Chereads / Dibalik Kegelapan yang Mencekam / Chapter 23 - Rencana Teodhor

Chapter 23 - Rencana Teodhor

"Aku ingin segera melenyapkan gadis itu." seorang gadis tengah mencengkeram cangkirnya dengan erat.

"Kita tidak boleh terlalu terburu-buru Nona Irish. Saat ini, Nona Rose berada dalam pengawasan penuh sang raja. Jika kita bertindak gegabah dan raja mengetahuinya, kita akan berada dalam masalah besar." seorang pria menenangkan gadis yang dipanggil Irish itu.

"Lalu apa rencanamu Teodhor?" wanita yang terlihat masih cantik meski sudah cukup tua itu bertanya.

"Anda tidak perlu khawatir ratu. Saya sudah menyiapkan rencana yang brilian untuk kita semua." pemuda itu menjawab.

"Kuharap aku bisa memegang kata-katamu Teodhore. Kau tau apa yang bisa dilakukan oleh keluarga Kibregxin." sang ratu mengancam.

"Tentu ratu. Saya jamin taktik kali ini akan memuaskan Anda." Teodhor memperlihatkan senyum rubahnya.

"Lalu kapan kau akan melaksanakan rencanamu, Tuan Teodhor." Irish bertanya penuh antisipasi.

"Beberapa hari lagi adalah perayaan tahunan untuk memperingati raja saat naik tahta. Kita akan melakukan rencana ini saat itu." Teodhor menjawab pertanyaan Irish.

Mereka bertiga berkumpul untuk membahas agenda mengenai orang yang akan mewarisi gelar ratu. Kedua wanita itu berencana untuk melenyapkan gadis yang selalu berada di sisi raja ras zeros. Sedangkan satu-satunya pemuda di ruangan itu tidak memberitahu apa yang sedang dirinya rencanakan.

***

"Kenapa kau sangat pendiam hari ini?" Stevan bertanya kepada gadis yang tengah duduk manis di bingkai jendela besar ruang kerja pemuda itu.

"Saya khawatir akan mengganggu Yang Mulia." Rose menjawab dengan tenang.

Stevan berdiri dari kursinya dan menghampiri gadis cantik itu.

"Kenapa?"

"Ada yang membuatmu marah?" Stevan dengan lembut membelai pipi sang peri.

"Tidak ada Yang Mulia." Rose mengelak.

"Kalau begitu apa aku membuatmu marah?" Stevan bertanya saat dirinya menyatukan dahi mereka.

Sang peri tidak mengiyakan ataupun membantah pertanyaan sang raja. Stevan tersenyum kecil melihat reaksi gadis itu.

"Tidak ada apa-apa antara aku dan dia." Stevan berbicara singkat.

"Lalu kenapa Yang Mulia memakai pakaian yang sama denganya. Apakah kalian membuat janji sebelumnya?" Rose bertanya cemberut.

"Lihat amukan kecilmu." Stevan mencubit pipi Rose gemas.

"Sebentar lagi ada festival peringatan kenaikan tahta. Selama rentang waktu ini, memakai pakaian berwarna merah menunjukan loyalitas mereka kepada raja." Stevan menjelaskan.

"Lalu apa yang dia maksud dengan kalian berdua dibesarkan oleh ratu?" Rose masih belum puas.

"Ratu adalah satu-satunya wanita yang berkuasa di istana setelah kematian ibuku. Sedangkan gadis itu adalah keponakan ratu. Jadi kami sering bertemu sejak kecil." Stevan masih dengan sabar menghadapi gadis cantik itu.

"Jadi kalian kekasih masa kecil?" Rose semakin tidak puas.

"Tidak ada hal seperti itu Rosalia. Apa yang kau pikirkan dalam otak kecilmu ini, hm." Stevan memberikan sentilan di dahi sang peri.

"Yang jelas tidak ada Yang Mulia." Rose mengejek pemuda itu.

"Kau yakin?" Stevan bertanya kepada sang peri.

"Seratus persen yakin Yang Mulia." jawab Rose.

Cup

Stevan memberikan ciuman capung di bibir merah sang peri.

"Sekarang aku sudah berada dalam pikiranmu?" Stevan tersenyum penuh pesona saat bertanya.

Rose membeku terkejut karena tiba-tiba pemuda itu menciumnya.

"Apa yang baru saja Anda lakukan, Yang Mulia." Rose menaikan nada suara bicaranya untuk menutupi rasa malu yang hadir.

Stevan terkekeh karena tingkah menggemaskan sang peri dan tidak bisa menahan diri untuk tidak memeluk gadis cantik itu. Rose tidak menolak pelukan Stevan. Gadis itu membenamkan wajahnya di dada bidang sang raja.

