Chereads / Red Hustle: Revenge of The Dark-Hearted / Chapter 19 - [Bab 18] How Your Summer Should be Ended

Chapter 19 - [Bab 18] How Your Summer Should be Ended

Hei Carmie…

Bagaimana kalau kita coba semua permainan yang ada di sini…

Tapi kita buat seperti pertandingan…

Yang kalah harus menuruti apapun si pemenang mau….

Begitulah aturannya…

….

..

Kau tidak pernah memberiku jawaban mengapa kau memilihku untuk bermain bersama di sana. Di tempat di mana orang menghabiskan waktu bersenang-senang bersama yang mereka kenal dekat kau malah sudi habiskan waktu bersamaku, 'Si Penyihir'. Di saat semua teman-temanmu menjauh, Dorothy, hanya kau yang mau mengulurkan tangan padaku. Apa kau tahu apa itu artinya, Dorothy….?

'...jangan menatap matanya nanti kau kena kutuk! …..'

'…. Selamat dari kobaran api? Apa anak ini jelmaan iblis….?'

'…. Kudengar warna rambutnya akibat darah korban yang sudah ia dapat….'

Aku cukup senang….. Aku akhirnya pindah dari rumah atau pantaskas kalau aku sebut itu rumah…? ….Aku tidak tahu…. Tempat itu sudah dibakar oleh perampok dan menelan seluruh isinya, jadi aku dipindahkan ke tempat yang sesuai dengan gelarku yang baru, panti asuhan. Aku sering mendengar panti adalah tempat yang kasar dan kejam. Ternyata benar, aku merasa lebih tenang di ruang interogasi polisi dibandingkan di ruang kepala panti. Si perawan tua itu memang tidak pernah berhenti mengoceh.

Siapa lagi yang tidak berhenti mengoceh? Anak yang ada di seberang ranjangku? Atau para anak laki-laki yang sedang bermain kasti di luar? Mereka tidak pernah berbicara kepadaku, sekalinya pernah mereka hanya menyuruhku untuk menjauh. Mungkin karena rambut merah yang melekat di kepalaku ini. Memangnya kenapa? Papa bilang rambutku bagus bagus. Bukannya Papa menikah dengan Mama karena rambut merah Mama yang anggun? Bukannya bintik-bintik di wajahku ini membuatku tambah imut? Apa Papa selama ini berbohong kepadaku?

Sudah musim panas. Papa seharusnya akan sering pulang cepat. Sepulang dari sekolah aku akan menunggu di dekat pintu jika Mama tidak ada. Aku akan melompat ke dalam pelukannya yang hangat dan mengajaknya bermain di pantai dekat rumah. Namun di tempat itu aku tidak bisa menunggu siapa-siapa. Di asrama, di kantin, di kelas, bahkan di taman aku tidak bisa menunggu dan mengharapkan sebuah keajaiban terjadi. Mereka selalu memperhatikan ke mana si penyihir pergi, dan mereka selalu menganggapnya sebagai sesuatu yang ganjil.

Panti ini cukup besar. Gedung utama sudah termasuk asrama dan sekolah tiga tingkatan. Di luar ada lapangan kasti yang selalu dipadati oleh para anak laki-laki. Lalu ada lahan kecil yang oleh pengurus panti dijadikan taman dan setiap harinya ada kelompok-kelompok anak panti yang akan bergantian mengurusi tanaman di sana. Setiap harinya sudah ada sistem yang mengatur pola hidup setiap anak, dan aku ikut terbawa ke dalam sistem itu. Walau sering diabaikan dan dianggap tidak ada oleh guru, setidaknya aku naik kelas dengan normal, tidak ada masalah sama sekali.

'Nama-nama yang disebutkan harus menghadap ke kantor kepala panti sekarang juga! ****, Carmen Olivia, ******, ******, *******, ******, *******, ********.', sisanya aku tidak mengenal mereka sama sekali.

'… Si Penyihir akan pergi!'

