Ini dia…..
Sudah di depan mataku…..
Mereka sedang memujaku….. menyembahku...
Aku telah menjadi bintang...
Akulah sang idola….
"…..KYAAAAAAA....."
Suara lengkingan jeritan di mikropon itu jelas itu memecahkan suasana area konser. Meski musik pengiring terus berjalan tetapi suara mereka yang tadinya sedang memadu lirik menjadi terhenti setelah sesuatu yang jatuh telah menimpa salah satu dari mereka. Untuk beberapa saat Cindy mencoba menerka apa yang terjadi. Ia sudah merencanakan semuanya. Semua seharusnya sudah sempurna, tidak ada cacat sama sekali karena dia ingin sekali bersinar malam ini. Namun sepertinya ia tidak bisa hidup di dalam fantasinya lagi setelah apa yang ia lihat dengan mata kepalanya.
Petra…
Sebuah lighting rig telah jatuh menimpanya. Tepat di atas kepalanya. Darah segar milik Petra'pun menyiprat ke mana-mana bahkan ada yang mengenai pakaian seorang personil. Petra sudah tidak lagi bergerak. Hanya tersisa darahnya saja yang masih mengucur dari tengkoraknya yang pecah. Dia tewas seketika di atas panggung. Sesuatu yang tidak diharapkan Cindy.
Ia terdiam, ikut membeku seperti teman-temannya yang tidak bisa melepas pandangan mereka dari pemandangan mengerikan itu. Penonton'pun menjadi kacau, bukan hanya dari kejadian yang terjadi secara tiba-tiba itu, tapi juga dari dampak mantra yang Cindy secara spontan lepas pada lagu barusan. Suasana penonton kacau hingga menimbulkan chaos. Para staff berhamburan ke atas panggung menyuruh mereka turun ke backstage. Seorang panitia langsung mengambil mikrofon lalu meminta maaf dan segera menyuruh semua penonton untuk pulang.
Konser diberhentikan atau lebih tepatnya dibubarkan. Itu bukanlah sesuatu yang Cindy inginkan. Cindy sadar mereka sudah tamat. Re:Star sudah tamat. Cindy sudah berusaha keras untuk mendapatkan posisinya saat ini. Kini yang ia mau adalah hasil manis dari kerja keras itu. Cindy tahu ia sudah mengobarkan semuanya; bakatnya, kemampuannya, kebohongannya… Bahkan mantranya. Kini yang ia dapat adalah wajah kecewa para penonton yang pastinya tidak akan mau dibodohi untuk ketiga kalinya oleh konser yang akan dibintangi Re:Star.
Tidak bisa begini, aku masih bisa memperbaikinya!
Aku masih bisa menarik hati mereka! Aku sendiri bisa melakukannya!
Cindy mendorong staf yang menggiringnya turun. Ia kembali menaiki panggung dan merebut mikropon yang dipegang oleh si panitia yang mencoba menginstruksikan para penonton.
Sudah tidak ada kata kembali.
Sudah tidak ada kata untuk turun.
Akan kugunakan segalanya untuk mencapai puncak!
"Cih dia kembali…. ternyata dia memang senekat itu," Carmen menoleh pada Horn dan The Puppet, "Rencana B. The Puppet tolong keluarkan para orang-orang awam ini dari radius festival sementara aku yang akan mengurusi sang caster."
"Aku ikut denganmu.." ujar Horn tidak terima.
"Tidak, mantramu itu terlalu berbahaya jika situasinya ramai seperti ini. Tugasmu adalah menjaga The Puppet selama proses evakuasi karena masalahnya kali ini kita sedang berhadapan dengan seorang caster ultimate."
"Baiklah." Horn mengulurkan tangannya pada Misa, "Apa kau sudah merasa baikan?"
"Ya…" Misa menyeka hidungnya lagi lalu meraih tangan Horn untuk bangkit. "Hati-hati The Red."
Carmen mengangguk tanpa menoleh. Ia kembali menatap panggung di mana sang caster ultimate dengan aura yang meluap-luap itu sedang menggenggam mikropon dengan kedua tangannya. Sebelum satu tarikan nafas panjang darinya dikeluarkan, Carmen menembak mikropon tersebut dan membuatnya ia tersentak. Sang caster mencari-cari pelakunya lalu kemudian ia merasakan bulu kuduknya berdiri sesaat setelah ia melihat seorang wanita berambut merah menatap sinis ke arahnya.
Sang caster tahu wanita itu pasti segera meluncurkan peluru kedua padanya, langsung ia berteriak dan menciptakan semburan gelombang suara hebat yang langsung memecahkan peluru yang ingin menembus kepalanya. Karena Ia tidak tahu ada berapa sisa peluru yang dimiliki sang penembak, ia berusaha berteriak sekuat-kuatnya dengan suara emasnya. Angin yang kuat'pun mulai berhembus dari atas panggung dan mulai menghempaskan orang-orang yang ada di sekitar panggung maupun para penonton yang kesakitan akibat gelombang suara yang merusak tersebut. Gelombang suara yang disertai angin kuat tersebut sukses menghancurkan berbagai peralatan di sana termasuk menghempaskan pagar-pagar pembatas. Pagar-pagar itu terpental menuju kerumunan penonton yang masih setengah di bawah kendali aura si caster. Sang caster idola benar-benar menumpahkan emosinya pada realita dunia yang tidak adil baginya, matanya terpenjam erat hingga suatu ketika sebuah tinju mendarat tepat di wajahnya.
Cih… sembrono sekali, batin Carmen setelah membuat sang caster idola terpental dan menembus layar hingga ke belakang panggung. Kuharap tidak ada korban cacat akibat serangan barusan dan yang terpenting aku harus membunuhnya sesegera mungkin.
