atria, tempat di mana Arda duduk tadi.
"Aku enggak nyangka, kamu pengertian banget." ucap Elya kemudian. Atria menoleh ke arah Elya yang saat ini sedang menatap ke depan.
"Soalnya, aku pikir kamu akan marah, karena aku menggunakan kamu untuk mendekati Arda." ucap Elya saat menyadari bahwa Atria tengah menatapnya. Atria tersenyum dan kembali menoleh ke depan.
"Ah itu bukan apa-apa, tentu saja aku tahu kamu mengatakan hal itu karena kamu ingin lebih punya banyak waktu dengan Arda." jawab Atria, Atria tidak berbicara dari hatinya, itu hanyalah basa-basi dari perkataan Elya kepadanya.
"Seharusnya kamu marah, karena apa yang aku katakan kepada Arda, membuat Arda jadi berpikir jelek tentang kamu." ucap Elya yang berusaha memancing Atria. Namun sepertinya pertahanan Atria sangat kuat, ia tidak terlihat marah sama sekali.
"Bukankah kamu merasa ingin menjelaskannya kepada Arda, biasanya sih manusia gitu jika menerima ketidakadilan. Mereka ingin dan sebisa mungkin berbicara tentang keadilan itu." ucap Elya lagi. Kali ini Elya melihat perubahan pada raut wajah Atria.
Atria segera berusaha untuk menetralkan ekspresinya kembali, meskipun ia merasa jengkel dengan ucapan Elya yang tampak tidak merasa bersalah itu. Namun ia tetap harus menahan dirinya sendiri, itu tidak akan baik bagi Atria, jika ia marah kepada Elya saat ini.
"Apa seharusnya aku mengatakannya kepada Arda?" ucap Atria seolah-olah membuat itu terlihat seperti bercanda. Padahal dari hatinya ia ingin sekali melakukan hal itu. Elya ikut tertawa menanggapi Atria, meskipun ia tidak benar-benar menertawakan jawaban Atria.
"Apa kamu mau tetap di sini?" tanya Elya kemudian.
"Ah aku mau nungguin Sila sama Lia, udah janji soalnya."jawab Atria.
"Ya udah," ucap Elya yang kemudian beranjak dari duduknya.
"Kamu mau ke mana, kenapa enggak bareng aja?" tanya Atria saat melihat Elya telah beranjak dari duduknya.
"Aku mau nyamperin Arda, mau ngajakin Arda sarapan." jawab Elya sengaja, Atria tersenyum dan mengangguk. Atria masih melihat punggung Elya yang semakin jauh, Atria memperlihatkan ketidaksukaannya kepada Elya melalui tatapannya itu, karena saat ini memang tidak ada orang lain di sini selain dirinya.
Atria sudah cukup menahan diri untuk menghadapi Elya, ia menarik napas dan mengeluarkannya dengan pelan. Menurut Atria, Elya adalah orang yang menyebalkan, tentu saja ia tidak akan tinggal diam tentang hal itu, dan siapa bilang kalau ia tidak akan berbicara tentang kebohongan Elya. Atria akan membicarakannya dengan Arda, tapi tentu dengan cara Atria sendiri.