Chereads / Red Hustle: Revenge of The Dark-Hearted / Chapter 7 - [BAB 6] Mantra

Chapter 7 - [BAB 6] Mantra

"…Hey….A-aku minta maaf atas perbuatanku tadi… aku benar-benar lepas kendali… hey…. apa kamu marah?" tanya Horn. Carmen berdiri bersandar di pagar balkon. Horn hanya bisa berdiri di belakangnya, ia tidak berani menyentuhnya.

Semenjak Carmen masuk ke dalam apartemen itu untuk ketiga kalinya ia langsung menaruh kopernya di lantai lalu bersandar pada pagar balkon sambil menikmati pemandangan halaman komplek apartemen Shovel. 15 menit'pun sudah berlalu, ia tidak mengucapkan satu patah kata sekali'pun. Carmen terlalu sibuk memperhatikan langit biru yang cukup cerah itu.

"..Baiklah…kau boleh gunakan apartemen ini sesukamu… anggap saja itu permintaan maafku atas kekurang ajranku barusan." Horn menyerah. Carmen tidak bergeming dari tempat ia berdiri. Akhirnya Ia sambil menahan rasa sakitnya berjalan menuju dapur lalu memanaskan air, kemudian ia menyeduh dua cangkir teh dan menaruhnya satu persatu di atas meja.

"Teh?" tawar Horn. Carmen masih tidak bergeming.

Ia memandang punggung Carmen yang setengah terbuka dengan summer dress kuning yang dikenakannya. Rambut merahnya menjadi kontras dengan apa yang dikenakannya, seperti matahari musim panas yang hangat bersama suasana bunga-bunga di perkebunan yang bermekaran dan berdansa tertiup angin. Tidak hanya itu, para serangga juga ikut bernyanyi menyambut musim panas yang menjadi agenda libur tahunan yang meriah. Horn sendiri lupa kapan terakhir kali ia merayakan musim panas. Pekerjaan yang menuntutnya bekerja setiap hari membuat semua hari tampak sama baginya. Jika hari ini cerah, lalu hujan, namun tiba-tiba bersalju mungkin ia tidak akan kaget, dan pada intinya ia harus bekerja. Namun kini setelah sekian lama ia'pun menjadi pengangguran lagi. Seharusnya ia bisa merasakan hari-hari yang terasa berbeda pada hidupnya dengan adanya si rambut merah ini, mungkin? Entahlah. Horn menyeruput teh yang masih panas di tengah lamunannya. Carmen masih berdiri bersandar di balkon. entah apa yang sedang ia perhatikan. Angin musim panas perlahan tertiup masuk melalui jendela dan balkon apartemen Horn dan juga meniup rambut pendek Carmen Olivia.

Horn kembali menyeruput teh miliknya yang kini mulai agak dingin. Ia mulai khawatir dengan teh yang ia sediakan untuk Carmen.

"..Oi… Carmen, tehmu akan segera dingin". Carmen masih tidak bergeming.

Horn menyeruput kembali kopinya hingga tersisa sedikit. Ia sudah bisa merasakan sisa ampas kopi di mulutnya.

"Kau tahu… kau sangat mengingatkanku dengan diriku saat pertama kali aku mendapatkan mantra ini" ujar Carmen yang mulai buka suara. "Mantra ini, Kiss of Fire, beserta warna rambut ini adalah warisan darinya…... Sayang sekali para perampok datang ke rumahku pada malam itu, mereka merampas apapun termasuk ayah dan ibuku. ibu yang sekarat mencoba menyembunyikanku di balik tubuhnya dan memberikan sebuah buku yang tidak ku mengerti apa isinya dan kenapa. Begitu aku tersadar….. polisi telah menemukanku di depan rumahku yang tengah terbakar hebat dan mereka sebut kejadian itu keajaiban. Aku sangat masih kecil saat itu. Aku ketakutan, kebingungan, bahkan tidak bisa mengontrol diri. Hingga kemudian aku bertemu seseorang yang mengenalku, memahamiku, dan mejagaku selama ini tetapi beberapa waktu lalu ia mati tanpa ia memberi tahuku atas penyakit yang dideritanya. Tempatku yang lama sudah terlalu banyak kenangan, tuan Horn. Aku sudah lama hidup bersamanya dan aku juga tidak sanggup untuk menahan rasa sedih akan kenangan pada tempat itu. Ketika kita pertama kali bertemu kemarin, aku melihatmu seperti diriku yang lama dan membayangkan betapa naifnya aku saat itu" Carmen tertawa kecil. "Bukankah sudah jelas, Horn…. kenapa aku bersi keras menolongmu?" Carmen memutar badannya menghadap Horn. Wajahnya tertutup bayangan tubuhnya sendiri. "Kita ini tidak jauh berbeda, Horn. Kau dan aku. Akan kutunjukan bahwa kau ini berbakat dan berpotensi". Carmen tersenyum.