Carmen turun ke belakang panggung untuk mencari tubuh si caster idola yang terpental. Sejujurnya ia tidak tahu butuh berapa upaya untuk membunuh seorang ultimate, tapi dari apa yang ia dapatkan dari Horn tampaknya tidak akan semudah itu. Semua orang di belakang panggung tampaknya tidak sadarkan diri akibat serangan sihir barusan, ini kesempatan emas baginya untuk mengeksekusi. Ia mendekati tubuh sang caster idola yang ternyata juga menembus beberapa lapis dinding kanvas. Perlahan dan penuh siaga ia mendekati tubuh yang terkulai di atas pasir tertutup karpet tersebut.
The Pink….. begitulah seharusnya aku memanggilnya, batin Carmen. Seorang personil idol group yang entah mengapa aku tidak bisa mencium bau mantranya sama sekali. Mengecat warna rambutnya sesuai dengan warna mantranya adalah keputusan yang berani dan juga cerdik. Tidak hanya memberikan karakter yang dibutuhkan media tetapi juga membantunya menutupi jejak busuknya dari kita para spell punisher. Ia tampak seperti idola sebagai mana semestinya di mata siapapun sehingga dari manapun tidak ada yang perlu dicurigai. Tetapi itu harus berakhir sekarang.
Carmen menarik hammer USP.45-nya dan mengarahkannya pada dahi sang idola yang terlelap tersebut. Sebelum dapat menarik trigger pistolnya seorang pria tiba-tiba saja menerjang dari balik dinding tenda dan mencoba merebut pistol Carmen. Carmen dengan sigap melumpuhkan orang tersebut namun orang yang tadinya ia kira sudah terlelap pulas itu tiba-tiba saja mencengkram kuat kakinya. Dengan menekuk kakinya ia melontarkan diri ke luar tenda bersama sisa tubuh yang menggaetnya. Dengan sihir angin miliknya, mudah bagi The Pink merubah situasi menjadi penarik dan pelontar ke arah yang ia mau. Carmen tidak dapat melawan saat di udara dan tubuhnya terhempas dengan keras. The Pink seperti mengejeknya dengan turun secara perlahan seperti malaikat yang baru saja turun dari langit.
Kini mereka berada di luar area festival seperti yang Carmen inginkan sebelumnya, namun targetnya belum lenyap ataupun mati. Carmen segera kembali berdiri pada kedua kakinya. Ia melihat wajah targetnya sudah sembuh total padahal sebelumnya darah masih mengucur dari hidung sang idola. Setelah Horn tampaknya ia akan menemukan lawan lain yang sepadan.
"Apa kau tahu berapa banyak usaha dan waktu yang kubutuhkan untuk mendapatkan semua ini!?" tanya The Pink geram.
Carmen kembali menyiapkan senjata dan kuda-kudanya.
"Tidak, dan aku tidak mau tahu…"
Warna rambut wanita itu merah, sama persis seperti rambut kakak.
Populasi orang berambut merah di berbagai seluruh penjuru dunia sangatlah langka, hanya dari dua persennya dari populasi dunia dan rata-rata mereka berasal orang tanah Skotlandia. Adanya seorang berambut merah sering diiming-imingi oleh dua hal; berkah atau kutukan. Tampaknya wanita dihadapanku ini bukanlah sebuah berkah. Dia telah menghancurkan pesta di mana aku seharusnya bersinar dan semua orang memujaku.
"Jadi… kau orang yang memiliki mantra juga ya?"
Wanita itu tidak bergeming, ia masih dalam kuda-kuda yang siap kapan saja untuk menyerang Cindy.
"Jawab aku sialan! Aku tidak suka pertanyaanku digantung seperti ini! Kenapa kau merusak konserku!? Kau bahkan juga membunuh salah satu temanku, memang apa sebenarnya yang kau inginkan dariku, hah!?" tanya Cindy marah. Wanita itu tidak menggubris pertanyaannya. Tangan Cindy meraih sebatang besi di dekatnya dan kembali menanyakan pertanyaan yang sama. Wanita itu tidak mengacuhkannya dan hanya diam dengan mata yang menyorot ke matanya. Lagi-lagi sikap tidak acuh wanita itu membuat Cindy kesal, ia'pun maju menyerang wanita itu dan mengayunkan potongan besi tersebut ke kepalanya.
Hanya mengangkat salah satu tangannya, wanita itu berhasil menahan serangan Cindy. "Tidak ada….", wanita itu'pun tesenyum. "…untuk apa aku menginginkan sesuatu darimu yang sebagian besar isinya adalah palsu…", wanita itu mendekatkan wajah liciknya ke hadapan Cindy yang masih berusaha menjatuhkannya, "…kehidupanmu, ketenaranmu, identitasmu semuanya palsu, benar'kan? Apa yang berharga dari sebuah kepalsuan? Jika semua orang tahu, kau tidak lebih dari sebuah barang murah…".
"Bisa-bisanya kau... brengsek!"
Sang wanita merah menembakan pistol dari tangan yang satunya dan berhasil mengenai pinggang sang idola yang terbuka. Dengan bantuan sihir angin sang idola segera menjauh dan menjaga jarak. Ia tampak kesakitan akibat peluru .45 ACP menembus kulitnya meskipun tidak lama berselang peluru itu mencuat dari lukanya yang menutup.
Sang idola mulai paham, jika ia mendekat maka wanita ini akan dengan mudah menembaknya. Jarak adalah kelemahan kekuatannya.