'…Akhirnya aku bisa tidur dengan tenang…!'

Memang di panti asuhan itu setiap libur musim panas anak-anak yang memiliki nilai tertinggi di setiap kelas akan di bawa jalan-jalan keluar untuk seharian penuh. Aku salah satunya yang terpilih, dan di hari itu aku menatap langit bebas untuk sekian lamanya. Kulihat banyak dari anak-anak yang ikut denganku saling mengenal satu sama lain. Wajar saja anak-anak panti memang hanya berjumlah puluhan jadi sangat mudah untuk saling kenal walau terpaut umur beberapa tahun. Mereka mengobrol di sepanjang perjalanan sambil menyisakan dua bangku kosong di sebelahku.

Taman hiburan itu megah. Mereka semua sudah berpencar termasuk para pengurus panti yang ikut bersama kami. Mereka meninggalkanku. Berusaha melenyapkanku di tengah keramaian, dan berharap aku sudah tidak berada di sini saat mereka berkumpul kembali. Setidaknya aku bisa menikmati semua permainan di sini sendirian atau aku bisa menghabiskan waktu dengan berdiri di tepi dermaga sambil memandang laut.

Aku bersandar cukup lama di dermaga. Menikmati momen bebas sendirian di tempat yang paling kusukai. Matahari saja sampai bosan dan mulai melirik bagian atas sunhat-ku. Aku bersenang-senang. Atau mungkin beginilah bagaimana aku bersenang-senang selama ini. Memang terdengar sangat membosankan bagi orang-orang, tetapi di mana lagi aku menemukan kedamaian seperti ini. Hanya aku dan…

'…Carmen…'

...?

'Carmen..'

Pergilah, kau hanya membuang-buang waktumu...…..

'..C-Carmie…..'

Tidak ada yang mau memanggil namaku seperti itu sebelumnya… kecuali Papa.

'…Livy….'

Jangan memanggilku dengan nama itu!! Aku benci dia!!

"..Carmen..!"

...?

Suara Horn?

"….giliranmu….."

Ah sial aku malah melamun. Aku'kan sedang bertanding dengan Horn di festival bodoh ini. Cih… ternyata dia tangguh juga. Sudah tiga permainan termasuk permainan dunker ini hasilnya sama-sama seri, sudah kuduga dia satu level denganku. Kau tahu Dorothy… Dia sebelumnya adalah pria yang menyedihkan, sama seperti saat kau menemukanku dulu. Saat aku ingin menyatu dengan laut di dermaga taman hiburan saat itu, kau berlari menangkapku sambil memanggil-manggil namaku. Tidak sengaja kutepis tanganmu yang berkeringat dengan tanganku yang terkutuk. Itulah mengapa tangan kananmu terdapat luka bakar'kan, Dorothy?

'…Aku Dorothy Higgins dari kelas tujuh. Kau pasti salah satu anak panti yang ikut rombongan'kan? Siapa namamu?'

'...….'

'Apa kau mau aku memanggilmu 'Si Peny…..'

'..Carmen… namaku Carmen….. Olivia.'

'Nah Carmie….Tadi baru saja kau melakukan hal yang berbahaya. Lagipula untuk apa kau memanjat pagar dermaga? Itu tidak menyenangkan dan juga berbahaya… lagipula semua kesenangannya ada di sana, bukan di sana.'

'...….'

'Ada apa, kau tidak tahu harus mulai dari mana? Tenang saja aku tahu apa yang kau butuhkan..'

Setelah itu kau membelikanku permen kapas, sesuatu yang kuanggap menjijikan saat itu karena mirip rambut penyanyi yang sering didengar Papa. Aku hanya memandang nanar permen kapas tersebut karena bentuknya.

'Kau tidak suka?'

'...'

'Kau bahkan belum mencobanya, Carmie. Cobalah sedikit kau pasti akan ketagihan..'