Setelah Horn mendengar penjelasan dan sedikit latar belakang Carmen, kini ia mulai paham. Gadis ini butuh tempat tinggal karena teman sekamarnya yang lama sudah meninggal dan secara emosional ia tidak sanggup tinggal disana lagi. Dan lagi…. Mungkin Carmen adalah jalan keluar untuk menyudahi penderitaannya selama bertahun-tahun ini.

"Baiklah…. Aku mengerti… duduklah. Tehmu sudah hampir dingin"

"Oh…. terima kasih…. kau sangat baik, tuan Horn"

"Aku benar-benar minta maaf atas kejadian tadi.."

"Aku memaafkanmu…" Carmen menyeruput teh setengah dinginnya. "…dan aku juga minta maaf atas keputusanku yang terburu-buru ingin tinggal disini dan membuatmu bingung. Kesalahanku mengakibatkan kesalahanmu." kata Carmen sambil membuka sebungkus permen tangkai rasa apel. Ia menatap kosong pada langit-langit apartemen kemudian matanya tertuju pada lengan yang Horn pegangi karena patah dan juga terbakar.

"tuan Horn, berikan tangan kananmu. Biarkan aku membantumu menyembuhkannya." Carmen pindah ke sebelah Horn.

Horn tidak merespon. Ia malah memalingkan wajahnya.

"Terserah padamu jika kau ingin sembuh tiga sampai empat hari lenganmu itu tidak ada gunanya. Aku tidak bisa menunjukanmu dengan pekerjaan itu." ketus Carmen.

Horn akhirnya mengulurkan tangan kanannya dengan gemetar.

"Kau tidak akan membuatnya lebih buruk'kan?" tanya Horn ragu.

"Tidak… Walau tentunya aku bisa tapi sini, biarkan aku membantu mempercepat penyembuhanmu"

Carmen menangkap tangan kanannya lalu meluruskannya agar ia bisa dengan mudah membantu penyembuhannya.

"AW..!"

"Penyihir tingkat Ultimate seperti kita memiliki regenerasi tubuh yang luar biasa jika terkena luka non-sihir….." ujar Carmen sambil menarik dan memijit-mijit lengan Horn. "….Tetapi kau tetap harus berhati-hati jika mendapatkan luka sihir. Semakin kuat tingkatan mantra dan caster-nya maka akan semakin lama sihir itu akan bersarang menjadi luka. Saat aku menangkalmu barusan, aku tidak menggunakan kekuatan mantra sepenuhnya jadi seharusnya satu-dua hari luka bakarmu sudah sembuh bersih."

Horn beberapa kali merintih karena tulang dan otot-ototnya yang teralokasi ditarik-tarik agar kembali ke tempatnya semula. Proses itu sangat menyakitkan. Horn tidak bisa berkata banyak.

"Sudah selesai…" ujar Carmen melepaskan tangan Horn. ".. Mau kupatahkan tanganmu yang satu lagi, bisa kusembuhkan lagi lho.." godanya.

"Tidak terima kasih.." Horn mencoba menggerakan tangannya, namun masih terasa sakit.

"Jangan terlalu sering kau gerakan untuk saat ini… kujamin besok juga akan sembuh total" Kata Carmen yang kembali ke tempat duduknya. Seketika terjadi keheningan diantara keduanya. Carmen kembali menyeruput kopi yang ada dihadapannya.

"Jadi… bisa kau beri tahu apa situasi sebenarnya yang terjadi padaku? Aku masih merasa aneh.."

