Sefia sedang melepaskan hiasan di depan cermin bersama seorang perias yang membantunya tatkala jemari jahil Bima menoel pipi kanan tapi justru mencium pipi kiri Sefia, setelah itu Bima langsung kabur masuk ke dalam kamar mandi di kamar Sefia. Membuat Sefia mengeram kesal namun wajahnya memerah menahan malu.
Sedangkan Bima di kamar mandi mengelengkan kepalanya menyadari apa yang baru saja Ia lakukan pada istrinya.
"Bisa – bisanya aku main cium sama Sefia ya, ngamuk pasti nih." Gumam Bima sambil berdiri di bawah shower membiarkan air dingin mengalir menyusuri tubuh kekarnya.
.
.
.
"Mbak Sef, suaminya sweet banget ya.."kata perias yang kini sedang membantu Sefia membuka sanggul di kepalanya.
Sefia hanya tersenyum menanggapi kata – kata perias, jujur saja hatinya diantara kebimbangan dan kebingungan. Entah apa perbedaan dari dua kata itu yang jelas apa yang dipikirkan dan di rasakan oleh Sefia seolah sedang makan rujakyang rasanya asem, asin dan pedes sekaligus dirasakan.
"Kamu lihat koper aku, Sef?" Tanya Bima yang baru saja selesai mandi.
Sefia menoleh matanya menatap Bima yang hanya menggunakan handuk di badannya. Untung saja sang perias sudah selesai bahkan sudah keluar dari ruangan rias, tinggal Sefia yang sedang membersihkan wajahnya seorang diri.
Keduanya saling tatap, untuk pertama kalinya Sefia melihat tubuh atletis bosnya yang merangkap menjadi suaminya itu, begitu juga dengan Bima yang baru pertama kali melihat rambut panjang yang tergerai indah milik Sefia.
Keduanya tergagap dan langsung membuang pandangan mata mereka ketika menyadari apa yang terjadi.
"Sef, kamu lihat koper ku?" Tanya Bima lagi yang membuat Sefia langsung menunjuk ke sebuah koper yang tertutup meja di depan sofa.
"Itu, disamping meja depan kamu." Jawab Sefia yang langsung beranjak berdiri untuk berganti ke kamar mandi.
"Terima kasih." Ucap Bima sambil mengarahkan pandangannya pada Sefia yang sedang melangkah menuju ke kamar mandi.
Bima mengeleng – gelengkan kepalanya, hatinya tergelitik oleh sesuatu yang merambah kesegala penjuru tubuhnya menghantarkan rasa panas.
"Jangan bilang kamu mau ena- ena malam ini, junior. Bisa – bisa kena hajar kamu sama yang punya sarang." Ucap Bima sambil menatap juniornya sebelum ia lanjut mengenakan underware nya.
Bima duduk di sofa lalu membuka laptop miliknya. Banyak emai yang harus Ia cek menyangkut laporan yang di kirimkan oleh Emon.
"Boleh juga kerjanya si Emon." Ucap Bima lirih lalu sibuk membaca email di laptop miliknya.
Tak berapa lama Sefia keluar dari dalam kamar mandi, terlihat rambutnya yang tertutup handuk dan tubuhnya yang terbalut piyama lengan panjang.
Bima menoleh saat merasakan ada seseorang yang melintas di sampingnya.
"Sefia.." Panggil Bima dengan lembut.
Sefia menoleh, menatap Bima yang sedang duduk memangku laptop namun pandangannya tertuju ke arah dirinya.
"Ya…"
"Kemarilah ada yang harus kita bahas." Ujar Bima dengan tatapan serius.
Sefia menurut setelah merapikan rambutnya dan sambil membawa hairdryer ia melangkah mendekati Bima. Dia kembali menancapkan kabel hairdryer di dekat sofa, lalu duduk di samping Bima.
Bima diam namun tangannya mengambil hairdryer yang dipegang Sefia, membuat istrinya itu bingung. Apa kah Ia tak boleh menggunakan hair dryer untuk mengeringkan rambutnya atau bagai mana?
Namun dugaannya salah, ternyata Bima mendorong tubuh Sefia untuk membelakanginya, bau harum shampoo dan juga sabun mandi yang segar langsung menyeruak ke penciuman Bima. Tergoda? Jelas. Namun Bima harus pandai – pandai menyembunyikan hal itu dari Sefia.