'.. Aku tahu rasanya manis, aku hanya tidak suka bentuknya…'

'Baiklah….. bagaimana dengan permen yang ada di sana itu…'

Kau akan terlihat seperti penculik, Dorothy, jika kau selalu menawari anak kecil permen. Paling tidak kau mencuri hatiku dengan permen apel tusuk yang kau beli sebuah hanya untukku. Aku tidak tahu kau bisa menebak permen apel itu bisa menjadi sesuatu yang kugemari hingga saat ini. Walau aku tidak bisa memakannya setiap hari, tetapi aku tahu rasa apa yang aku cari jika mencari permen.

"Carmen…"

Huh?

"…Kau mau membeli permen apel itu? Kulihat dari tadi kau terus-terusan memandangnya lho."

Sialan aku ketahuan! Cepat beri dia alasan..!

"Ah itu… sudah lama aku tidak pernah melihat permen itu lagi. Bagaimana Horn, mau mencobanya?"

Tanpa pikir panjang aku langsung membeli dua buah dan memberikan salah satunya. Ia menatap permen berbentuk apel dilapis caramel itu dengan aneh.

"Aku tidak terlalu suka yang manis-manis…"

"Setidaknya ini bisa menaggulangi rasa masam di mulutmu, cobalah dulu.."

Ia tampak ragu, tetapi akhirnya ia mengambil gigitan besar dan memperlihatkan daging apel yang masih putih segar itu.

"..Hm?"

".. rasanya tidak buruk. Hanya saja seperti yang kubilang tadi, aku tidak terlalu suka yang manis-manis. Tapi bisa kutebak ini pasti permen favoritmu…."

Bagaimana dia bisa tahu??

"Tidak… aku menyukai semua jenis permen."

"Benarkah begitu? Aku tidak pernah melihat kau memakan permen batangan dengan rasa lain selain rasa apel…"

Jadi dia memperhatikanku juga selama ini!? Sialan.

"Aku heran Carmen…. Biasanya orang yang sering mengkosumsi permen biasanya gemuk-gemuk. Tetapi entah mengapa hal itu tidak berlaku untukmu."

Tahan dirimu Carmen….. tahan….

"Ini hanya faktor genetik Horn. Tidak semua orang dapat gemuk semudah itu…"

"Hm… aku mengerti. Berarti...."

"…. Bisa kita pergi ke permainan selanjutnya?"

Aku tahu apa yang ada setelah kalimat itu. Aku tahu apa isi pikiran laki-laki jika sudah menyangkut tubuh wanita.

"Baiklah… mau yang mana?"

"Bagaimana dengan High Striker?", aku menunjuk ke arah permainan itu berada. Horn menatap ujung menara High Striker yang berkelap-kelip sambil mengangguk-angguk.

"Ok…"

Kau tahu aku payah dalam permaian High Striker, Dorothy. Hingga sekarang tubuhku masih saja kurus dan ringan sehingga sangat sulit membentuk momentum bagus ketika mengayunkan palu ke lingkaran tuas. Mungkin hasilnya tidak akan jauh berbeda sekarang, terutama lawanku adalah laki-laki. Tetapi kau bilang jika High Striker lebih menguntungkan jika kita memiliki kekuatan otot tangan yang bagus, beruntung tanganku sudah kulatih selama bertahun-tahun dan sudah menempuh tugas-tugas yang rumit.

"Ingat Horn, tanpa bantuan mantra. Ok?"

"Ok…"

Pilih ukuran palu yang sesuai dengan tubuh. Pasang kuda-kuda. Putar ke belakang tubuh. Ayunkan sambil dorong tubuh ke depan. Tambah kecepatan pendulum tangan dan….

TAK!!

97,7. Ah sedikit lagi….

Sekarang giliran Horn. Tampaknya ia kebingungan dalam memilih palu. Sepertinya dia akan meniruku dalam memilih ukuran palu. Raut wajahnya tampak serius. Dia mengayunkan palu dan….

97,7. Kita seri lagi…..

