"Saya terima nikah dan kawinnya Sefia Wiryo Atmojo binti Wiryo Atmojo dengan mas kawin tersebut, TUNAI."
"Bagai mana para saksi, sah?" Tanya Pak penghulu.
"SAH!!" Jawab saksi dan para tamu undangan yang hadir.
"Alhamdulilah."
Kata yang tak pernah Sefia bayangkan akan secepat ini menggema di rumahnya, dengan lantunan doa – doa serta kata Aamiin yang menjadi pelengkapnya.
"Sudah waktunya kita keluar sayang, temui suamimu." Ucap Ibu Sefia lembut di samping telingga anaknya.
Sefia hanya bisa menurut apa saja yang diarahkan padanya. Menuju pendopo rumahnya yang telah disulap menjadi acara akad nikah dan sekaligus resepsi pernikahan nya. Sefia menatap seorang laki – laki yang duduk di seberang sang ayah, yang kini juga menatapnya penuh haru.
Sefia duduk disamping Bima yang kini telah sah menjadi suaminya.
"Silahkan cium tangan suamimu, nak Sefia." Ucap pak penghulu dengan tersenyum. Sefia lalu memiringkan tubuhnya menghadap pada Bima yang sedang tersenyum menatapnya.
Perlahan Ia menyambut tangan Bima yang telah mengarah padanya.
CUP
Satu kecupan mendarat dengan sempurna di kening Sefia. Deg. Tubuh Sefia mendadak menjadi kaku. Ini pertama kali ada laki – laki yang mencium keningnya selain sang ayah.
"Terima kasih telah mau menjadi istriku." Ucap Bima lalu mencium kening Sefia dan membacakan doa di ubun – ubun istrinya itu.
"Allahumma inni as'aluka min khairiha wa khairi ma jabaltaha 'alaihi. Wa a'udzubika min syarriha wa syarri ma jabaltaha 'alaiha."
Artinya : "Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada Mu kebaikan dirinya dan kebaikan yang Engkau tentukan atas dirinya. Dan aku berlindung kepadaMu dari kejelekan dan kejelekan yang Engkau tetapkan atas dirinya."
Setelah itu mereka berdua menandatangi surat – surat pernikahan mereka, lalu dilanjutkan dengan sesi foto bersama keluarga dan kerabat.
Taka da sepatah katapun yang keluar dari mulut Sefia untuk Bima, Sefia hanya menjawab pertanyaan dan sapaan dari keluarga dan kerabatnya, walau Bima sedang berdiri si sampingnya.
Ada jeda satu jam sebelum acara resepsi dilaksanakan. Sefia dan Bima masuk ke dalam ruang rias yang ada di samping kamar Sefia. Keduanya mempersiapkan diri dengan pakaian yang sengaja mereka siapkan untuk acara resepsi hari ini.
"Ternyata kamu cantik nya bener – bener." Ucap Bima tanpa niat menggoda, Ia benar mengatakan itu dari lubuk hatinya namun sayang Sefia hanya meliriknya sekilas tanpa ada ketertarikan untuk membalas ucapan laki – laki yang telah sah menjadi suaminya beberapa menit yang lalu.
"Sef, kamu kenapa diam sih? Salah aku apa coba?" Tanya Bima dengan nada merajuk setelah mengusir para perias karena Ia ingin mengatakan sesuatu pada istrinya itu.
Sefia masih daiam.
"Sef, sayang…"
Mendengar kata sayang, Sefia sontak menatap Bima dengan tajam.
"Sayang – sayang,"
Bima terkekeh, "Kamu tuh kayak kamera tahu ga, suka bikin aku tersenyum."
Sefia sontak tertawa mendengar gombalan absurd dari Bima.
"Kamu sebenarnya kuliah ambil jurusan apa sih? Bisa banget gombalin orang." Sefia berseloroh.
Bima tersenyum, sambil mengaruk rambut kepalanya walau sebenarnya tak gatal sama sekali. Sebenarnya Bima juga bingung ketika Ia berahadapan dengan orang lain, atau pun dengan Laura dulu tidak pernah seperti ini. Ia cenderung menjadi laki – laki cool dan berkharisma, namun di hadapan Sefia ia bisa menjadi sosok laki – laki yang ceria dan apa adanya.
