Sebenarnya masih terlalu pagi untuk Atria berangkat sekolah, tetapi karena pagi ini ia harus membantu kakaknya untuk membawa beberapa barang, terpaksalah jam segini ia sudah berada di sekolah. Belum banyak siswa dan siswi yang datang, karena saat ini jam baru menunjukkan pukul enam kurang lima belas menit. Atria terlalu takut untuk berada di kelas sendirian, Atria akhirnya memutuskan untuk duduk di taman.
Atria memilih duduk di taman dengan ditemani ponsel dan juga novelnya. Atria pikir ia bisa menggunakan waktunya ini untuk membaca novel. Namun ini terlalu pagi bagi Atria untuk membaca novel, baru membaca dua bab saja sudah membuat Atria mengantuk. Akhirnya Atria memilih untuk memainkan ponselnya saja.
Sedari kemarin Atria sudah mencoba untuk tidak peduli dengan ponselnya, hal itu ia lakukan karena ketika melihat ponselnya, membuat ia berharap Arda akan menghubunginya. Atria juga sudah mencoba untuk menahan sebisanya, Atria sedikit takut, jika ia tidak bisa mengendalikan dirinya dan justru menghubungi Arda terlebih dahulu. Sedari kemarin Atria membiarkan ponselnya terletak di dalam tas sekolah.
Saat Atria tengah duduk memainkan ponsel, sebuah suara menginterupsi kegiatannya saat ini, tentu saja Atria mengenal dengan baik suara itu. Meskipun begitu, Atria tidak menoleh sama sekali kepada orang yang baru saja duduk di sampingnya itu, Atria tidak tahu bagaimana perasaannya saat ini, tapi yang Atria yakini, ia ingin orang yang duduk di sampingnya ini membelanya, ketika teman-teman yang lain mulai berbicara tentang mereka.
"Segitunya ngeliatin tuh ponsel."ucap Arda yang saat ini sudah duduk di dekat Atria. Arda tidak sengaja melihat Atria duduk di taman seorang diri.
Arda kebetulan datang pagi seperti ini karena ia berangkat bersama Ayahnya yang akan menghadiri rapat. Sehingga membuat Arda juga berangkat lebih pagi, karena setiap pagi Arda selalu berangkat bersama Ayahnya, dengan begitu Arda harus mengikuti jam berangkat Ayahnya.
Arda menoleh ke Atria yang masih terpaku menatap ponselnya, ia seperti tidak peduli dengan kehadiran Arda. Arda kemudian memperhatikan ponsel Atria, sepertinya ponsel Atria dalam keadaan baik, jadi Arda kembali menoleh ke Atria, meskipun ia hanya melihat Atria dari samping tapi Arda mengetahui bahwa ekspresi Atria tidak begitu baik ketika ia datang.
"Apa ponsel kamu rusak?" tanya Arda mencoba mencairkan suasana mereka saat ini. Arda jadi merasa canggung karena Atria hanya diam dan seakan tidak berniat mengajaknya untuk mengobrol. Atria hanya menggeleng menjawab Arda.
"Apa kamu kesal karena anak-anak pada ngomongin kita?" tanya Arda tidak bisa bersabar dengan sikap Atria yang mendiamkannya seperti ini.
Setelah mengenal Atria dan menghabiskan waktu dengannya, Arda menyadari bahwa Atria adalah orang yang sangat mempedulikan bagaimana pandangan orang lain terhadapnya. Jadi Arda pikir saat ini Atria terusik dengan apa yang dibicarakan mereka atau dengan gosip-gosip yang memekakkan telinga. Tentu saja Arda menyadari bahwa anak-anak saat ini membicarakan mereka karena sekarang ia lebih sering menghabiskan waktu bersama Elya.
Arda juga menyadari bahwa Atria adalah tipe orang yang ingin dilihat sempurna oleh orang lain. Arda hanya diam melihat kehidupan Atria yang menurutnya itu sangat melelahkan untuknya dan terkadang membuat orang lain merasa tidak nyaman juga, namun Arda pikir ia tidak berhak untuk mengomentarinya.
Arda juga mengetahui bahwa anak-anak yang lain, tidak begitu menyukai Atria meskipun mereka selalu baik di hadapan Atria. Hal inilah salah satu alasan Arda berteman dengan Atria, karena Atria seperti tidak benar-benar mempunyai teman. Meskipun tidak semua anak akan memperlakukan Atria dan bersikap seperti itu kepadanya.
Atria menoleh dan menatap Arda untuk beberapa saat, mereka berdua saling bertatapan untuk beberapa detik sebelum Atria memalingkan wajahnya dari Arda. Perasaan aneh kembali menghampiri Atria, ketika Atria mengetahui apa yang anak-anak bicarakan tentang dirinya, meskipun begitu Atria mencoba untuk terlihat baik-baik saja seolah tidak ada yang terjadi, ia mengatur ekspresinya dengan baik.