Sudah kuduga kita satu level, Horn. Permainan selanjutnya adalah Shoot The Duck, permainan menembak target. Ini seharusnya mudah bukan begitu Dorothy?

...

….

'Apa yang sudah kau lakukan padanya, pak tua!?'

'Ja-jangan lukai dia Carmie. Jangan!'

…..

..

Untuk pertama kalinya di sepanjang karirku aku melepaskan sang target. Jika bukan karena dirimu yang bilang begitu, aku mungkin tidak akan melepaskannya. Aku kini bahkan sedang membantunya Dorothy, mengeluarkan dirinya dari hidup yang menyedihkan. Mungkin pesan terakhirmu memang benar, dan selama ini aku salah. Pada pertama kali aku melihatnya, aku baru sadar bagaimana hidup adalah sebuah roda yang berputar. Aku melihat dirinya seperti kau melihat diriku di dermaga saat itu. Melihat keputusasaan di matanya seperti aku melihat diriku sendiri di sebuah cermin. Jika aku membunuh dirinya sama saja aku membunuh diriku sendiri.

Ini menggelikan. Kita ternyata memiliki banyak kesamaan. Pada akhirnya aku tahu betapa naif dan konyol-nya diriku yang dulu. Pria ini menjijikan, pria ini tidak memiliki masa depan, dan dipikirannya hanyalah mati itu lebih baik, sangat menggambarkan isi pikiranku dulu. Tetapi sekarang aku memberikannya sebuah kehidupan sama seperti dirimu yang berhasil memberiku alasan untuk hidup. Dia akan membantu mewujudkan mimpimu, Dorothy. Menghilangkan mantra dan sihir yang merusak ini. Menghancurkan The Gold.

Haha….

Kau tahu betapa ingin aku bertemu dengan dirimu lagi Dorothy? Aku ingin sekali melihat wajahmu lagi dan memelukmu tubuhmu yang hangat itu. Aku ingin kau melihat bahwa aku sudah berubah. Kini aku sudah bisa memiliki seorang kolega baru dan aku sendirilah yang merekrutnya, tentunya dengan caraku sendiri. Aku ingin sekali bercerita atas apa yang sudah terjadi lebih dari dua bulan ini, sungguh seperti mimpi. Aku juga ingin mendengar lagi humormu yang menyebalkan itu. Aku tahu kau sudah mati. Tapi hanya untuk sekali lagi saja… kita habiskan waktu untuk terakhir kali….. dengan cara yang menyenangkan…. Dorothy.....

TEEEET...

"Ah… aku menang? Well…. Carmen? Carmen….?"

Ah sial aku lengah. Tembakan terakhirku malah meleset. Selamat Horn kau menang…

".. Carmen kau menangis…"

"..Ah.. tidak ini… bukan apa-apa…"

Sial aku tidak bisa menyembunyikan emosiku lagi..

"…. Selamat kau sudah berhasil menang dariku. Kau boleh meminta apapun dariku..", senyum Carmen. Senyum!!

"..Carmen… apa kau….baik-baik saja?"

"Tentu saja Horn aku baik-baik saja, tadi ada tawon yang menabrak mataku."

"Carmen…"

Ternyata dia memang senaif itu. Ia hanya berdiri membeku melihatku menyeka sisa air mata. Penglihatanku dan suaraku mulai membaik sekarang.

"..nah… apa permintaanmu?"

Ia hanya berdiam diri di sana? Tidak tahu harus apa? Pria yang menyedihkan.

...

"Ikut aku…."

Horn tiba-tiba saja menarik lenganku dan memaksaku ikut dengannya. Setengah berlari ia menarik lenganku hingga beberapa kali aku harus menghindari orang-orang yang melintas. Aku tidak tahu ke mana dia akan membawaku tetapi setelah langkahnya berhenti aku baru tahu ia mengajakku ke mana.

'Carmie…. Apa kau pernah naik ini?'

"Ini.."

'.. Wahana ini wajib dinaiki lho kalau ke tempat seperti ini…'

"…kincir ria.."