"Jadi apa maumu dengan telah menghancurkan hidupku, karirku, semuanya!? Apa maknanya bagimu kalau begitu?" tanya Cindy yang berusaha berdiri dengan bertumpu pada sebuah potongan besi.
"Tidak ada…" jawabnya dengan dingin. "… Dan semestinya pertanyaan itu bukan untukku…".
Cindy merasakan hawa dingin mengalir di tengkuknya. Tatapan wanita itu….. Tatapan dingin. Tatapan kehampaan dan kesepian. Tatapan orang dengan jiwa yang sudah lama mati dan membusuk. Ia pernah melihatnya sebelumnya…..
Kakak….
Setelah kecelakaan itu….
Tubuh tinggi dan langsingnya….
Kemampuan berbahasanya….
Bahkan wajah cantiknya…
Ternodai oleh sesuatu yang sangat krusial, sehingga ia tidak bisa melanjutkan mimpinya.
Ia menjadi pendiam.
Ia bahkan tidak mau berbicara lagi denganku.
Kakak aku…..
'Urus saja anakmu yang sudah rusak itu! Aku tidak tahu lagi bagaimana mengajarinya.'
'Kau tidak boleh bilang seperti itu pada-nya! Meskipun dia agak 'berbeda' tetapi dia tetaplah anak kita!'
Cukup….
'Anak laki-lakiku yang ku tahu adalah anak laki-laki yang normal dan bagaimana semestinya bukan seperti dia! Inikah hasil didikanmu selama ini!?'
Cukup…!!
"Kau menyedihkan…"
Sebuah logam dingin menancap di leher Cindy lalu berselancar membelah kulitnya secara melintang. Sebelum dapat bereaksi, ia sudah kaget duluan melihat darah yang menyembur dari tenggorokannya yang terpotong. Wanita yang di belakangnya melepas cengkramannya dan membiarkan targetnya terjatuh seperti karung gandum. Pisau kupu-kupu miliknya meneteskan darah segar ke hamparan pasir pantai yang telah menjadi saksi pembunuhan sang idola. Sudah selesai. Target sudah tamat. Ternyata tidak seperti sang wanita merah pikirkan, pertarungannya kali ini relatif singkat. Dengan sebuah sayatan di leher ternyata sudah menuntaskan pekerjaannya. Sisanya ia harus membereskan sisa-sisa sampah yang telah ia buat.
Sang wanita merah'pun mengecek jumlah peluru yang tersisa di magasin pistolnya, kosong, tapi tersisa satu peluru di dalam silindernya yang seharusnya sudah cukup untuk membersihkan 'sampah' yang paling besar. Hammer pistol'pun ditarik. Sang wanita merah mengarahkan senjata modern itu pada kepala sang idola yang sudah tidak bergerak lalu memfokuskan mantra yang akan ia salurkan lewat pistol tersebut.
"….Kaulah yang menghancurkan hidupmu sedari awal, buktinya selama ini kau menggunakan mantra itu untuk membuat hidupmu selalu di dalam fatamorgana ciptaanmu..." Wanita merah mengatur nafasnya, "… tapi kalau kau memang mau selalu hidup di dalam fatamorgana, aku akan mengantarkanmu ke sana sekarang juga karena itu merupakan tugasku…"
Jadi selama ini aku salah….?
Aku…. Yang selama ini ingin membantu semuanya….
Aku…. Yang ingin semuanya berjalan sebagai mana mestinya…..
Aku telah mengorbankan jiwa dan ragaku!!
Begitukah? Jadi semua keinginanku tidak ada yang nyata?
Menjadi seorang idola yang bersinar dan menginspirasi banyak orang….
Mempunyai keluarga normal seperti yang dulu pernah aku kenal….
Atau bahkan mengukir senyum tulus di wajah kakak seperti sedia kala….
Memang sefana apakah semua itu….?!
Aku hampir bisa memilikinya lagi setelah konser ini…..namun sekarang semuanya sudah sirna!
…
…..
'Mama semalam lihat penampilanmu, kau tampil luar biasa…!'
'Itu baru anakku, semalam kau tampak lebih bersinar dibanding teman-temanmu..'
'Selamat Sha- Cind… semalam kau tampil hebat. Kalau kau ada waktu bagaimana kapan-kapan kita makan siang bersama?'
….
….
Belum….! Aku masih bisa memperbaikinya!
Semuanya butuh cara, dan aku harus tahu bagaimana caranya!
Beri tahu aku kakak!
'Untuk meraih sebuah mimpi bukanlah sebuah perkara yang mudah, Shaun. Kau nantinya akan bertemu banyak orang di sepanjang perjalananmu. Kau harus tahu sifat orang-orang itu, apakah mereka seperti ular atau mungkin domba atau bisa jadi serigala yang berbulu domba. Kau harus lebih cerdik dari mereka, kau harus lebih pintar dari mereka, dan salah satu caranya adalah dengan menyingkirkan orang-orang yang mengganggu jalanmu meraih mimpi-mimpimu…'
Itu dia!
Dengan menyingkirkan mereka maka tidak ada lagi yang akan menghalangiku!
Wanita ini…. Aku akan menyingkirkannya dari jalanku!
Dor!
Sang wanita merah melepaskan peluru terakhirnya ke kepala sang idola. Tidak ada reaksi, tidak ada rasa takut, hanya seorang Spell Punisher yang membereskan sampah, namun anehnya sampahnya tidak terbakar.
Tiba-tiba sendi-sendi di kakinya berputar secara abnormal hingga mengeluarkan suara yang memilukan, sebelum ia sempat bereaksi tubuhnya sudah dilempar ke arah pantai. Pasir basah bukanlah tempat terempuk untuk mendaratkan tubuh yang baru saja terhempas sejauh 20 meter. Dengan susah payah ia mengangkat kepalanya demi melihat kakinya yang sudah tidak normal lagi.
