Saat Atria hendak masuk ke kelas, ia melihat Elya sudah duduk di kursinya dengan wajah yang tidak bersahabat. Atria mengedarkan pandangannya ke seluruh isi kelas, saat ini hampir semua anak-anak sudah berada di kelas. Atria langsung menuju ke kursinya yang berada di sebelah Elya.
Elya tidak mengatakan apapun kepadanya, Atria sendiri kini merasa canggung dengan keadaan yang sekarang ini. Atria menoleh ke arah Elya yang saat ini tengah memainkan ponselnya, Elya seakan tidak menghiraukan keberadaan Atria di sampingnya.
Meskipun Atria kesal dengan sikap Elya, namun ia tidak ingin bermusuhan dengan Elya, karena akan banyak gosip yang tidak menguntungkan bagi Atria jika sampai ia bermusuhan atau tidak berbaikan dengan Elya. Anak-anak di kelas lebih peka terhadap hal-hal yang seperti ini, dan mereka akan membuat cerita mereka sendiri mengenai hal itu.
"Elya."panggil Atria, Elya menghentikan gerakan jemarinya yang tengah sibuk di ponselnya, namun ia memilih untuk tidak menoleh ke arah Atria, karena Elya sendiri masih kesal dengan apa yang telah Atria lakukan kepadanya.
"Sorry, untuk masalah yang tadi." ucap Atria, tentu saja Atria tidak benar-benar merasa bersalah karena niat awalnya memang untuk memberikan pelajaran kepada Elya, agar Elya tidak lagi bersikap seenaknya melakukan apapun untuk mencapai tujuannya, apalagi memanfaatkan nama Atria untuk keperluan pribadinya itu.
"Aku pikir kamu sudah mengetahuinya, karena aku pikir kalian sudah dekat." ucap Atria. Kalimat Atria tentu saja membuat Elya menoleh kepadanya. Lagian ia tidak pernah meminta Atria untuk makan siang bersama, jelas kalau Atria sengaja melakukan itu.
"Kita memang sudah dekat, jauh dari apa yang bisa kamu bayangkan." bantah Elya dengan sinis. Mendengar jawaban Elya ini, tentu saja membuat Atria ingin menjambak rambutnya, namun Atria tidak pernah melakukan hal itu, dan ia tidak akan melakukan hal-hal seperti itu.
"Aku harap Arda tidak marah sama kamu karena kejadian tadi, atau aku akan bicara sama Arda tentang itu." ucap Atria berbasa-basi.
"Kenapa Arda harus marah?" tanya Elya, ia menatap Atria yang kini juga tengah melihatnya. Elya dapat melihat keterkejutan di ekpresi Atria saat ini, Elya juga dapat melihat bahwa Atria berusaha untuk tidak terlihat seperti itu.
"Kenapa kamu pikir Arda akan marah?" tanya Elya lagi karena Atria masih belum menjawab pertanyaannya. Atria mencoba untuk tersenyum.
"Aku tidak mengatakan bahwa Arda akan marah, hanya saja aku ingin meluruskan kesalahpahaman ini." ucap Atria lagi.
"Lagian Arda bukan tipe orang yang gampang marah hanya karena masalah-masalah sepele kok." ucap Atria, ucapan Atria seolah mengisyaratkan bahwa ia mengenal Arda dengan baik. Elya kemudian tersenyum sinis mendengar ucapan Atria. Elya tidak menyukai bagaimana Atria seolah-olah sangat mengenal Arda.
"Aku pikir Arda yang kecewa sama kamu." ucapan Elya menusuk Atria.
Atria kembali menoleh kepada Elya yang saat ini tampak tersenyum. Elya kembali fokus dan memainkan ponselnya sedangkan Atria masih menatapnya dengan tatapan ketidaksukaannya. Saat itulah guru mata pelajaran masuk ke kelas untuk memulai pelajaran selanjutnya. Atria pun mencoba fokus kepada guru yang akan memulai pelajaran ini, meskipun kata-kata Elya mampu mengusiknya.
"Emang kenapa kalau Arda kecewa, siapa yang peduli jika Arda kecewa." Atria masih berdebat dengan dirinya sendiri. Ia tidak menyukai ketika dirinya dengan mudah terusik dengan apa yang orang lain katakan. Atria tidak bisa fokus kepada pelajaran, kata-kata Elya masih menari-nari dipikirannya.