"Ayo masuk.."

Ia menarikku ke dalam kapsul yang baru saja kosong lalu menyuruhku duduk tepat di seberangnya. Kincir ria itu perlahan berputar dan mengangkut penumpang selanjutnya, kapsul milik kami perlahan naik. Keadaan menjadi canggung akibat air mata yang tidak bisa kukontrol barusan, dan juga hanya ada kami berdua yang ada di dalam kapsul itu. Lebih baik aku membuka percakapan untuk mencairkan suasana.

"Jadi…. Apa permintaanmu?", lagi-lagi aku menanyakan hal itu kepadanya. Ia malah memeriksa jam di ponselnya, dia malah mengabaikanku huh? Dari wajahnya sepertinya ia agak malu-malu, sepertinya ia sedang memikirkan hal yang mesum.

"Jadi…..Carmen…kau ..Hm... bisakah kau menoleh ke belakang?"

Kuharap kau tidak macam-macam denganku Horn dengan menyuruhku menoleh ke…

...

'Apa yang kau lihat Carmie?..... Indah bukan? Sudah kubilang ini wahana yang wajib dinaiki. Lihatlah ombak-ombak itu… seperti garis-garis kerutan yang ada di sebuah lukisan. Lihatlah langitnya... begitu merah. Oh aku akan merindukan pemandangan ini hingga musim panas selanjutnya….. hey lihat Carmie, seseorang terjatuh dari banana boat, kasihan sekali hanya dia yang kebasahan... lihat yang di sebelah sana ada orang yang ingin melakukan atraksi melompat dari karang….'

Dorothy….

Saat itu kau tetap berusaha menunjukan setiap detailnya, mungkin kau juga tahu aku sama sekali tidak bisa mendengarmu karena saking terpukaunya aku atas apa yang kulihat di atas sana. Yaitu sebuah pemandangan yang selalu menjadi lukisan terbaik di dalam memoriku. Pemandangan matahari terbenam tepi laut.

'…Hey Carmie tahu tidak…'

"…Kau jauh lebih cantik dibanding pemandangan itu….."

Horn? Sejak kapan kau berada di sebelahku….

Dia menatapku… tepat ke kedua mataku. Mata ungu itu….

Entah mengapa aku sering bertanya-tanya, Dorothy. Apakah sebenarnya Horn menyukaiku? Seringkali aku yakin dan seringkali juga aku ragu, aku seringkali terlihat bodoh dibuatnya. Ketika aku melihatnya dekat dengan orang lain, aku merasakannya lagi Dorothy….. perasaan itu…

"Inikah keinginanmu?", aku bertanya padanya dengan sedikit ragu.

"Bukan… tetapi ini keinginanmu'kan? Melihat pemandangan ini sekarang…"

Ini tidak adil Horn! Tidak Adil! Sialan..!

"… akan kukatakan apa keinginanku….. Aku….. ingin melihatmu tersenyum sekarang…."

Kau menyebalkan Horn! Kau memang menyebalkan!

"Baiklah…", kau hanya tinggal tersenyum Carmen.. "…sudah bukan?", aku tersenyum padanya, aku sendiri tidak tahu apakah senyumku itu tulus atau dipaksakan.

Wajah Horn memerah. Ia memalingkan wajah karena tersipu malu. Wajahnya imut sekali aku ingin mencubitnya. Andai saja aku bisa meraih bibirnya.

Andai aku bisa mendekat….

Sedikit lagi….

DAR…!!

!?

Kembang api? Tunggu suara apa lagi itu?

....!

Sial aku terlalu lengah, konsernya sudah di mulai. Seharusnya target sudah ada di posisi saat ini. Kami harus segera bergerak sekarang.

"Kau jadi terlihat tersentak barusan. Ada apa?"

"Ah….. tidak ada apa-apa. Oh iya Horn, apa kau pernah menonton konser sebelumnya?"

Ringg….

…..

'Sean?'