Sepasang ombak menyambar tubuhnya begitupun oleh sang idola yang ingin terbang bersamanya. Sang idola membawanya tinggi menuju cakrawala sebelum akhirnya ia menyerahkan sisanya pada grafitasi. Tetapi bagi sang idola dengan gaya grafitasi saja belum cukup, ia'pun mendorong jatuh tubuh si wanita merah yang masih mengudara. Sihir angin miliknya mendorong tubuh kurus si wanita merah dengan sangat keras ke permukaan pasir. Saking kerasnya hantaman tubuh si wanita merah itu membentuk sebuah kawah mini yang lumayan dalam. Debu-debu dari butiran pasir'pun beterbangan, menyulitkan siapa'pun yang berdiri di dekat sana untuk melihat apa yang terjadi. Sang idola melihat karya terbarunya itu dengan bangga, walau tidak bisa melihatnya dengan jelas ia tampak puas telah membuat wanita merah itu tidak bergerak lagi.
Angin laut terdengar meraung-raung dengan cukup kencang, langit juga tidak menampilkan bintang, tampaknya akan ada badai malam ini. Tetapi tidak masalah karena bintangnya ada di sini. Ia berhasil menciptakan mahakarya yang patut dilihat banyak orang tetapi debu-debu itu masih menghalangi karyanya. Debu-debu itu perlahan menyingkir dari pandangan sang idola yang sedang tersenyum puas, namun sebuah hawa panas tiba-tiba saja menyambar wajahnya.
Dengan sigap ia menangkap tinju api dari sang wanita merah yang sudah babak belur di hadapannya. Kuda-kudanya tidak sekokoh sebelumnya, tetapi tatapan dinginnya sama sekali tidak berubah. Kini semua serangan si wanita merah sudah tidak ada efeknya. Dengan sihir angin miliknya, ia dengan mudah membelokan sihir api yang menjadi kunci mematikannya setiap serangan si wanita merah, dengan begitu ia bisa selamat dari luka gorok atau luka tembak yang fatal.
Wanita ini adalah sebuah masalah.
Dan dia harus memperbaikinya.
Dengan bantuan sihir angin sang idola melintir tangan wanita merah hingga terdengar bunyi yang memilukan. Dengan satu hentakan ia melontarkan lagi tubuh sang wanita merah hingga terpelanting tidak karuan. Saking dahsyatnya, sebuah garis lurus yang cukup dalam terbentuk di atas pasir. Garis itu menunjukan betapa hebatnya kekuatan angin yang dapat melontarkan tubuh manusia hingga ratusan meter.
Tampak dari mulut sang wanita merah mengeluarkan cairan yang warnanya sama seperti rambutnya. Tubuhnya terasa berat dan sulit untuk digerakan. Jika ia mencoba menggerakannya yang terasa hanyalah nyeri, rasanya sekujur tubuhnya remuk akibat serangan barusan. Walau begitu sang wanita merah memiliki kemampuan regenerasi luka yang cepat tapi tentu saja memerlukan waktu terutama apabila sudah separah ini. Tampak dari matanya yang memberat seorang idola dengan senyum narsisnya perlahan sedang mendekat. Sang wanita merah harus berpikir cepat untuk mencegah sang idola sebelum menggapai mimpinya yang baru, yaitu membunuhnya.
Sang idola tersenyum lebar. Entah sejak kapan ia sudah tidak merasakan perasaan ini lagi. Gairah beserta obsesi saat menentukan takdir manusia. Ia pernah melakukan ini sebelumnya, ia merasa seperti tidak ada yang bisa menghentikannya, seperti tidak ada orang yang dapat mencegahnya, ia merasa seperti seorang dewa, ia merasa seperti seorang idola, mereka semua harus memujanya jika tidak mereka akan menerima konsekuensinya.
Begitu sang idola sudah cukup dekat, ia disambut dengan tepisan pasir yang diringi dengan semburan api dari tempat si wanita merah tadi berada. Dengan santai ia membelah api tersebut dan mendekati sang penyembur api yang masih percaya bahwa serangannya bisa melukai sang idola. Percuma, pikir sang idola, angin bisa menjadi teman bagi api agar bisa merambat dan membesar, tapi di hamparan pasir seperti pantai ini api tidak dapat kemana-mana dan angin hanya membisukan kekuatannya dengan membawa butiran-butiran pasir. Melihat keuletan wanita ini ia menjadi bersemangat. Ia ingin bermain dengan wanita ini. Ia sangat ingin mematahkan tangan yang satunya lagi.
Sang wanita merah tahu serangannya itu sia-sia. Tabir di tubuh sang idola yang berupa angin bisa membelokan semua jenis serangan api miliknya, dua serangan fatal dalam jarak dekat saja bisa dibelokkan apalagi jarak jauh. Kini ia malah sedang menyemburkan apinya dengan tangan yang patah. Benar. Dia tidak bodoh, melainkan frustasi, tetapi yang ia butuhkan adalah serangan nekat lainnya untuk lawan yang sama nekatnya dengan dirinya. Sang idola semakin dekat, ia bisa melihat kakinya yang mendekat namun tidak untuk wajahnya. Sebagai pemilik mantra dengan sihir api ia tahu betul apa saja bentuk-bentuk api dan sifatnya, ketika sang idola menampakkan wajahnya dari balik semburan api dan langsung menggenggam lengannya yang patah itu, ia'pun langsung menghentikan semburan api miliknya lalu…..
Duar!
