Tap.. tap.. tap..
Terdengar suara langkah kaki cepat yang bergema di koridor. Rose dengan didampingi oleh kedua pelayanya menuju ruang kerja raja.
Setelah menerima laporan dari Hena, dirinya bergegas ke ruang divisi komunikasi. Tetapi Ia mendapat kabar bahwa surat yang ditujukan untuk peri itu sudah diserahkan kepada sang raja.
"Huh.." Rose mengehembuskan nafas.
Peri cantik itu mengistirahatkan dirinya sebentar saat sudah berada di depan pintu ruang pribadi raja.
tok.. tok.. tok..
"Rosalia meminta izin masuk, Yang Mulia." ucap gadis itu setelah berhasil menenangkan nafasnya.
"Masuk." Stevan membalas sang peri.
Ceklek
Peri cantik itu baru memasuki kamar kerja raja setelah mendapatkan izin dari sang penguasa kegelapan. Meninggalkan dua pelayan yang mengikutinya di balik pintu.
Rose melihat Stevan sedang berdiri di depan jendela. Menatap kejauhan pemandangan istananya yang tersaji di jendela besar itu.
"Kau sudah mendapatkan kabarnya?" Stevan berbicara tanpa berbalik untuk menatap si peri cantik.
"Iya Yang Mulia. Pelayan yang melayaniku sudah memberitahu saya perihal surat yang datang dari Kerajaan Peri." Rose membalas pemuda itu.
"Aku meletakanya di atas meja." ucap Stevan.
Rose melihat sebuah surat yang telah terbuka di atas meja. Dengan penuh antisipasi, Ia mengambil surat itu dan membacanya dalam hati.
Untuk
Kakaku tercinta Rosalia
Kakak, bagaimana keadaanmu di Kerajaan Zeros? Kau tahu betapa terkejutnya Aku dan Ayah saat mendengar berita bahwa kau tidak bisa kembali karena dibawa oleh mereka dari Kapten Jerome?
Ayah bahkan jatuh sakit karena mendengar kabar yang menimpa dirimu. Maafkan aku kakak. Ini semua karena kecerobohanku. Aku selalu menyalahkan diriku karena hal yang terjadi padamu.
Kakak, situasi di Kerajaan Peri menjadi tidak stabil karena Ayah jatuh sakit. Aku yang belum mencapai usia dewasa harus membantu Ayah mengurus beberapa urusan Kerajaan.
Dua bulan lagi adalah upacara kedewasaanku. Saat itu, aku akan bisa dengan resmi ditunjuk untuk menggantikan Ayah. Kakak, bisakah kau datang saat itu. Aku dan Ayah sangat merindukanmu.
Adikmu Tersayang
Antonio Devonio Razak
Dengan hati-hati, Rose melipat surat yang baru saja selesai Ia baca.
"Bagaimana menurutmu?"
"Kau ingin kembali?" Stevan berbalik saat bertanya kepada Rose.
"Iya Yang Mulia. Aku mengkhawatirkan ayahku." Rose menatap sang raja saat menjawab. Ada tekad dan rasa khawatir di mata gadis peri itu.
Stevan menghela nafas saat melihat tatapan Rose. Dengan langkah tenang, dia berjalan mendekati sang peri.
"Sebelum kau kembali ke kerajaan perimu. Kau terlebih dahulu harus dilantik menjadi ratuku, Rosalia." Stevan berhenti di depan Rose.
"Tetapi, bukankah masa berkabung ratu belum selesai Yang Mulia?" Rose bertanya ragu.
"Aku tidak perduli. Itu satu-satunya cara agar kau terhubung denganku." Stevan membalas kata-kata gadis itu.
"Dan ada satu hal lagi yang harus kau ingat Rosalia." sang raja kembali berbicara.
"Jangan pernah mencoba untuk kabur dariku. Aku benar-benar memperingatkanmu tentang hal ini Rosalia." Stevan memperingatkan sang gadis.
"Aku mengerti Yang Mulia." Rose menjawab dengan teguh.
"Aku akan segera mempersiapkan acara pengangkatanmu. Kau boleh pergi Rosalia." ucap Stevan.
"Sebelum itu Yang Mulia. Bolehkan saya menulis balasan untuk adiku?" Rose bertanya ragu.
"Lakukan." Stevan berbicara singkat.
"Terimakasih Yang Mulia." ucap Rose sebelum berbaik ke arah pintu.