'…Kau sedang di mana The Red? ....Ah….Suaramu sulit terdengar.."

'Kau saja yang selalu menelpon di saat yang kurang tepat, kau sedang menelpon saat di luar sedang hujan deras'

'…Kau terdengar sedang tidak senang …'

'Bukan urusanmu…. Nah untuk apa kau menelponku?'

'…Ada sebuah laporan terkait aura yang kuat memancar di pusat kota. Anggota yang melapor ini mengatakan orang-orang di sana tiba-tiba menjadi bertingkah aneh dan ia juga katanya hampir terkena efek yang sama….'

'...sihir pengendali pikiran… menyenangkan bagi caster-nya tapi menyulitkan bagi kita …'

'Apa kau sedang sibuk?'

'.... Tidak'

'Aku mau kau memeriksanya….. akan kuberikan nomor anggota yang melapor setelah kau mencapai jaringan yang lebih aman.'

Tut..Tut…tut….

Setelah berpindah jaringan, sang pelapor'pun memberikanku tempat di mana fenomena itu terjadi. Grand Mall of Dockstown, tempat super megah dan mewah yang telah menjadi pusat perbelanjaan Ouro selama 12 tahun. Menggunakan mantra di tempat ramai sangatlah berbahaya terutama di tempat tertutup nan ramai seperti mall. Selain dapat mengenai orang-orang awam, penggunannya juga bisa merusak struktur bangunan. Belum lagi jika terjadi anomali-anomali pada para korban, pasti yang terjadi adalah sebuah kehebohan publik dan The Society harus cepat-cepat mengalihkan atau mengubur itu semua dari masyarakat.

Menurut sang pelapor orang-orang tiba-tiba saja bertingkah aneh setelah sebuah pengumuman diumumkan. Ia langsung lari mencari pintu keluar setelah merasa ada aura pekat yang merayap-rayap ke penjuru mall tersebut. Meski ia berhasil kabur nyatanya ia hampir kehilangan kesadaran seutuhnya. Di telepon katanya ia melihat banyak orang-orang yang marah bercampur sedih dengan bernlinang air mata darah lalu mereka tampak sedang berbondong-bondong untuk pergi ke suatu titik di dalam mall. Setelah itu ingatannya kabur, katanya ia sempat pingsan selama 15 menit kemudian terbangun di gudang penyimpanan yang ada di belakang mall lalu 15 menit setelahnya lagi untuk mengingat-ingat apa yang telah terjadi, barulah setelah itu ia melapor pada organisasi.

Aku'pun memeriksa TKP dari kejauhan. Aku sudah sangat terlambat karena kejadiannya sudah lewat lebih dari sejam, jejak auranya sudah keburu hilang dan cuaca hujan seperti itu tidaklah mendukung pelacakan maupun investigasi. Kulihat sudah ada banyak mobil polisi yang memblokade akses masuk ke dalam mall. Mall sudah ditutup lebih awal, meski begitu aku masih dapat melihat pengunjung dan karyawan yang sedang berdiri di lobi mall menunggu diperiksa polisi. Sebuah ambulance'pun meluncur menebas derasnya hujan ke dalam area mall. Ini menandakan bahwa adanya korban jiwa di peristiwa ini.

Jika ini hanyalah dari aura mantra-nya saja yang menjangkit ratusan pengunjung dan staff di GMD, berarti mantra yang sebenarnya sangatlah kuat. Mengeluarkan sihir hanya dari auranya saja adalah sebuah keputusan yang cerdik karena aura tidak dapat terdeteksi lewat bentuk rekaman apapun di tempat seperti itu. Belum lagi ia juga ikut menghapus memori para pengunjung dan para karyawan di sana, ini berarti sang caster tahu betul cara menghapus jejak busuknya.

Pertanyaan sebenarnya adalah siapakah si caster ini? Ia tidak meninggalkan jejak aura. Tidak meninggalkan saksi mata. Ia menghilang begitu saja. Apakah ia dari ratusan pengunjung di hari itu atau merupakan salah satu dari karyawan yang bekerja di sana? Namun setelah melihat sebuah LED display yang terpampang di area mall ada kelompok suspek lain yang kumasukan. Re:Star.