Sang wanita merah akhirnya berhasil memukul mundur sang idola. Rencana nekatnya'pun berhasil. Berkat bantuan bubuk mesiu dari beberapa cartridge peluru cadangan yang masih ia simpan di kantong, ia membuat ledakan dengan meningkatkan suhu udara yang ada di sekitar sang idola dan ketika momennya sudah tepat, dengan bubuk mesiu yang sudah di telapak tangan yang satunya, ia mendorong gumpalan bubuk mesiu itu ke wajah sang idola dan membuat kedua tekanan udara yang ada di telapak tangan dan di tabir milik sang idola saling bereaksi dengan bubuk mesiu sehingga dapat membuat ledakan tepat di wajah sang idola. Sang idola tersungkur ke belakang dan merintih kepanasan karena wajahnya terbakar akibat ledakan barusan. Ia memerintahkan api melalui mantranya agar rasa dari luka bakar yang ditimbulkan semakin panas. Meskipun serangan berhasil namun ada ganjarannya. Panas yang digunakan sang wanita merah memang hasil dari mantranya sendiri tetapi reaksi ledakan bubuk mesiu itu merupakan hasil murni reaksi fisika, alhasil ia tidak dapat menghindari cedera di tangan sehat yang ia gunakan sebelumnya. Tangannya'pun bergetar hebat akibat ledakan barusan dan luka yang didapatnya juga cukup dalam. Otomatis ini membuat kedua tangan sang wanita merah tidak bisa digunakan lagi untuk bekerja. Melihat sang idola sedang merintih sambil menutupi wajahnya membuatnya sadar, serangan barusan tidak akan cukup membuat sang idola berhenti melainkan hanya akan membuatnya betindak lebih nekat dari sebelumnya, sedangkan kini kondisi tubuhnya yang sekarang sudah di ambang batas. Apa bisa ia menyelesaikan pekerjaannya hanya dengan satu anggota tubuh yang masih normal. Gawat, pikirnya, pikirannya sudah ke mana-mana. Ini tidak bagus, kalau begini mau tidak mau ia harus meminta bantuan spell punisher yang lain atau….
"CEWEK JALANG SIALAN…! BERANINYA KAU MERUSAK ASETKU YANG PALING BEHARGA!!"
….segera menyelesaikan ini sendirian.
Sang idola akhirnya bangun berlutut dengan wajah yang masih ditutupi oleh kedua tangannya. Sakit, panas dan perih, itulah yang ia rasakan di wajahnya. Rasa yang pernah ia rasakan saat menjalani operasi plastic bertahun-tahun silam. Kini tangannya dapat merasakan gerutan-gerutan kasar yang akan selalu membekas di wajahnya. Wajah yang ia banggakan. Wajah yang mengubah identitasnya. Wajah yang telah menjadikannya Sakura Re:Star. Wajah yang butuh perjuangan darah dan keringat…. Rusak semudah dan secepat membalikan telapak tangan.
Cukup..! Hentikan..! biarkan dia mengakhiri hidupku! Aku sudah tidak punya apa-apa lagi!
Apa maksudmu!? Kita punya jalan keluarnya, Shaun! Kita selalu punya jalan keluarnya!
Kau tidak mengerti!! Aku sudah tidak memiliki pekerjaan lagi! Aku tidak akan bisa punya pekerjaan lagi! Proyek idolaku sudah berakhir dan mustahil bagiku untuk kembali dengan wajah seperti ini!!
Bagaimana dengan Roach, kau bisa…..
….Aku tidak mau membiarkan dia menjamah tubuhku dengan fetishnya yang aneh lagi!! Dan kau tahu…. Betapa aku benci dia karena dia menikahi Mama hanya untuk menutupi kedok orientasi seksualnya saja?
Tapi… kaulah yang menginginkan ini bukan, Shaun?
Aku sudah lelah dengan semua ini!! Aku benci semua kepalsuan ini!! Biarkan aku lepas dari semua ini!! Tidak ada yang peduli!!
Tapi kau menginginkannya bukan, Shaun?
Tidak….! Sudah cukup…! Hentikan….!
Kau sangat menginginkannya bukan, Shaun?
Tidak….. bukan itu..... aku hanya... Aku hanya ingin membuatnya tersenyum lagi…. Hanya itu ...…
…..Tapi ini satu-satunya cara bukan, Shaun?
Ya…. Tapi.....
….. Apakah berhasil, Shaun?! Cara yang KAU pilih…. Apa kau mendapatkan apa yang kau mau?
.....
….?
Tidak.
… baiklah Shaun, dirimu telah gagal. Kau sudah berusaha untuk selalu membuatmu berada di puncak. Sebagai bagian dari dirimu aku juga merasa gagal, tetapi AKU diciptakan untuk menjadi sang pemenang. Serahkan sisanya padaku Shaun... Aku akan mengabulkan keinginanmu... AKU JANJI.
Jeritan serta rintihan keputusasaan'pun terdengar dari balik wajah yang terlanjur rusak. Jeritan itu sangat kencang sampai-sampai menciptakan gelombang suara yang membuat tubuh sang wanita merah terpental. Tubuh sang idola bergetar sembari aura pekat bewarna pink meluap dari tubuhnya. Tidak butuh waktu lama aura tersebut sampai dapat menghilangkan dirinya dari pandangan wanita merah. Sang wanita merah dengan terseok-seok bangkit setelah melihat aura pekat tersebut sedang merayap ke arahnya.
Terlambat.
Dengan cara jalannya seperti itu ia tidak bisa melawan kecepatan aura tersebut. Kini sejauh matanya memandang hanya ada warna pink. Ia bahkan sudah tidak dapat melihat panggung yang tadinya menjadi destinasinya. Saking pekatnya ia tidak dapat melihat kakinya sendiri. Aroma manis yang dihasilkan aura tersebut juga sangat mencekik dan membuatnya mual. Meski begitu ia tidak mau berhenti berjalan. Jika ia berhenti maka nasibnya bisa tamat.
