Tak Tak Tak
Brakkk!!!
"Auh!" Pekik Camel. Kerena terburu – buru Ia tak sengaja menyenggol bahu seorang laki – laki yang berjalan berlainan arah dengannya.
"Maaf.." Camel merasa tak enak hati dengan seseorang yang baru saja Ia tabrak. Buku – buku berserakan dan kaca mata laki – laki yang ia tabrak terjatuh hingga pecah pada kedua sisinya.
Camel mengigit bibir bawahnya saat melihat kekacauan yang Ia perbuat. Walau Ia terkenal dengan sifat urakan namun Camel juga terkenal baik dan humble.
"Aduh! Mati lah aku…" Ucap Camel tanpa sadar sambil memungut buku – buku yang berantakan di lantai.
"Maaf mas, saya benar – benar tidak sengaja, saya buru – buru." Ucap Camel penuh sesal setelah semua buku terkumpul.
Laki – laki yang Camel tabrak mendongak, seketika mulut Camel ternganga melihat wajah tampan rupawan yang sedang tersenyum kepadanya.
"Tidak apa – apa nona, saya juga salah karena berjalan di tengah – tengah koridor." Ucap laki – laki itu.
Sang laki – laki mengerutkan dahi saat melihat wajah Camel yang seperti terkejut menatap dirinya.
"nona.. hai!" Laki – laki itu mencoba menyadarkan Camel.
"Ah.. Oh… ya, maaf… maaf kan saya mas." Camel tergagap.
Laki – laki itu kembali tersenyum, "Tidak apa – apa, kalau begitu saya duluan."
"Tu… tunggu!" Camel buru – buru menghentikan langkah laki – laki yang tadi Ia tabrak.
"Ada apa nona? Ada yang perlu saya bantu?"
"Ehm… boleh tahu siapa nama mu?"
"Untuk?"
"Ak… Aku harus mengganti kaca matamu."
Laki – laki itu tersenyum ramah, sungguh demi apa, senyuman itu justru membuat hati Camel berdebar lebih kencang dari biasanya.
"Tidak perlu nona, saya sudah bilang jika itu bukan kesalahan mu."
"Tidak bisa! Bagai mana pun aku harus tangaung jawab." Ucap camel memaksa.
"Baiklah, kenalkan..Namaku Fahri."
"Camelia."
"Berapa nomor ponselmu, biar aku bisa menghubungimu nanti, karena saat ini aku harus masuk ke kelas."
Fahri mengambil pulpen yang terselip di kantong kemejanya, namun Ia bingung harus menuliskan nomor ponselnya dimana. Camel yang mengerti jika Fajri sedang kebingungan segera menyodorkan tangannya. Bermaksud supaya Fahri mau menuliskan nomor ponselnya disana.
Fahri menatap mata camel sekilas lalu mengangguk setelah itu fahri segera menuliskan sederatn angka di pungung tangan Camel.
"Itu nomor ponsel ku."
"Ok terima kasih."
"kalau begitu aku pergi dulu."
"Baiklah, senang berkenalan denganmu." Ucap camel namun hanya di balas anggukan oleh Fahri yang segera berlalu meninggalkan dcamel yang masih terpesona dengan ketampanan fahri, laki – laki yang Ia tabrak.
Camel kembali melangkahkan kakinya menuju ke dalam kelas, belum juga sampai di tempat duduk nya suara Olivia sudah menggema di telingganya.
"Dari mana lo? Jam segini baru datang, untung aja dosen belum masuk."
Camel menarik nafas panjang, lalu kembali melangkah menuju ke sebuah tempat duduk. Camel menarik nafas panjang.
"Tau dosen belum datang, gue ga akan lari – larian di koridor."
Olivia tersenyum, "Lagian tumben banget lo telat, katanya ada dosen baru yang gantiian pak Joko karena udah pensiun."
"Pantas aja belum masuk." Sergah Camelia.
"Katanya lagi nih, tuh dosen gantengnya ga kaleng – kaleng."
"Serius? Masih muda ga?" Tanya Camel mulai antusias.
Olivia mencebikkan bibirnya, "Denger cowok ganteng aja lo, tu mata langsung ijo.".
Camelia tertawa, "Ada – ada aja lo, bukannya kalau lihat duit ya ini mata langsung ijo."