Re: Star seharusnya manggung di GMD saat itu untuk peluncuran album baru mereka namun untuk alasan yang kurang jelas mereka akhirnya memutuskan membatalkan konser mereka.

Untuk selang beberapa hari aku berkunjung sekaligus berkeliling GMD untuk memeriksa gerak-gerik setiap orang yang ada di sana, mencari kemungkinan sang caster kembali, namun hasil akhirnya nihil, yang kutemukan hanyalah caster-caster yang merupakan anggota organisasi dan beberapa amarelas yang harus diurus di bawah yuridiksi organisasi. Cara mengendalikan mantra mereka semua tidak ada yang cocok. Sayangnya rekaman CCTV saat kejadian itu terjadi dihapus tepat saat peristiwa itu tejadi. Sepertinya sang penjaga monitor ikut terpengaruh dan menghapus rekamannya sebagai dampak dari aura sang caster.

Hasil yang nihil membuatku mengalihkan fokus pada para personil Re:Star. Namun setelah mengetahui bahwa hampir semuanya tinggal di sebuah asrama akademi yang tingkat keamanannya tinggi aku mencoba menyimpan ide tersebut untuk nanti. Jika kulakukan itu sekarang akan terlalu menghabiskan waktu, lagipula Horn masih dalam pelatihan intensif. Jadi aku memilih untuk berinisiatif dengan menonton konser mereka secara langsung yang akan diadakan di akhir musim panas ini supaya investigasi ini melonggar sampai pelatihan Horn selesai.

Cih… ternyata konsernya sangat ramai. Kuharap Horn dapat mengikutiku di tengah keramaian ini.

"Aku benci keramaian seperti ini…"

Aku juga Horn… Jika bukan karena investigasi ini dan peristiwa itu juga aku tidak akan mengajakmu. Kau juga berutang penjelasan kepadaku atas pembunuhan empat orang cañí tepat saat di hari pesta penyambutanku. Tetapi kau adalah kolegaku sekarang dan semua yang menyangkut pekerjaanku kau harus ada di sana untuk membantuku, meskipun dengan begitu resikonya adalah kesalahanmu menjadi kesalahanku.

Jika sang caster berada di sini aku akan menebak mantra sang sihir caster yang sebenarnya adalah sihir suara. Karena efek dari auranya saja adalah mengendalikan pikiran. Ini semakin berbahaya karena konsernya berada di luar ruangan dan hari makin gelap, membuat efek mantranya bisa jadi sangat luas dan efektif. Aku harus segera mendekati panggung agar dapat mengalisis masing-masing personil dengan baik.

Cih….. orang-orang bisa-bisanya menari di tengah keramaian seperti ini. Selain audio keras dan menyebalkan ini, para penonton ini merasa tidak cukup ramai dengan saling bersorak-sorak.

"…. STAR..!!"

"… STAR…!!!"

Ah.. sialan….Panggung itu bersinar sangat terang. Aku bahkan sangat sulit melihat para personilnya satu persatu. Aku harus cari tempat yang lain untuk melihat mereka dengan jelas. Horn…

…..?

Horn? Sial dia terpisah dariku. Kalau begini aku harus segera mencari tempat lain yang bagus.

"Kau mau ke mana nona? Jangan banyak bergerak dan nikmati konsernya…", seorang pria tiba-tiba saja menggesekan kemaluannya ke bokongku sambil menari-nari. Segera aku dorong pria busuk it…..

Ah….. sialan aku didorong!

Gawat aku terhuyung hingga di pagar depan. Kini orang-orang bertubuh besar di belakang menahan tubuhku. Kini aku berada tepat di depan pagar pembatas. Sial kalau begini jika ada sesuatu yang terjadi aku tidak bisa kabur dengan mudah. Aku harus segera mungkin kabur dari situasi menghimpit seperti ini….