Dengan kepala yang semakin berat ia baru sadar apa yang terjadi. Override, adalah fenomena ketika caster tidak dapat mendapatkan apa yang mantra mau sehingga mantralah yang mengambil alih tubuh sang caster secara tidak sadar. Override biasanya terjadi setelah caster mengalami hal-hal yang memancing terjadinya mental breakdown atau titik terendah seseorang sehingga realita yang digambarkan oleh mantra tidak sesuai dengan apa yang didapat oleh sang caster sehingga mantra akan mencoba mengambil alih kesadaran sang caster dengan dalih memperbaiki keadaan. Sang wanita merah sebelumnya sering berurusan dengan caster superior yang mengalami override tapi tidak untuk caster ultimate. Dengan kondisinya yang sekarang, untuk menghadapinya saja sama dengan bunuh diri, ia kini harus segera mencari koleganya.
Perlahan pandangannya mulai kabur dan berbayang. Kedua kelopak matanya rasanya memberat dan ingin saling bertemu. Tubuhnya mulai terasa enggan untuk digerakan. Sesak, itulah yang sang wanita merah rasakan. Aura itu tidak hanya mengganggu secara penglihatannya tetapi juga mengganggu sirkulasi udaranya. Meski sudah memasang tabir di sekujur tubuhnya tetapi tidak cukup untuk menghalau aura yang kuat tersebut. Kini hidungnya mulai mengalami pendarahan akibat efek affection aura sang idola. Kekurangan darah dan oksigen mungkin bukan skenario yang bagus untuk sang wanita merah, tapi bukanlah yang terburuk.
"Kau pikir bisa pergi begitu saja, jalang?"
Kini lehernya terasa seperti dicekik. Ia tidak dapat meraih oksigen yang ada di udara. Penglihatannya terasa semakin berat, ia selalu mencoba meyakinkan dirinya bahwa yang terakhir ia lihat bukanlah warna pink. Tubuhnya kian lemas dan tidak dapat digerakkan. Pendarahan di hidungnya tidak kunjung berhenti melainkan semakin deras. Tidak hanya itu, darah juga keluar dari mata dan telinganya. Kakinya menyerah, tubuhnya menolak untuk digerakkan lebih lanjut. Ia berlutut di padang pasir yang tertutup aura pink tersebut. Tubuhnya semakin lemas akibat tidak ada oksigen yang masuk ke dalam tubuhnya, tapi aura pink yang manis ini anehnya membuat tubuhnya rileks.
"… Sekarang.... Bagaimana rasanya ketika tujuanmu sirna begitu saja, huh? Tertutup oleh awan bayang-bayangmu dirimu sendiri yang selama ini kau bangun dari nol. Apa kau tidak menghargai prosesnya, The Red? Atau kau tidak menghargai orang-orang yang selama ini berjuang dengan caranya sendiri!?" Sang idola itu tertawa, "Lihatlah dirimu...… kini kau adalah hasil yang telah kau buat. Kau adalah bentuk dari apa yang kau mulai. Kaulah yang memulainya The Red!! Apa kau sudah puas!? Apa kau sudah mendapatkan apa yang kau inginkan dariku? Katakan padaku, AKU akan mengabulkan keinginanmu!!"
Terdengar suara tawa panjang menggema di balik aura yang pekat itu. Sang wanita merah berusaha mempertahankan kesadarannya dan juga kewarasannya. Aura manis ini membuatnya semakin tenang danrileks. Ia mulai kehilangan kendali.
"….Apakah itu, The Red? Apa keinginanmu, huh? Kau ingin bersinar? Kau iri dengan pencapaianku? Kau iri dengan parasku? Apa aku merusak hubunganmu? Katakan padaku!!"
Sebuah pos penjaga pantai tiba-tiba melesat terbang menabrak tubuh sang wanita merah dan membuatnya terkapar. Ia masih sadar dan masih berusaha membuka matanya yang kian berat. Ia juga mencari-cari asal suara tersebut.
"Katakan padaku The Red, apa maumu!? Jika kau mengatakannya sekarang aku akan mengabulkannya! Jika ada yang rusak aku akan memperbaikinya! Sebegitu frustasinya kah kau The Red sampai-sampai kau melampiaskannya pada orang lain…?!"
Sang wanita merah dengan sisa tenaganya bangkit berdiri dengan kedua kakinya. Ia'pun tersenyum pada warna pink di hadapannya hingga akhirnya senyumnya berubah menjadi tawa. Tawa yang panjang. Tawa yang penuh kepuasan dan keputusasaan menggema seakan menjawab tawa yang sebelumnya.
"….Tentu saja tidak, BODOH!! Aku tidak pernah peduli dengan karirmu! Aku tidak pernah peduli dengan wajahmu! Aku bahkan tidak tahu siapa engkau hingga sekarang! Tapi karena pertanyaan-pertanyaanmu itu membuatku muak maka akan kujawab sekarang …" ia'pun menjawabnya dengan dingin, "….Aku hanya ingin membunuhmu."
Sebuah pipa besi mendarat tepat di belakang kepala sang wanita merah. Ia'pun tersungkur ke depan dengan darah segar segera membasahi rambutnya yang sudah merah. Sang idola dengan membabi buta segera memukul-mukul tubuh sang wanita merah yang kurus tersebut dengan potongan besi di tangannya.
"Aku akan mengabulkan permintaanmu! Permintaanmu persis seperti permintaanku juga!"