"Rasa aneh adalah wajar, The Purple. Akan kujelaskan situasimu sekarang. Kau sudah membuka salah satu mantra yang tadinya di segel dalam suatu buku yamg disebut buku mantra. Tanpa kau sadari mantra yang kau buka itu masuk ke dalam kepalamu dan bersarang disana dan membuat semua perasaanmu menjadi tidak nyaman. Dengarkan aku dulu. Memang kau akan merasa tidak nyaman selama awal-awal mendapati mantra di dalam kepalamu, apalagi itu termasuk mantra yang kuat. Namun kau harus ingat bahwa setiap mantra akan mendorongmu untuk menjadi jati dirimu yang sebenarnya. Setiap kali ada pergolakan atau penolakan dari dirimu akan membuat mantra itu marah dan hilang kendali. Atau dengan kata lain mantra itu telah menjadi bagian dirimu yang sebenarnya dan kau tidak bisa sembunyi darinya. Dengan kata lain penting bagimu untuk berdamai dengan dirimu sehingga kau bisa menggunakan mantra dengan bijak. Karena, The Purple, saat kau membunuh dua kolegamu, aura mantramu meluap-luap hingga keluar minimarket. Bahkan saat kau keluar dari sana auranya masih meluap-luap darimu tanda bahwa mantra itu menguasaimu….."

"Tunggu…. kau membuntutiku kemarin, Carmen?"

"Tolong panggil aku 'The Red', seperti kode warna mantraku. Jika kita membicarakan sihir di suatu tempat jangan gunakan nama, panggil aku dengan kode warna itu. Oh iya satu lagi… hanya caster yang dapat melihat warna rambut kita jadi kau harus berhati-hati. Dan untuk pertanyaanmu barusaan kurang lebih begitu. Begitu aku merasakan ada aura mantra yang kuat aku langsung mengecek kebenarannya."

"Okay…"

"Beruntung bagimu tidak banyak caster yang berkeliaran di Shovel, sehingga kau tidak langsung diserang begitu saja oleh mereka."

"Mereka siapa?"

"Orang-orang yang memiliki pekerjaan yang sama seperti diriku. Kami memiliki pekerjaan yang bernama spell punisher, tugasnya kurang lebih memusnahkan para caster liar dan juga permintaan atas sebuah misi, semuanya memiliki bayarannya sendiri dan akan kujelaskan itu nanti yang jelas apa kau sudah memahami masalahmu dengan mantramu, The Purple?"

Horn hanya menatap kosong ke arahnya. Di dalam kepalanya ia mendengar suara itu lagi sedang berbusik tentang sesuatu.

'Kau dengar itu, Horn? Dia benar…. Aku adalah kau...… kau adalah aku..... Tidak gunanya kau bersembunyi dariku... Kita harus bersatu... berdamai... Kita akan menjadi kuat bersama dan menemukan apa yang kau cari sebenarnya selama ini.... Kau tidak bisa lari dari kenyataan selamanya..... kau sudah mengerti, Horn?'

".… Aku mengerti.."

'Bagus....'

"Baiklah….. baguslah kalau begitu, untuk itu aku ingin kau tetap tenang dan jangan biarkan emosimu meledak….. hup." Carmen berdiri lalu meregangkan badannya. "Oi.. Horn, dimana aku akan tidur. Disini?" tanyanya sambil menunjuk pintu kamar tidur. Horn langsung ikut bangkit dari duduknya langsung mengecek isi kamarnya.

"Ah..iya.. tapi biarkan aku membereskannya dulu untukmu, di dalam sangat berantakan…" cegatnya.

"Sudahlah tidak perlu repot-repot, kau seperti tidak mengenalku saja"

Aku baru saja mengenalmu kurang dari 24 jam tahu!! jerit Horn dalam hati.

Carmen memaksa masuk kamar Horn yang berantakan. Ia'pun melihat sekelilingnya dari sudut ke sudut. Seprai yang tidak dipasang, bau apak pria yang menyengat, baju yang tergantung terlalu banyak dan berceceran dimana-mana, Carmen belum pernah melihat kamar milik laki-laki sebelumnya. Bahkan untuk melihat kekacauan seperti ini saja belum pernah. Dengan tenang ia menjawab.

"Lihat ini tidak terlalu berantakan, aku bisa membereskannya sendiri" Carmen menarik kopernya masuk.