"….I DO KNOW LOVEEE….!!!..."

Itu…..

Aku merasakannya….

Itu dia….!

Auranya keluar…. Dari si penyanyi bridge. Jadi Caster-nya adalah dia….. Warna aura dan rambutnya… pink?! Dia menyamakan warna rambut aslinya dengan warna mantra yang dimilikinya? Kukira hanya aku saja yang begitu… cih… aku sudah mendapatkan target dan yang jadi permasalahannya adalah bagaimana keluar dari situasi ini…..

"Oh gadis kecil…. kau memiliki bokong yang indah…."

Eugh… seseorang tiba-tiba saja meraba bokongku? Sialan. Ternyata efek auranya menambah birahi dan obsesi, dan di belakangku banyak laki-laki. Kalau begini nantinya…

Sial! Terpaksa aku harus menggunakan cara kekerasan untuk keluar dari sini. Aku harus segera mencari Horn sesegera mungkin.

Aura pink itu sudah menjalar ke seluruh permukaan lapangan. Aroma manis dan warna yang pekat membuatku kesulitan meluruskan pikiranku. Ini bukan mantra biasa, ini mantra ultimate. Aku sudah tidak peduli lagi berapa orang yang kupukul keras dengan bantuan mantra. Situasinya sudah mengerikan seperti lautan orang sedang melakukan pesta seks bebas yang dipimpin oleh sebuah pemimpin kultus. Tidak peduli apakah itu pria atau wanita, mereka saling cumbu bahkan ada yang mulai berhubungan intim. Kedua mata dan hidung mereka saling mengeluarkan darah. Beberapa orang lainnya yang di barisan depan mulai berburu menyerobot dan ingin sedekat mungkin ke caster yang sedang mengeluarkan mantra lewat nyanyiannya. Sepertinya ia mengeluarkan mantra agar para penonton mulai tertarik padanya tetapi sepertinya ada efek yang lainnya yang sulit kujelaskan pada diriku sendiri. Ugh…. Aura ini semakin membuatku pusing. Terlalu manis….. ke mana Horn di kerumunan ini huh?

"Horn!!!", Aku memanggilnya. Sial hidungku mulai mengeluarkan darah.

"Horn, kau di mana!? Jawab aku sialan!!", Cih tidak ada gunanya. Tempat ini terlalu kacau.

Ponselku bunyi. Pasti Sean.

"The Red, pantai St. Lewis, cepat ke sana ini darurat!"

"Aku sudah berada di sana Sean, aku sedang mengatasinya!"

"Kita sedang menahan siaran nasionalnya, tapi tidak bisa lama-lama kau harus segera menghentikan konser itu!"

"Aku tahu Sean! Aku..."

Sepertinya Sean masih punya kata-kata lagi untukku tapi entah mengapa aku tidak bisa mendengarnya. Seperti kotak pandora yang menunjukan semua mimpi buruk di dalamnya, kerumunan di hadapanku tiba-tiba bergeser dan memperlihatkanku sebuah ketakutanku selama ini. Di saat itulah aku jadi teringat saat masa-masa aku baru kehilangan dirimu. Aku bodoh….. atau diakah yang bodoh, Dorothy? Apa mungkin memang dirikulah yang melewatkan kesempatan emas di kincir ria sore tadi. Aku sudah tidak bisa mendengar apa-apa bahkan memejamkan mata saja tidak bisa. Setiap detik saat bibir mereka bersentuhan bagiku terasa seperti 100 tahun. Aku…..

"….I DO KNOW LOVEEE….!!"

Sialan…!!

Brengsek….!!!

Kenapa bisa sesakit ini…..!

'Carmie…. Kau harus ingat....'

Aku ingat Dorothy… AKU INGAT ITU!!

DOR!!

"......…..KYAAAAAAAAAAAAA!!!!!!!!!!!!!!!!!"

Aku sudah tahu jawabannya.