"Apa anak-anak membicarakan aku?" tanya Atria berpura-pura tidak mengetahui hal itu, tentu saja akan sangat memalukan jika ia mengetahuinya namun ia tidak bisa melakukan apa-apa.
Arda tahu bahwa Atria akan bersikap seperti ini, tentu saja Atria akan berpura-pura tidak mengetahuinya. Atria selalu ingin terlihat bahwa ia tidak begitu peduli dengan apa yang orang lain katakan pada dirinya, padahal Arda tahu bahwa Atria justru bersikap sebaliknya. Namun Arda juga tidak ingin mempermalukan Atria sehingga ia hanya akan mengikuti permainan Atria, menutup mata dengan sikap Atria itu.
"Bukan apa-apa."jawab Arda sembari menggeleng.
"Kalau bukan apa-apa, kenapa kamu terdengar mengatakan seolah-olah aku terusik dengan apa yang mereka katakan?" tanya Atria, ia menatap Arda dengan ekspresi yang tidak biasanya Atria tampilkan.
"Karena kamu terlihat tidak baik-baik saja."jawab Arda menatap Atria, Arda sebenarnya akan lebih suka jika Atria benar-benar marah saat ini atau Atria mengatakan ia sedang tidak baik-baik saja, tapi Atria justru berusaha untuk menutupinya. Atria kemudian merubah ekspresinya, ia pikir Arda sudah melihat bahwa ia kesal tentang itu, tapi Atria tidak boleh kesal ataupun marah, kalaupun ia kesal dan marah, maka ia harus menunjukkan dengan cara yang lebih berkelas menurutnya.
"Apa aku benar-benar terlihat marah?" tanya Atria sembari tersenyum seakan mencemooh Arda yang mengambil kesimpulan seperti itu.
"Atau cuma perasaan aku aja."gumam Arda. Atria kemudian kembali menunduk melihat ponselnya, sedangkan Arda kini menatap ke depan. Atria ingin menanyakan hubungan Arda dan Elya, tapi ia tidak tahu bagaimana cara memulainya.
"Apa ada yang mau kamu katakan."tanya Arda saat melihat Atria terlihat ragu-ragu, Arda menyadari bahwa Atria ingin mengatakan sesuatu.
"Oh," ucap Atria terkejut karena Arda mengetahui gelagatnya itu.
"Bukan apa-apa."elak Atria kemudian. Mereka berdua kemudian sama-sama diam, terjadi keheningan yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Tapi untuk pertama kalinya, mereka berbicara seperlunya saja. Setelah beberapa saat dalam keheningan Atria kembali menoleh kepada Arda.
"Sepertinya sekarang kamu sering banget sama Elya." tanya Atria, Atria berusaha untuk terlihat biasa saja, dan menanyakan hal itu hanya seperti anak-anak lain yang sering menanyakan hal yang sama kepada Arda dan Elya.
"Aku pikir kamu akan selamanya bersikap dingin kepada orang lain." ucap Atria lagi setelah Arda mengangguk memberikan jawaban.
"Itu karena Elya sangat menyenangkan, dia juga asyik ketika diajak ngobrol." Arda menjawab Atria tanpa menoleh kepada Atria. Apa yang Arda katakan ini merupakan kebenarannya, ia melihat Elya merupakan anak yang menyenangkan dan juga berwawasan, mereka juga bisa mengobrol dengan cara yang menyenangkan.
"Baguslah kalau gitu, setidaknya kamu tidak sendirian terus." ucap Atria dengan nada bercanda. Atria tidak menyukai jawaban Arda, ntah untuk alasan apa. Sepertinya itu juga menyakiti harga dirinya.
"Bukannya kamu sama Elya duduk berdekatan?"tanya Arda kemudian.
"Dia memang anak yang menyenangkan, bahkan anak-anak di kelas saja menyukai Elya." Atria mencoba menjelaskan, tentu saja apa yang Atria katakan tidak berasal dari lubuk hatinya.
"Elya juga mengatakan bahwa kamu teman yang baik dan ramah, dia sangat berterima kasih karena kamu sudah membuat dia merasa nyaman di kelas."ucap Arda kemudian, Atria hanya tersenyum pahit.
"Ramah apanya, itu hanya karena kebetulan." elak Atria. Atria tidak menyukai cara Arda menceritakan tentang Elya, meskipun itu berhubungan dengannya.
"Ya udah nanti makan siang bareng sama aku dan Elya yuk. Enggak baik kamu menolak terus-terusan ajakan Elya." ajak Arda, tentu saja ajakan Arda membuat Atria bingung sekaligus terkejut dengan apa yang dikatakan Arda, Atria butuh waktu untuk memahaminya.