"Kamu ngledek ya?" Kata Bima sambil mencubit hidung Sefia, lagi – lagi Sefia tergelak, rasa cangung dan bingung yang Ia rasakan kini kabur entah kemana mendengar gombalan dari suami tampannya ini.
"Siapa yang ngeledek? Kenyataan tahu ga? Kamu itu pinter gombal, tapi aneh deh kamu kalau lagi meeting muka kamu bisa berubah jadi serem gitu."
"Iya karena kamu mirip bantal, bawaannya nyaman aja gitu kalau lagi sama kamu." Lagi – lagi Bima entah mendapatkan wangsit dari mana bisa – bisanya Ia kembali menggoda istrinya dengan gombalan – gombalan receh yang seketika membuat Sefia tertawa terbahak.
"Seterah kamu lah, Bos. Yang penting kamu happy." Ujar Sefia lalu segera beranjak karena mendengar perintah dari ibunya jika mereka berdua harus segera turun menuju ke tempat resepsi.
"Yuk, turun." Ajak Bima sambil berdiri tegap di samping Sefia.
"Gandeng dong Sef, masak pengantin jalan sendiri – sendiri sih."
"Apa salahnya jalan sendiri, emangnya kita trek gandeng." Jawab Sefia yang membuat Bima tertawa sambil meraih tangan Sefia lalu dilingkarkan di lengannya.
"Nah gini dong, kan asik." Ucap Bima lagi – lagi SEfia tersenyum di buatnya.
"Udah ayuk turun." Sefia bisa ikutan sinting kalau lama – lama berdua dengan Bima.
Oops! Mereka kan udah menikah otomatis bareng terus dong, jadi pasangan sinting dong!!
Kini semua mata tertuju pada sepasang pengantin yang sedang berjalan perlahan diiringi musik gamelan yang membuat suasana menjadi semakin sakral.
Sefia yang memang asli orang Jawa dan Bima yang juga mempunyai darah keturunan Jawa mengikuti rangkaian acara adat jawa yang sarat akan arti dan makna. Mulai acara menginjal telur hingga acara suap – suapan mereka lakukan dengan penuh hikmat.
Walau belum ada rasa cinta diantara keduanya, namun mereka telah memutuskan akan menjalani pernikahan mereka dengan serius hingga maut yang memisahkan mereka. Satu hal yang mereka yakini jika mereka menikah hari ini itu artinya memang mereka telah di takdirkan untuk bersama.
Bukankah semuanya sudah tersurat di Lahumul mahfuz.
Walau entah rintangan apa yang akan menghadang mereka di depan nanti, mereka berjanji untuk saling setia dan saling terbuka satu sama lain.
Biarlah mereka seperti sandal jepit, yang Cuma akan
ada dua tidak ada yang ketiga, keempat ataupun kelima.
Semua rangkaian acara telah mereka ikuti. Kini mereka tengah duduk di ruang keluarga bersama keluarga yang lain.
Sefia menyandarkan tubuhnya pada sandaran Sofa, lalu tak lama Bima datang dengan membawa segelas air minum dan juga potongan buah.
"Ini minumnya." Ucap Bima sambil menyerahkan segelas minuman pada Sefia yang nampak kelelahan.
Bima lalu duduk disamping Sefia dan tangannya terulur untuk menyuapkan satu potongan buah tepat di depan mulut Sefia.
Awalnya Sefia nampak ragu, namun setelah menyadari jika kini mereka telah menikah Ia segera membuka mulutnya dan melahap buah yang disuapkan Bima.
"Makasih."
"Sama – sama istri." Ucap Bima yang lagi – lagi membuat Sefia tersenyum.
"Kenapa tersenyum begitu?" Tanya Bima lalu melahap satu potongan buah ke mulutnya.
"Lucu aja gitu."
"kok lucu? Padahal aku lagi ga ngelawak lho." Sahut Bima.
"Ciyee.. pengantin baru senyum – senyum terus nih." Ucap Camel yang tiba – tiba datang dan ikut duduk di sofa yang tak jauh dari mereka.
"Emang nya kamu, Jomblo." Cela Bima pada adik kesayangannya.
"LIhat aja ntar, melmel bawa calon adik ipar untuk kakak aku yang paling bawel. Biar diem tuh mulut ga menghina aku mulu."
"Oke, siapa takut! Jadi pingin lihat selera si onta kayak apaan."
"Ih! Onta – Onta… Melmel!" Teriak Mel – mel kesal.