"Mel, lo tuh dah kebanyakan duit jadi udah ga ijo.".
Camel terkekeh. "Maklum aja anak sultan." Ucap camel bangga.
Keduanya tertawa, namun tawa mereka langsung berhenti saat melihat ada seseorang yang masuk ke dalam kelas mereka. Bahkan bukan hanya mereka tapi semua teman sekelas mereka pun ikut diam dan taka da seorang pun yang berbicara.
"Busyet ganteng banget." Kata Olivia sambil terus menatap kearah depan, dimana bangku dosen tersedia dan kini sedang di duduki oleh dosen muda yang tampan rupawan..
Berbeda dengan Olivia, Camelia menatap laki – laki itu seolah tak percaya, "Benar – benar mati lah sekarang aku…" Rutuk Camelia setelah mengetahui siapa yang menjadi dosen barunya.
"Jangan mati! Tar ga ada yang sanigan ma gue buat dapetin tuh dosen muda and ganteng." Kata Olivia sambil menepuk lengan camellia yang masih terus menatap dosen barunya.
"Fahri…" Tanpa sadar bibirnya mengucap nama laki – laki itu.
"Fahri? Lo kenal?" Tanya Olivia.
Camel segera mengangguk, "Dia laki – laki yang tadi gue tabrak di koridor karena gue buru – buru dan lebih parahnya gue ancurin tuh kaca mata punya dia, itu yang bikin gue telat." Jawab Camelia dengan wajah yang sulit diartikan.
"Mampus lo! Berdoa aja supaya lo ga di persulit selama ikut mata kuliahnya."
"bener – bener jahara Lo, doain gue mampus."
Olivia mendesah nafas berat, lalu kembali menatap ke depan dimana fahri sedang menuliskan sesuatu di lembar presensi.
"Gimana kalau kita saingan buat dapatin dia.." Ucap Olivia tiba – tiba.
"Taruhan? Ok. Siapa takut."
********
"Ha!"
"Baru Nyahok Lo!" Kata Emon menatap sepupunya itu terbengong.
"Serius?" Tanya Aditya.
"Lo tanya sendiri aja deh sama orang nya."
Kini tatapan Aditya beralih pada gadis manis berjilbab di sampingnya yang hanya bersekat meja kerja.
"Serius Sef?" Tanya Aditya.
Sefia mengangguk.
"Kok bisa?"
"Jodoh kali." Ucap Sefia
"Patah deh hati gue." Kata Aditya lebay sambil meremas kemejanya di bagian dada.
"Ntar gue sambungin." Jawab Emon.
"Emang bisa apa?"
"Bisalah pakai paralon kalau perlu sambung terus dan terus sampai jauh."
"Sialan lo Mon, hati gue lo sama in sama pipa air." Protes aditya, Sefia hanya tersenyum melihat dua saudara sepupu itu saling serang.
"Udah – udah, balik kerja sana, nanti keburu si bos datang."
"Ya Ampun Sef, bos kita itu laki lo.." Ucap Aditya.
Aditya dan Sefia memang sudah lama saling kenal karena mereka hampir bersamaan saat pertama kali mulai bekerja di kantor milik Bratasena itu.
"Ya walau pun, suamiku tapi harus tetap professional dong."
"Ye pro sedang laki lo ga pro.." Ucap Emon menimpali kata – kata Sefia.
"Kok gitu?" Tanya Aditya.
"Tuh nyatanya tadi dia bawa bingkisan lo dari seseorang yang entah siapa, eike yakin itu karena dia cemburu."
"cemburu? Wah hebat kamu Sef, baru beberapa hari jadi istri Bima sudah bisa buat dia cemburu, itu artinya dia udah lupa sama laura."
Sefia menarik nafas panjang, pikirannya berkelana tentang Laura. Satu nama yang menjadi penyebab ke galauan sefia selama beberapa hari ini.
Bukan Sefia tidak tahu tentang Laura, tapi Sefia memang pura – pura tidak mengetahui apapun tentang masa lalu suaminya hingga entah kapan. Ungkapan hati papa mertuanya membuat Sefia ingin memberikan waktu lebih bagi Bima mengenal dirinya dan juga menerima takdir cintanya.