"Sudah tidak marah?" Stevan bertanya menggoda Rose.

"Sudah saya katakan, saya tidak marah Yang Mulia." Rose menjawab pertanyaan itu dengan kesal.

"Hahaha.." Stevan tertawa lepas.

Rose ikut tertawa bersama pemuda itu. Ini adalah pertama kalinya Rose melihat penguasa kegelapan itu tertawa. Selama ini dia hanya melihat wajah cemberut, kesal dan baru-baru ini dirinya juga melihat pemuda itu tersenyum padanya.

Ia ingin melihat lebih banyak ekspresi yang ditunjukan oleh pemuda itu. Semua hal yang dilakukan pemuda itu terlihat menakjubkan di matanya. Mungkin dirinya benar-benar menaruh hati pada sang raja muda.

"Ingin ikut denganku ke suatu tempat?" Stevan bertanya kepada Rose.

"Kemana Yang Mulia?" Rose balik bertanya penasaran.

"Kau akan tau saat kita sampai." Stevan membawa gadis itu dalam pelukanya.

Rose secara refleks mengalungkan lenganya di leher pemuda itu. Sayap hitam terbentang saat Stevan membawa sang peri terbang menuju bangunan megah yang letaknya di sudut istana.

"Tempat apa ini, Yang Mulia?" Rose bertanya saat gadis itu menginjakan kakinya di lantai keramik.

"Ayo masuk." Stevan sengaja tidak menjawab pertanyaan sang peri. Pemuda itu hanya menggenggam tangan Rose saat masuk melalui pintu utama.

Kriett..

Pintu besar itu terbuka sebelum pasangan itu sampai.

"Selamat datang Yang Mulia dan Tuan Putri."

"Maaf karena Anda harus melihat pemandangan yang mengerikan ini." seorang wanita yang terlihat lincah di usianya keluar untuk menyambut tamu istimewa mereka.

"Bukan masalah besar. Ini karena kunjungan kami yang mendadak dan tidak memberitahu kalian lebih dulu." Rose bersikap rendah hati.

Ia sering mengunjungi para pelayan dan kstaria di istananya sehingga dirinya tahu bahwa kedatanganya dan sang raja sudah seperti inspeksi mendadak bagi para bawahan mereka.

"Aku ingin kau membuat sebuah gaun berwarna merah untuknya." Stevan berbicara dengan datar kepada pelayan yang berprofesi sebagai penjahit istana itu.

"Baik Yang Mulia."

"Tuan putri, silahkan ikuti saya untuk mendapatkan ukuran." si penjahit itu bersikap sopan kepada Rose.

Rose mengikuti instruksi penjahit itu untuk melakukan pengukuran. Kedua wanita itu memasuki sebuah ruangan yang dipenuhi dengan berbagai jarum dan kain.

"Anda memiliki tubuh yang proporsional tuan putri. Ini adalah pertama kalinya saya melihat ada orang yang memiliki tubuh dan wajah yang sama-sama sangat sempurna." penjahit itu menyanjung sang peri.

"Terimakasih atas pujian Nyonya." Rose tidak bersikap sombong dalam menerima pujian.

"Sudah lama sekali sejak saya melihat orang yang cantik dan baik hati di istana ini. Perempuan terakhir yang saya temui memiliki sifat seperti itu adalah ibu kandung raja saat ini, Permaisuri Aerin." si penjahit mengenang.

"Maafkan saya tuan putri. Tolong jangan katakan kepada Yang Mulia bahwa saya berbicara tentang Permaisuri Aerin." penjahit itu baru tersadar apa yang sudah Ia katakan.

"Kenapa?" Rose bertanya penasaran.

"Itu karena nama ibu kandung Yang Mulia adalah kata yang tabu untuk diucapkan tuan putri." si penjahit membalas.

"Kumohon tuan putri. Aku masih ingin hidup. Jangan laporkan saya." wanita tua itu memohon.

"Jangan khawatir. Aku tidak akan mengatakan apapun kepada Yang Mulia." Rose menenangkan si penjahit.

Saat peri cantik itu keluar dari ruang khusus, dirinya melihat sang raja muda tengah memilih beberapa asesoris yang terlihat berkilau.

"Sudah selesai?" Stevan bertanya kepada sang peri.

"Iya Yang Mulia." jawab Rose.

"Ini untukmu." Stevan memberikan sebuah kotak berisi asesoris yang dipilihnya kepada gadis itu.

"Untuk apa ini Yang Mulia?" sang peri bertanya tidak mengerti.

"Ini untuk mengganti kalungmu yang sudah aku hancurkan. Barang-barang dalam kotak itu mungkin tidak sebanding dengan kalung milikmu, tetapi aku berjanji akan memberikan hal yang lebih baik padamu di masa depan." ikrar pemuda itu.