Sang wanita merah tiba-tiba membalikan badan dan menangkap besi yang akan menghantamnya. Dengan cepat ia memanaskan besi itu dengan tangan kosong dan membuat tangan sang idola kepanasan. Sang idola merintih kesakitan dan segera membuang besi tersebut sebelum sebuah pukulan mendarat di wajahnya. Tersentak akibat pukulan barusan ia memukul kembali sang wanita merah yang sudah berdiri lagi dengan wajah berlumuran darah. Dengan bantuan sihir angin ia berhasil mendorong sang wanita merah yang dari cara berdiri hingga tampilan sudah seperti mayat hidup. Ia kemudian melontarkan sebatang besi ke wanita merah dan mengenai bahunya. Serangan itu membuat sang wanita merah terpental dan hilang dari pandangan sang idola.
Perlahan ia mengikuti arah buruannya menghilang. Ia mengikuti bekas darah segar bekas luka buruannya yang sangat dalam itu. Ia ingin melihatnya menderita lebih dari ini. Ia ingin buruannya merasakan apa yang ia rasakan. Ia ingin buruannya mendapatkan apa yang ia inginkan. Mati.
Akhirnya sang idola'pun menemukan sang buruan. Ternyata dengan luka separah itu ia masih hidup. Buruannya yang telah berlumuran darah tampaknya tersangkut pada kerangka besi panggung. Besi yang menancap di bahunya sukses menempatkan tubuhnya seperi ikan yang terkait jaring dan kail. Ia akan berhasil. Keinginannya membunuh wanita ini akan tercapai. Dengan sihir angin ia mengangkat tubuhnya bersama beberapa sisa pipa besi yang kemudian ia letakan dengan posisi heksagonal di sekitar tubuhnya. Ini dia…. Salah satu keinginannya. Salah satu tahap agar ia dapat kembali mencapai puncak. Menyingkirkan siapapun yang menghalanginya.
"Aku sendiri yang akan mewujudkan keinginanku hingga aku bisa meraih mimpiku lagi! Untuk itu kau harus mati! MAT…."
Bets !
Sebuah anak panah nyasar menancap tepat di dada sang idola. Sontak ia kaget, tidak hanya karena serangan tersebut terkesan spontan tetapi anak panah ini berbeda, tetapi rasanya seperti ada hawa dingin yang sedang tumbuh dan menyebar dari anak panah tersebut. Ia merasakan jantungnya berpacu sangat cepat dan terasa seperti akan meledak tidak lama lagi...
Benar saja, dari dalam jantungnya kemudian meledak sebuah bongkahan kristal bewarna ungu yang merusak organ luar dan dalamnya. Ia juga merasa seperti disetrum dan ditusuk-tusuk secara bersamaan. Ia terjatuh dan ambruk karena tidak dapat mengeluarkan sihir ataupun menggerakkan tubuhnya. Auranya'pun perlahan memudar. Matanya hanya bisa terbelalak mencari siapa di balik anak panah misterius tersebut. Seorang pria berambut ungu tampak berdiri di atas panggung menatapnya jatuh. Ia tepat berada di atas mangsanya, mengapa tadi ia tidak menyadari keberadaannya? Pria itu turun dari panggung dan langsung menghampiri wanita itu.
"Kau baik-baik saja?" tanya pria tersebut.
Wanita itu terbatuk, "Bagaimana kelihatannya menurutmu?". Sang wanita merah mengatur napasnya. Ia tampak kesulitan bergerak. "Bisa kau….. lepaskan besi menyebalkan ini dari tubuhku?"
Sang pria memegang besi yang menancap itu dengan kedua tangannya, "Tahan….". dengan sekuat tenaga ia menarik keluar besi itu dari tubuh wanita merah. Darah segar langsung keluar dari luka tusuk yang menembus badan tersebut. Napasnya terdengar berat dan satu-satu.
"Mengapa….. kau kembali….?" Tanya wanita merah setelah beberapa saat napasnya membaik, "…Sudah kubilang tugasmu menjaga The Puppet saat evakuasi berlangsung, bukan?". Ia'pun terbatuk oleh darahnya sendiri. Ia menekan luka tusuk di bahunya agar pendarahannya cepat berhenti.
"Lihatlah kondisimu yang sekarang…. Kau pikir untuk apa aku menghampirimu?"
Sang wanita merah menatap koleganya itu dengan tatapan dingin, "Aku tidak butuh bantuanmu lagi sekarang.", ia'pun dengan susah payah bangun. Koleganya tampak cukup kaget atas hal itu.
"Jangan bertingkah bodoh, lukamu itu masih terbuka…!" kata koleganya memperingatkan.
"kau lupa aku tidak akan mati semudah itu, The Purple"
"Begitukah..? Jadi apa yang terjadi jika besi-besi itu menembus tubuhmu, atau kepalamu, atau jantungmu?"
Sang wanita merah terdiam bisu.
"Ini alasanmu membawaku kemari'kan? Kau sudah tahu ini semua akan terjadi..."
"Memangnya kenapa…?" jawabnya datar, "Kau kolegaku, seharusnya kau sudah tahu..". Sang wanita merah melewati koleganya yang geram akan sikap tidak acuhnya.
"….kau selalu berbohong, Carmen…"
" .. Kita berdua…." Koreksinya, "…dan panggil aku The Red saat bekerja."
Pemandangan ini… aneh, menurut sang idola.