"Biarkan aku membereskannya sebentar, ok?" kata Horn yang langsung buru-buru membereskan kamarnya.

"Tidak apa-apa, Horn. Aku akan membereskannya sendiri... bagaimana kalau kau membeli sesuatu untuk pesta selamat datang malam ini" Carmen menyerahkan satu ikat uang tunai pada Horn. Dengan mata kepalanya sendiri, Horn melihat puluhan lembaran pecahan 100 Rod yang diikat tebal ditunjukan ke wajahnya. Horn ragu mengambilnya. Carmen meyakinkannya dengan tersenyum.

"Aku tidak bisa mengambilnya. Aku tuan rumahnya jadi biar kugunakan uangku sendiri" tolak Horn.

"Ini tanggal tua, Horn. Kau kehilangan pekerjaan sebelum mendapatkan uang, ini ambilah, bagaimana jika itu jadi uang agar aku bisa tinggal disini"

Horn mendapati dirinya dalam keadaan sulit secara finansial maupun mental. Harga dirinya sebagai pria dipertanyakan. Dia tidak bisa membiarkan seorang wanita membelikannya sesuatu terutama untuk acara sambutan dirinya sendiri. Dia masih menyimpan sedikit uang di ATM. Sekiranya itu cukup untuk membuat pesta sambutan kecil untuknya.

"Horn!… ambil saja uang ini sebagai tanda pertemanan. Aku ingin kau memilikinya tanpa banyak memikirkan harga dirimu" ujar Carmen yang memecahkan pikirannya yang terbelit-belit.

"..O..Ok.." Horn akhirnya menerima seikat uang tunai tersebut.

"Sekarang bisakah kau memberiku ruang sebentar... aku pergi dari tempatku yang lama di Bayhold kesini dengan berjalan kaki. Aku benar-benar lelah. Bisakah kau membeli bahan-bahan untuk pesta nanti malam. Aku akan membantu menyiapkan makanan ketika kau sudah kembali." Carmen menutup pintu kamar.

Horn yang berada di luar kamarnya hanya bisa menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia'pun bergegas mengambil jaket yang ia gantung di belakang pintu dimana dompetnya sengaja ia tinggalkan disana. Sebelum keluar ia sempat menghitung uang yang Carmen berikan.

12...25...37….42….

5000 Rod!!

Jumlah uang ini sangat besar. Horn penasaran pekerjaan apa yang Carmen lakukan hingga mempunyai uang sebanyak ini. Ia bukan seorang manager perusahaan ataupun PSK. Spell punisher, pekerjaan memusnahkan para pengguna mantra sihir? Apa maksudnya memusnahkan? Sudahlah.. kini dia akan berbelanja namun tepatnya ia tidak bisa belanja di minimarket brengsek itu lagi sehingga ia harus mencari tempat lain untuk belanja.

Bagaimana sedikit jalan-jalan? Bukankah sudah lama kau tidak jalan-jalan?

Tampaknya Horn tahu kemana ia akan pergi.

Menunggu dan berpergian menggunakan angkkutan umum bukanlah hal yang baru bagi Horn. Ia berencana akan pergi berbelanja sebentar menuju distrik sebelah, Eclipse, sebuah distrik di pinggiran pusat kota yang ramai dan makmur. Terdiri dari pemukiman, lembaga pendidikan dan jejeran pertokoan yang rapih dan bersih. Eclipse memiliki sebuah perpustakaan yang menjadi pusat perpustakaan Ouro. Ia cukup tahu daerah itu karena dulu ia pernah sekolah disana. Allison High School atau dulu teman-temannya yang rata-rata orang spanyol menyebutnya 'ESA' (Escuela Secundaria Allison). Ouro tidak asing dengan perbedaan bahasa dan budaya. Orang-orang Spanyol masih memperdebatkan bangsa mana yang pertama kali menemukan dan mendirikan Ouro. Karena letaknya yang berada di antara perairan Portugal dan Spanyol membuat negara ini memiliki dua bahasa ibu yaitu bahasa Portugis dan Spanyol. Namun juga menurut literasi kuno yang ditemukan di Ouro, konon yang lebih dulu menemukan Ouro adalah para pelaut Portugis. Nama 'Ouro' sendiri juga merupakan bahasa Portugis yang berarti 'emas'. Begitulah sekiranya yang Horn pelajari dulu saat SMA. Horn adalah orang yang penyendiri saat di SMA maupun SMP, oleh karena itu ia menganggap pengalamannya di sekolah tidak terlalu menarik sehingga ia sudah tidak terlalu ingat apa saja yang ia alami saat masa-masa tersebut.

