Bulu mata lentik seorang gadis yang tengah tertidur sedikit berkibar. Menunjukan bahwa gadis itu akan segera bangun. Rose mengerutkan kening saat cahaya terang masuk ke dalam retina miliknya.
"Akhirnya Anda terbangun Tuan Putri." suara gadis terdengar masuk ke dalam gendang telinga sang peri cantik.
"Hati-hati Tuan Putri." Rose dengan dibantu oleh gadis dalam ruangan itu mencoba untuk duduk di kepala ranjang.
"Kenapa kau berada di sini?" Rose bertanya saat melihat gadis yang Ia temui di acara perayaan muncul di dalam kamarnya.
"Saya ingin meminta maaf karena rekomendasi saya, tuan putri memakan racun yang terdapat dalam kue bulan." gadis itu terlihat tulus dalam menyatakan penyesalanya.
"Racun?" Rose bertanya tidak mengerti.
"Iya tuan putri. Kue yang Anda makan sudah dirusak oleh Nona Irish."
"Itu sebabnya Anda tiba-tiba saja pingsan setelah memakan kue itu." sang gadis menjelaskan.
"Tetapi Nona Bella, bagaimana Anda tahu bahwa Irish adalah orang yang meracuni kue bulan?" Rose bertanya kepada gadis itu.
"Saya awalnya juga tidak tahu tuan putri. Tetapi raja menemukan botol racun yang terjatuh dari gaun Nona Irish." gadis yang dipanggil Bella itu menceritakan secara singkat.
"Itu benar. Dimana Yang Mulia?" Rose menanyakan keberadaan sang penguasa malam.
"Yang Mulia masih berada dalam ruang parlemen Tuan Putri. Dia selalu berada di sisi Anda selama Tuan Putri tidak sadarkan diri. Sepertinya Yang Mulia sangat mengkhawatirkan Tuan Putri" Bella tersenyum penuh arti.
Rose hanya tersenyum kecil terhadap tatapan menggoda dari Bella yang mengisyaratkan bahwa dirinya dan Stevan mempunyai hubungan dekat satu sama lain.
"Itu karena Yang Mulia menghargaiku sebagai perwakilan dari ras lain." Rose menjelaskan.
"Anda tidak perlu menyembunyikanya Tuan Putri. Seluruh istana sudah tahu bahwa Yang Mulia jatuh cinta pada kecantikan Anda dan ingin menjadikan Tuan Putri sebagai ratu dari kerajaan Ras Zeros." Bella berbicara dengan candaan.
tok.. tok.. tok..
Terdengar ketukan pintu dari kamar Rose.
"Masuk." gadis peri itu memerintahkan orang dibalik pintu.
Zizi memasuki ruangan dengan seorang lelaki paruh baya yang mengikuti di belakangnya. Lelaki itu memikiki rambut dan janggut putih dengan kacamata bundar yang menutupi matanya.
"Selamat siang tuan putri. Ini saatnya Anda meminum obat." orang tua itu berkata dengan sopan.
"Anda bisa berkunjung kembali esok hari Nona. Tuan putri membutuhkan istihahat yang cukup." tabib tua itu tidak merasa bersalah saat mengusir orang lain.
"Kalau begitu, saya mundur diri Tuan Putri. Tolong jaga kesehatan Anda." Bella pamit sebelum pergi meninggalkan kamar sang putri peri.
Zizi dengan sigap menyiapkan obat yang telah diracik oleh sang tabib dan menyerahkan cangkir kecil berisi penawar racun itu kepada putri peri. Rose meminum obat pahit itu tanpa mengerutkan kening.
Sang tabib kembali memeriksa Rose selepas gadis itu menghabiskan obatnya. Setelah beberapa saat, sang tabib menyelesaikan inspeksinya.
"Untungnya, racun itu berhasil disingkirkan sepenuhnya sehingga tidak meninggalkan dampak yang tersisa." sang tabib berbicara lembut kepada Rose.
"Itu semua berkat kerja keras Anda, Tuan. Saya ingin berterimakasih karena telah menyelamatkan hidup saya." Rose berkata rendah hati.
"Hahaha.."
"Anda benar-benar memiliki mata yang tajam tuan putri. Saya adalah tabib terbaik di kerajaan ini." Sang penyembuh tertawa menyombongkan diri.
"Benar sekali. Itu sebabnya Anda berhasil membersihkan racun dalam tubuh saya." Rose tidak mengomentari tingkah penuh percaya diri lelaki tua itu.
"Tuan putri cantik dan baik hati. Anda dipersilahkan untuk mengunjungi saya kapanpun Anda inginkan di tempat berobat istana tuan putri." tabib itu kembali menyombongkan diri.