Gadis itu keluar dari ruang kerja raja dan menemukan dua pelayan yang masih menunggunya. Hena dan Zizi dengan sopan menyambut Tuan yang mereka layani.
"Aku merasa sedikit lelah."
"Antarkan aku ke kamar untuk segera beristirahat." Rose memerintahkan pelayanya.
"Baik Tuan Putri." Zizi dan Hena membalas bebarengan.
tap.. tap.. tap..
Berbeda dengan langkah kaki yang terburu-buru saat menuju ruang kerja raja, kini mereka berjalan dengan tenang.
Kali ini, Rose berjalan di depan kedua pelayanya. Dirinya sudah hafal jalan ke arah kamarnya setelah beberapa saat tinggal di istana megah itu.
Setelah sang putri memasuki kamar, dirinya meminta Hena untuk menyiapkan kertas dan pena. Ia ingin menulis balasan untuk adik lelakinya.
Kertas yang dibawa oleh pelayan itu memancarkan aroma harum bunga lili. Berbeda dengan kertas putih yang biasanya sepenuhnya kosong, di keempat sudut kertas terdapat ukiran rumit.
Tidak lama kemudian, kertas yang tadinya kosong itu penuh dengan tulisan tangan indah sang gadis.
"Kalian berdua, suruh divisi komunikasi untuk mengirim surat ini ke kerajaan peri."
"Setelah itu, kalian hanya perlu kembali pada waktu makan malam. Aku ingin istirahat." Rose memerintah kedua pelayan itu.
"Kami mengerti Tuan Putri." Zizi dan Hena membalas sang putri.
Setelah ruangan itu kosong, Rose merebahkan dirinya ke atas ranjang. Awalnya gadis itu berbaring ke arah kanan, kemudian berbalik ke arah kiri. Proses bolak balik ke kiri dan ke kanan berlangsung beberapa kali sampai akhirnya gadis itu duduk kembali di tepian kasur.
"Aku tidak bisa menutup mataku." sang peri bergumam rendah.
Rose memakai alas kakinya kembali dan berjalan ke arah meja di samping lemari. Dia menarik laci tempatnya meletakan surat dari adiknya. Dengan hati-hati, Gadis itu membuka lipatan surat dan membaca ulang apa yang tertulis dalam selembar kertas itu.
"Bagaimana keadaan ayah?"
"Apakah Antonio sanggup mengurus masalah yang timbul di kerajaan peri dengan usianya yang masih muda?"
"Aku merasa sangat khawatir. Rasanya baru kemarin adik kecilku mendapatkan hukuman dari ayah. Sekarang, dia harus menanggung beban yang begitu berat." berbagai pikiran berkecambuk di pikiran gadis itu.
"Aku ingin segera pulang dan memastikan keadaan mereka."
***
"Lapor Tuan. Baru saja terlihat pelayan Putri Rose menyerahkan sebuah surat kepada divisi komunikasi." seorang pemuda dengan jubah yang menutupi seluruh tubuhnya menyampaikan berita.
"Sebelumnya, apakah gadis itu bertemu dengan raja?" sang tuan bertanya.
"Benar Tuanku. Putri Rose bertemu dengan raja karena Yang Mulia memerintahkan divisi komunikasi untuk mengantarkan surat yang ditujukan kepada sang putri ke ruang kerjanya." pemuda berjubah itu menjawab.
"Aku mengerti. Kau boleh pergi." perintah sang tuan.
"Baik Tuanku." pemuda itu menghilang di balik kegelapan. Tidak menyisakan bekas tunggal yang menunjukan keberadaanya.
Tuan yang dipanggil oleh pemuda berjubah hitam itu tidak lain adalah Teodhor. Tangan kanan raja sekaligus jendral muda dari Keluarga Vanjicke.
Dirinya memanfaatkan kekuasaanya untuk membentuk pasukan bayangan yang hanya mematuhi perintahnya. Dengan dukungan finansial dari sang raja yang digunakan untuk melatih pasukan baru, dirinya menyisipkan beberapa emas untuk melatih para ksatria zeros yang hanya tunduk pada dirinya. Bukan kepada sang raja.
"Sepertinya, raja mengizinkan Putri Rose untuk membalas surat dari kerajaan peri." sang pemuda berbicara mengenai spekulasinya sendiri.
"Kira-kira, apa isi dari surat itu?"
"Sepertinya aku harus menyuruh tahi lalat yang aku tanam di samping sang putri untuk menyelidikinya." Teodhore mengambil keputusan.