Mereka tampak cekcok, mereka tampak tidak akur, tetapi dengan begitu mereka malah tampak sempurna. Apakah yang dimaksud dengan sebuah hubungan? Pikir sang idola. Aku tidak pernah merasakannya, selama di akademi hanya ada perempuan di sekitarku, di sekolah umumku yang lama yang kudengar hanyalah ucapan siswi-siswi perempuan yang iri dengan kulitku yang halus. Aku belum pernah menyukai siapapun, mungkin apa karena yang kulihat hanyalah bagian yang jeleknya saja? Inilah yang membuatku benci dengan film drama. Memiliki hubungan spesial sepertinya hanya akan menghambat prosesku menjadi bintang.
Papa dan Mama…
Aku tidak pernah mengerti bagaimana mereka bisa pernah saling mencintai satu lama lain. Mereka masing-masing memiliki dunianya sendiri. Dunia yang sangat berbeda, namun mereka bisa membangun komitmen hingga hampir 18 tahun lamanya. Papa dan Mama bahkan pernah bilang kepadaku, setelah mereka bertemu, mereka tampak telah menemukan sesuatu yang hampir hilang dari mereka, semangat untuk kembali menjalani hidup, takdir yang mempertemukan mereka membuat mereka tetap dapat hidup. Tetapi setelah berpisah apakah sejatinya semangat itu masih ada?
Dan Kakak….
Aku tidak pernah mengerti dengan dirinya. Semenjak SMP ia mulai sering membicarakan anak laki-laki yang ada di kelasnya. Aku tahu ia menyukai laki-laki berpostur ideal namun yang tak kumengerti adalah mengapa ia sering berganti-ganti pacar? Apakah ia belum menemukan semangat itu di antara mereka atau apa? Sampai akhirnya ia membawa seseorang yang jauh dari kriterianya….. Sampai aku lupa tabiat buruknya itu. Kakak… memang suka bergonta-ganti mainan. Pacar terakhirnya itu adalah orang baik, meski ia jarang berbicara tetapi kami saling kenal, tetapi aku merasakan bendera merah pada orang ini jika kau melangkahinya.
'Jangan… Kau tidak mungkin akan melakukan itu padanya…'
'Tentu saja, Shaun. Kau tidak tahu saja, dia itu sebenarnya laki-laki yang menyedihkan nah…. semua orang harus tahu semua itu….'
Ternyata memang kau yang menghancurkan semuanya kakak…..
"….setidaknya kita mendapatkan target ultimate pertama kita, The Purple." Kata sang wanita merah melihat sang idola yang sudah tumbang. "..kerja bagus.". Ia menghela napas, "…target bernama asli Cindy Rockwell dan sebelumnya bernama Cindy Foster, orang tuanya mengalami perceraian delapan tahun yang lalu dan ia dibawah asuhan ibunya yang kini sudah menikah lagi. Ia memiliki nama panggung 'Sakura' dan merupakan kapten dari idol grup Ouro, Re:Star. Sebuah pencapaian yang fantastis…..". Koleganya menyerahkan sesuatu padanya. "Apa ini?"
"Pistolmu… aku menemukannya tergeletak di pantai."
"Tampaknya tadi terpental….." Ia menarik kuat tangannya yang patah untuk mengembalikan ke posisinya semula sebelum mengambil benda pusaka miliknya itu. "….Sedikit kemasukan pasir… tapi masih bisa.", ia kemudian memasang sebutir peluru ke dalam magasin sebelum memasukannya lagi ke tempatnya semula. "… sesuatu kehormatan bagimu untuk membersihkannya." Ujarnya menyodorkan pistol itu kembali pada koleganya.
"Kau tahu The Red, aku….."
"Ah… aku lupa menjelaskan detail terbaiknya padamu, Horn…", sang wanita merah mendekati sang idola diikuti koleganya. Ia kemudian tanpa ragu menendang bagian selangkangannya dan menyibak roknya dengan kaki yang kemudian menampakan sesuatu tonjolan yang seharusnya tidak ada di sana. Sang idola sontak merintih kesakitan dan berusaha meringkukkan tubuhnya yang kaku, namun usahanya untuk mengekspresikan rasa sakit tidak berhasil. "Benar, Cindy Rockwell adalah seorang transgender. Dia dulunya lahir sebagai pria dan mengubah identitasnya sebagai wanita lewat operasi…". Ia kemudian menyerahkan pistolnya lagi pada koleganya. "..seharusnya ini mudah'kan?"
Koleganya menodongkan pistol itu dengan sedikit gemetar pada sang idola. "…. Seharusnya…."
Sang idola yang masih merintih kemudian menatap mata kolega sang wanita merah yang hampir tetutup oleh pistol yang ditodongkan ke kepalanya. "….Horn…..kau…. Horn yang itu….?"
Sang kolega kemudian teringat dengan nama asli sang idola yang membuatnya teringat akan seseorang.
"Shaun…?"
"…jadi benar… kau Horn yang waktu itu…..!" bentak sang idola dengan susah payah. "…Lihat apa yang kau lakukan pada keluargaku! Perbuatan pengecutmu itu menghancurkan segala apa yang kumiliki. Papa…Mama… kehidupanku….. dan kau bahkan tidak meminta maaf pada….."
Dor!
Peluru yang menembus kepala sang idola membuat kata-katanya tertahan di tenggorokan. Tubuhnya mulai bereaksi. Mulai dari kepala hingga ujung kaki perlahan meledak satu-persatu menjadi butiran-butiran kristal bewarna ungu yang indah. Sang seniman hanya mematung, tidak dapat memuji hasil kristal ciptaannya yang indah tersebut.
"Ada apa, Horn?" tanya wanita merah setelah melihat ekspresi koleganya berubah menjadi kalut.
"…kau ingat bahwa aku pernah membuat seorang perempuan menjadi cacat?"
"Ya.."
"Dia adalah adiknya."