…
Bel pulang sekolah berbunyi, Atria memilih untuk pamit terlebih dahulu kepada teman-temannya. Atria ingin menghindari Arda, karena ia pikir Arda akan datang menghampiri Elya, tampaknya itu kini sudah menjadi kebiasaan baru Arda.
Benar saja, sesuai dugaan Atria, ia melihat Arda yang berjalan ke ruang kelasnya saat Atria sudah berada di pintu kelasnya. Atria menarik napas sesaat dan menghembuskannya pelan, ia pun melangkahkan kakinya untuk meninggalkan kelas. Atria tidak mungkin membuatnya jelas dengan ia kembali ke dalam kelasnya.
Atria berjalan terus menuju ke tangga, saat ia dan Arda berpapasan, Atria memilih untuk tidak menoleh ataupun menegur Arda. Atria serius dengan apa yang ia katakan, bahwa ia tidak akan mempedulikan Arda, yang saat ini menjadi fokus Atria adalah bagaimana ia harus kembali membangun kepercayaan teman-temannya. Kepercayaan yang entah sejak kapan beralih darinya.
Atria akan mencari orang lain yang akan melengkapi hidup sempurnanya yang benar-benar akan membuat orang lain terkagum-kagum dengannya. Atria tentu saja tahu bahwa Arda berhenti untuk melihatnya dan hendak menegurnya, namun Atria bersikap seolah-olah ia tidak mengenal Arda.
Mungkin tanpa Atria sadari saat ini ia tengah bersikap kekanak-kanakan, dan ini pertama kalinya Atria seperti ini. Saat Atria sudah hampir sampai di dekat tangga, tiba-tiba Naura muncul dari sebelahnya.
"Sepertinya kamu sama Arda lagi berantem ya." tebak Naura. Naura memperhatikan Atria yang mengabaikan Arda, dan Naura juga mengetahui situasi saat ini, di mana Arda lebih sering menghabiskan waktu bersama Elya, si anak baru.
"Siapa yang berantem, emangnya kita anak kecil." elak Atria berpura-pura tidak mengerti, Atria pikir tadi tidak ada siapa-siapa selain ia dan Arda. Jadi Atria tidak tahu dari mana munculnya Naura dan melihat apa yang terjadi diantara ia dan Arda.
"Kalau bukan berantem trus apa, enggak teguran gitu." ucap Naura yang jelas-jelas melihat apa yang terjadi, ia yakin bahwa ia tidak salah liat atau itu hanya persepsinya semata.
"Lagian aku kan sudah bilang sama kamu, kalau kamu enggak harus temenan sama Arda." ucap Naura kepada Atria.
"Sayang aja, kamu cantik, pintar dan mudah bergaul, anak-anak di kelas aku aja suka berteman sama kamu, dan cowok-cowoknya naksir kamu, jadi kenapa harus Arda sih." ucap Naura yang memang tidak menyukai kedekatan Arda dan Atria.
"Aku sama Arda cuma temenan, enggak lebih." ucap Atria menjelaskan, biasanya Atria tidak akan menanggapi hal seperti ini dan membiarkan orang-orang itu berpikiran seperti yang mereka inginkan. Tapi kali ini Atria memilih untuk menjelaskan hal ini, karena ia tidak ingin dibanding-bandingkan dengan Elya, atau menjadi orang yang terbuang dalam hubungan Arda dan Elya.
"Siapa yang bisa percaya kamu sama Arda itu enggak pacaran. Setiap hari selalu bareng bagai sepasang sendal." ucap Naura lagi, Atria hanya tersenyum menanggapinya.
"Tapi melihat Arda yang sekarang sering sama anak baru itu, kemungkinannya ada dua, kamu udah putus sama Arda atau memang kamu sama Arda cuma temenan aja. Jadi yang mana?" tanya Naura memastikan.
"Menurut kamu?" bukannya menjawab pertanyaan Naura, Atria justru bertanya balik kepada Naura.
"Opsi pertama." jawab Naura yakin. Atria tampak bingung. Ia pikir Naura akan menjawab opsi ke dua.
"Kenapa?" tanya Atria.
"Karena sepertinya kamu dan Arda tidak baik-baik saja." ucap Naura kemudian. Atria menghentikan langkahnya, kemudian ia menoleh kepada Naura.
"Apa yang kamu lihat tadi itu tidak seperti yang kamu pikirkan." ucap Atria menekankan setiap kata yang ia ucapkan.
"Aku hanya mencoba untuk tidak membuat Elya menjadi salahpaham sama hubungan aku dan Arda." ucap Atria lagi.