"Katanya mau bicara? Tapi mengapa kok malah ngeringin rambut aku?"
Bima tersenyum, "Mungkin ini akan menjadi kebiasaan ku selanjutnya."
"Maksudmu?"
"Aku suka ternyata kau mempunyai rambut panjang yang bagus."
"Kalau ternyata aku tak berambut panjang?"
"Ya tidak apa – apa, tetap saja aku sudah menerima dirimu apa adanya, ini sebuah surprise karena ternyata istri ku ini mempunyai sesuatu yang menjadi kesukaanku." Bima masih mengeringkan rambut panjang Sefia, sebelah kiri tangannya memegang sisir dan sebelah kanannya memegang hairdryer.
"Sebenarnya kamu ingin bicara apa?"Tanya Sefia dengan nada lembut.
"Ehm… malam ini kita mau ngapain?" Tanya Bima.
Sefia mengengam erat kedua tangannya yang sedang bertaut, Ia bingung harus menjawab apa.
"Jangan tegang, aku tak akan meminta hak ku sebelum kita berdua merasa nyaman dan saling mencintai satu sama lain." Ucap Bima lalu dengan sengaja mengecup bahu Sefia yang tertutup piyama.
"Tapi kamu godain aku." Ucap Sefia sambil memejamkan matanya.
"Kamu merasa tergoda?" Bima terkekeh.
"Padahal aku ga bermaksud menggodamu lho.." Lanjut Bima.
"Barusan apa? Kalau bukan menggoda?"
"Nyicil…" Jawab Bima asal.
"Memangnya tukang kredit.." Dengus Sefia.
"hahahah.." Tawa Bima langsung meledak, lalu dengan sengaja memeluk tubuh istrinya itu dari belakang.
"Ini juga nyicil?" Tanya Sefia, dengan hati berdebar kencang.
"Anggap saja begitu sayang. Kan udah sah… yang di pending kan yang itu dulu, yang lain kan boleh enggak." Jawab Bima.
"Siapa yang bikin peraturan kayak begitu?"
"Akulah… siapa lagi?" Bima kembali tertawa.
"Ih sok bossy banget sih." Ucap Sefia sambil memonyongkan bibirnya.
"Itu Bibir tolong di kondisikan Nyonya Bima, kalau tidak ingin suamimu ini melanggar apa yang baru saja ia katakan."
Spontan saja Sefia melipat bibirnya ke dalam mulut, lagi – lagi Bima tertawa lalu mencubit pipi Sefia gemas.
"Aku serius, aku tak ingin memaksamu melayaniku di atas ranjang, tapi jangan hindari aku oke? Mari kita berpacaran."
Sefia sedang mencerna apa yang baru saja Bima katakan, dalam hatinya Ia mensyukuri apa yang baru saja Ia dengar.
"Mari kita pacaran." Ucap Sefia lalu menoleh ke belakang menatap laki – laki yang sudah sah menjadi suaminya.
"Tapi gajian tetap dobel ya?"
"Ha?!"
"Gaji sekertaris dan gaji menjadi pacar halal, semua butuh modal." Ucap Sefia dengan wajah tersenyum lucu menggoda Bima, bahkan kedua alis Sefia naik turun, benar – benar menggoda.
"Tentu saja, tak usah khawatir, bahkan aku bisa memberikan lebih." Ucap Bima lalu mencubit hidung Sefia gemas.
"Ih! Sakit! Belum apa – apa sudah KDRT."
"Siapa yang KDRT? Aku Cuma mengikuti cara nabi mengekspresikan kasih sayangnya pada Aisyah. Memangnya salah?"
"Ya iya… makan yuk kebawah laper."
"Perasaan tadi udah makan kue sama buah banyak banget masih aja kelaperan." Ujar Bima.
"Ya udah kalau enggak mau.."
Bima diam sejenak lalu senyuman tiba – tiba terbit di bibirnya, "Kalau beli jajan diluar mau ga? Ga usah jauh – jauh sekitar rumah aja. Kayaknya banyak tuh di ujung jalan sebelah sana." Ucap Bima.
"Oke, aku pakai jilbab dulu." Kata Sefia lalu bangkit dari duduk nya melepas hairdryer dari colokan lalu membawanya ke lemari di bawah nakas.