Zizi tidak mengatakan sepatahkatapun untuk mengkritik sikap sang tabib tua. Dia tidak membahas perilaku orang tua itu yang menangis ketakutan saat Yang Mulia mengancam untuk mencabut nyawanya jika ada gejala sisa dari racun yang ditemukan kemudian hari.
"Anda tidak diizinkan untuk keluar dari kamar selama seminggu, Tuan Putri." sang tabib memberikan nasehatnya.
"Bukankah aku telah baik-baik saja Tuan. Kenapa waktu istirahatku sangat lama?" Rose bertanya bingung.
"Itu karena saya khawatir Yang Mulia akan memporak-porandakan tempat kerja saya jika Tuan Putri kembali pingsan saat belum pulih sepenuhnya." tabib menjelaskan dengan malu-malu.
Rose hanya bisa terdiam mendengar alasan tabib tua itu.
"Kalau begitu saya permisi tuan putri." sang tabib meminta izin untuk pergi
"Silahkan Tuan. Zizi, kau tetap tinggal." Rose menghentikan sang pelayan saat gadis itu hendak mencapai pintu.
"Ada apa tuan putri?" Zizi bertanya sopan.
"Siapa yang membiarkan gadis itu masuk ke dalam kamarku?" Rose mengutarakan pertanyaan yang mengganggu dirinya.
"Yang Mulia mengizinkan Nona Bella untuk meminta maaf kepada Anda secara langsung, Tuan Putri." Zizi menjawab pertanyaan gadis itu.
"Raja?" Rose bergumam kecil
"Benar Tuan Putri. Apa ada hal lain yang ingin Anda tanyakan?" Zizi bertanya penuh perhatian.
"Tidak ada. Kau boleh pergi." Rose menjawab gadis itu.
"Kalau begitu permisi tuan putri." si pelayan berkata sebelum keluar dari kamar sang putri.
Keesokan harinya, gadis bernama Bella kembali mengunjungi Rose. Dia dengan setia menemani sang putri di kamarnya sampai tabib datang dengan obat di tanganya. Kejadian itu berlangsung selama satu minggu penuh.
"Kali ini saya membawakan kue berry, tuan putri." seorang gadis meletakan kotak berisi kue-kue kecil yang manis.
"Terimakasih Nona Bella. Maaf karena merepotkanmu." Rose berterimakasih kepada gadis yang sudah beberapa hari ini menemani dirinya.
"Jangan sungkan tuan putri. Bukankah kita adalah teman."
"Aku tau Tuan Putri pasti bosan terkurung di kamar. Hari ini adalah hari terakhir dari batas waktu yang diberikan oleh tabib istana."
"Bagaimana jika besok kita keluar istana untuk jalan-jalan." Bella memberikan ajakan kepada sang putri.
"Entahlah Bella. Aku harus meminta izin dari raja jika ingin keluar dari istana." Rose tidak memberikan kepastian kepada gadis itu.
"Raja sangat menyayangimu, Tuan Putri. Tentunya dia akan mengabulkan setiap permintaan yang kau minta." Bella menyemangati Rose.
"Aku harap begitu." Rose hanya menjawab
dengan senyum kecil.
***
"Tidak." suara tegas terdengar dari seorang pemuda.
"Ini hanya jalan-jalan kecil Yang Mulia. Aku akan segera kembali." Rose membujuk sang raja.
"Aku sudah bilang tidak Rosalia."
"Apa kau belum puas melihat pemandangan yang ada di luar istana." Stevan mengingatkan Rose saat mereka bepergian bersama.
"Kali ini berbeda Yang Mulia. Kami hanya akan mengunjungi beberapa tempat di ibu kota." Rose masih mencoba meyakinkan pemuda itu.
"Tidak Rosalia!" suara Stevan beberapa oktaf lebih tinggi.
Rosalia terkejut saat pemuda itu membentaknya. Ini adalah pertama kalinya sang raja menghardiknya. Bahkan saat hubungan mereka tidak sebaik sekarang, pemuda itu tidak pernah kehilangan kesabaran padanya.
Gadis itu menunduk untuk menghindari tatapan mata penguasa ras zeros. Stevan juga terkejut dengan apa yang baru saja Ia lakukan.
"Maaf Rosalia, aku tidak bermaksud membentakmu." Stevan mengusap wajahnya frustasi.
"Bukankah kau tau bahwa wilayah ras zeros tidak sedamai kerajaan lainya. Aku khawatir sesuatu yang buruk akan terjadi saat kau tidak berada dalam pengawasanku." pemuda itu melembutkan suaranya.
"Maafkan aku Rosalia." Stevan memeluk gadis itu. Menyembunyikan tubuh gadis itu ke dalam dekapanya.
Rose tidak menjawab. Dia hanya membiarkan pemuda itu memeluknya.