Setibanya bus yang akan ia tumpangi ia segera melangkah masuk dan menempati salah satu tempat duduk di pinggir dan bukan yang paling belakang. Bus itu melaju sesuai jalur yang telah ditentukan. Siang itu angkutan umum sepi. Ia memperhatikan setiap pemandangan yang disuguhkan dari perjalanan singkatnya itu karena ia sudah lama tidak berpergian dengan kendaraan. Dari kejauhan ia melihat bangunan-bangunan tinggi yang terletak di jantung kota Dockstown. Ia juga melihat perbedaan yang jelas antara distrik, yang satu terlihat megah dan mewah dan satunya terlihat sederhana saja. Banyak orang yang berlalu lalang siang itu, mengingat hari itu masih dalam musim panas. Namun jika ia pergi ke pusat kota ia yakin terdapat lebih banyak orang terutama para turis yang berlalu lalang disana. Tepat sekali. Walau negara Ouro kecil dan lebih memokuskan pada kegiatan ekspor-impor, tetapi turis yang datang kesana tidaklah sedikit. Mulai dari orang Asia, Eropa, hingga Amerika ingin menjajal menginjakan kaki di negara kecil ini, dari letak geografisnya yang diapit dua negara tidak heran bahwa banyak orang menyebut Ouro 'Singapura-nya Eropa'. Jelas anggapan itu tidak sepenuhnya benar. Buktinya pulau utama Ouro jauh lebih besar dari pulau utama Singapura, dan juga tujuan wisatanya di Ouro juga lebih mengacu pada wisata alam daripada wahana-wahana hiburan. Horn pernah melihat taman hiburan Ouro yang ada di Dockstown di TV. Taman hiburan tersebut berada di teluk tepatnya juga tidak jauh dari pelabuhan sipil utama, Pelabuhan Internasional Alfonso atau tepatnya nama ini di tulis dengan aksen portugis menjadi 'Porto Internacional Alfonso'. Taman hiburan itu tidak semewah yang ia lihat di negara-negara lain seperti Disneyland ataupun Universal Studios. Jelas itu adalah taman hiburan yang menjadikan pemandangan laut sebagai daya tarik utamanya.

Setelah melamun cukup lama akhirnya Horn akhirnya mulai memperhatikan jalan lagi dan menemukan dirinya sudah hampir sampai pada tujuannya. Ia turun di halte bus tujuannya lalu berjalan menyusuri jalanan distrik Eclipse yang lebih besar dari Shovel. Tujuan utamanya di Eclipse adalah mencari bahan makanan bukan untuk bernostalgia. Ia tahu jika ia ke pusat kota harganya pasti bakalan naik hingga tiga kali lipat, juga karena dulu ada yang pernah memberitahunya jika belanja di Eclipse lebih murah dibanding distrik-distrik yang lain di Dockstown.

Ia melihat-lihat distrik Eclipse bagian selatan yang terdiri dari daerah pertokoan. Jauh dari kondisi Shovel yang ditumbuhi bangunan tinggi dan rendah secara berdampingan, Eclipse jelas tertata lebih rapih. Ruko-ruko dan stan-stan pertokoan yang enak di pandang dan teratur. Pepohonan di sepanjang trotoar. Square di sekitar perpustakaan. Penggunaan alamat jelas. Pasti ruler disini bangga akan distriknya.

Sepanjang matanya memandang Horn melihat berbagai toko menjual berbagai macam kebutuhan manusia sesuai bidangnya. Seharusnya mencari bahan makanan tidaklah terlalu sulit, namun tiba-tiba sebuah masalah muncul di kepala Horn. Selama ini ia tidak pernah memasak dan hanya memakan makanan instan seperti mi atau roti dengan daging asap, lagipula pesta selamat datang itu seperti apa dan masakan apa yang cocok? Ini menjadi lebih sulit dari yang ia kira. Ia membuka ponselnya, lalu dengan kata kunci 'makanan pesta'. Munculah jutaan hasil yang membeberkan makanan apa yang harus ada dalam sebuah pesta. Horn bingung dan malah menemukan daftar-daftar makanan mahal yang menurutnya tidak perlu. Ia harus memutar otak. Haruskah ia bertanya pada seseorang? Ia memeriksa kontak yang ada di ponselnya.

..

…..

Bibi…..

Lanza? Tampaknya ia tidak akan menjawab teleponku walaupun jika aku tidak membunuh dua kerabatnya.

Benny? Persetan.

Chris? Jangan dia…. Tunggu sejak kapan aku memiliki nomornya?

Carmen…. Kita belum bertukar nomor telepon….

Hmm….

Kira-kira siapa?

..

….

Sadar tidak ada orang yang bisa dihubungi, Horn palingkan perhatiannya dari layar ponsel ke depan dan menemukan sebuah tempat yang bagus atas masalahnya.

Minimarket.

Enam tahun bekerja di minimarket membuat Horn tahu tugas secara umum apa tugas pegawai minimarket di mata masyarakat. Mereka seperti mesin penjawab pertanyaan karena pada dasarnya mereka menjual barang-barang umum dari barang konsumsi sampai barang pakai, dan tentunya merek-nya tidak hanya satu sehingga terkadang mereka bertanya perihal satu merek dengan merek lain. Bekerja di minimarket lebih tinggi derajat pengetahuannya dari sekedar bekerja di suatu etalase mal. Kau tidak akan tahu apa yang orang-orang akan tanyakan padamu. Transaksi'kah? Mengenai lokasi dan rute perjalanan'kah? Atau mengeluh atas jumlah belanjaan mereka yang membengkak padahal justru mereka sendiri yang memilih barang lebih mahal.

Ia masuk ke dalam minimarket itu yang langsung mengubah suasana panas di luar menjadi adem. Horn berjalan mengitari etalase toko mencoba menemukan sesuatu yang sekiranya bisa disajikan untuk sebuah 'pesta'. Sadar ia sulit berpikir jernih, Ia 'pun mengambil keranjang dan memasukan lebih dulu apa yang sekiranya untuk kebutuhan dirinya dan apartemennya.

Gula…

Teh….

Kopi…

Pembersih lantai….

Setelah beberapa saat ia bolak-balik mengitari etalase minimarket tak terasa keranjangnya keburu penuh.

"154 Rod, pak"

Kenapa aku malah membeli kebutuhanku sendiri?! Jeritnya dalam hati. Ia memperhatikan sang kasir yang merupakan seorang wanita muda sedang memasukan barang belanjaannya ke dalam kantung-kantung plastik. Dengan berat hati ia coba bertanya kepada sang kasir.

"A-Apakah kau tahu masakan apa yang biasa dihidangkan saat pesta?" tanyanya kikuk.

"Maksudnya?" tanya kasir itu dengan logat spanyol.

"Err…. jadi begini… aku kedatangan teman baru di apartemenku….jadi…. kebetulan aku tidak terlalu bisa masak…. bisaa kau tunjukan makanan apa yang cocok?"

"Temanmu itu pria?"

"Wanita"

"Wow…" Ujarnya kagum. Ia berpikir sebentar. Horn merasa tidak tenang walau kondisi minimarket sepi, tetapi berlama-lama di depan kasir tetap saja tidak mengenakkan.

"Spageti…." jawabnya singkat. "…. bila kulihat dari tipikalmu kusarankan kau juga memesan pizza atau taco. Tapi jika benar-benar ingin memasak kusarankan kau hidangkan spageti saja. Raknya ada di sebelah sana" kata sang kasir sambil menunjuk etalase yang ada spagetinya. "Oh iya, jangan lupa untuk membeli bir dingin! Kau tidak bisa berpesta tanpa bir!". Setelah Horn membeli kedua barang yang direkomendasikan ia'pun keluar dari minimarket itu.

Sehabis dari minimarket itu Horn'pun berkeliling di area pertokoan Eclipse untuk mencari bahan makanan lainnya. Ia tidak mau spagetinya hanya tampak sebuah mi instan yang sehari-hari ia makan, ia butuh variasi.

Ok…..Jadi kemana lagi?