Chereads / MALAIKAT HITAM / Chapter 2 - Chapter 1 - Tugas seorang utusan Tuhan

Chapter 2 - Chapter 1 - Tugas seorang utusan Tuhan

Hujan melanda kota Tokyo, banyak dari masyarakat kota tersebut yang berlalu lalang meski hujan sangat deras. Yah, ini tidak aneh lagi karena Tokyo adalah salah satu dari kota terpadat di dunia, semua orang memiliki kesibukan masing-masing, ada yang pergi bekerja, ada yang pergi ke sekolah atau melakukan aktivitas lainnya.

Aku, Kageyama Kaito. Namaku sekarang adalah Lucifer setelah menjadi seorang Malaikat hitam utusan Tuhan, tugasku adalah mencabut nyawa manusia, dan sekarang sudah ada tiga nama yang aku coret dari daftar buku kematian.

Itu benar, aku sudah mencabut tiga nyawa seseorang. Masih ada tiga ratus empat puluh dua orang lagi yang harus aku cabut nyawanya.

"Mereka benar-benar tidak dapat melihatku ...,"

Aku sekarang berada ditengah keramaian Tokyo, memakai mantel hitam untuk memblokir air hujan membasahi tubuhku, aku mencari target sasaranku berikutnya. Namanya adalah Takeda Hiroshi. Waktu kematiannya adalah pukul 13.00 PM, dan penyebab kematiannya adalah kecelakaan.

Aku mulai bergerak, mencari didalam keramaian kota, setiap manusia yang kulihat, pasti diatas kepalanya terdapat nama mereka yang melayang-layang, oleh sebab itu aku dapat menemukan targetku tanpa bertanya siapa namanya. Yah, meski aku ragu bahwa  orang tersebut dapat mendengar suaraku.

"Itu dia...!"

Aku menemukannya, dia adalah seorang pria setengah parubaya yang memakai setelan kantor. Saat ini dia sedang berjalan dengan payung dan smartphone yang dia bawa tanpa memperhatikan jalan. Aku melihat jam tangan milikku, yang menunjukkan pukul 12.59 PM.

Kurang stau menit lagi hingga kecelakaan itu terjadi dan aku bisa mencabut nyawanya sesaat setelah dia mengalaminya.

Aku menunggu, hingga jam tanganku sudah menunjukkan pukul satu siang. Aku bisa mendengar bunyi klakson yang cukup keras, melihat ke targetku, dia ternyata tidak melihat bahwa lampu lalu lintas sedang hijau karena terlalu sibuk memainkan smartphone dan main menyeberang begitu saja.

Orang-orang disekitarnya mencoba memperingatinya, tapi itu semua sudah terlambat. Sebuah bus yang hilang kendali menghantam tubuh Takeda dengan keras, lalu menabrak tiang lampu lalu lintas. Tubuh Takeda terpental cukup jauh dan bergelinang darah diatas aspal.

Semua orang berteriak, ada yang berlari ada juga yang panik dan segera memanggil polisi beserta ambulan. Aku mendekat dan berdiri disamping jasad Takeda, menyentuh jasadnya, lalu roh keluar dari tubuhnya dan terbang hingga menembus awan.

Setiap roh yang dicabut akan dibawa ke sidang keseimbangan, dimana roh tersebut akan ditimbang atas dosa dan pahalanya saat masih hidup. Hal tersebut juga sekaligus menjadi penentu apakah roh itu akan masuk surga atau neraka.

Aku membuka buku kematian, dan mencoret nama Takeda yang berada pada urutan nomor empat.

"Tinggal tiga ratus empat puluh satu lagi yang tersisa." Lalu menutupnya lagi untuk mencari target selanjutnya.

***

"Kenapa .... kenapa aku selalu menjadi orang yang lemah?!"

Disebuah rumah, didalam kamar yang gelap dan berantakan. Seorang pria memukul kaca dengan sekuat tenaga hingga tangannya berdarah. Dia kemudian menangis dan bersandar ditembok ruangan, sambil memukul lantai berkali-kali dengan putus asa.

Dia bergumam terus menerus dengan kalimat 'Sial! Sial! Sial! Sial!' dan terus melakukan itu hingga tangannya terluka lebih parah lagi.

Sementara itu disisi lainnya, aku berdiri disaah satu sudut ruangan sambil mengamati pria tersebut. Dia adalah target nomor lima dari buku kematian setelah Takeda Hiroshi, waktu kematiannya adalah pukul 17.00 PM. Dan hari ini masih menunjukkan pukul 16.30 PM, masih ada tiga puluh menit tersisa sebelum waktu kematiannya.

Aku memutuskan untuk mengamatinya, dan memunggu hingga waktu itu tiba. Malaikat Hitam tidak memiliki stamina, jadi seberapa la aku berdiri aku tidak akan merasa lelah sama sekali, selain itu aku juga tidak tidur, karena pada dasarnya aku sudah menjadi makhluk 'Yang bukan manusia lagi' jadi kehidupanku mulai berubah dari sekarang.

Pria tersebut bernama Reiji Kusonoki, dia adaalh seorang mahasiswa. Dan sekarang sedang mengalami dilema karena kasus pembullyan yang terjadi di universitasnya.

Dia tidak memiliki keberanian untuk menceritakannya pada orang lain atau bahkan orang tuanya. Dia takut jika dia membuat kecewa orang tuanya atau bahkan kedua orang tuanya akan berpikir bahwa dia adalah orang yang lemah. Dia menutup aibnya sendiri.

Aku mengikuti Reiji saat dia makan, melakukan aktivitas dan keluar dari rumah. Dia memakai jaket Hoodie untuk menutupi kepalanya menggunakan kerudung, hari ini hujan sudah reda, dan hari mulai petang karena matahari sudah sepenuhnya tenggelam.

Aku mengikuti Reiji dari belakang, dan memasuki sebuah minimarket. Dia membeli beberapa bahan makanan, sepertinya dia berbelanja untuk kebutuhan sehari-harinya.

Selepas membayar dikasir, Reiji keluar dan memasuki sebuah gang gelap didalam sana.

Didalam gang tersebut, terdapat beberapa kucing yang terlihat kurus. Reiji yang melihatnya, mengeluarkan sesuatu dari balik tas palstik yang dia bawa, itu adalah makanan kucing, dia membukanya dan meletakkannya di tanah sambil mengelus hulu kucing tersebut.

Aku memperhatikan wajahnya, Reiji tersenyum. Ini adalah sesuatu yang mengejutkan, dibalik sosok menyedihkan sepertinya, Reiji memiliki sifat yang cukup baik.

"Yosh! Yosh! Makanlah biar cepat gemuk."

"Hmm?! Bukankah ini kebetulan?! Yo, Reiji. Tidak kusangka kita akan bertemu disini."

Masuk kedalam gang adalah dua orang dengan wajah sangar. Mereka tersenyum remeh menghadap Reiji, sedangkan Reiji yang melihat mereka. Mukanya berubah menjadi kecut.

"Ada apa Reiji? Ini tidak seperti dirimu. Apa yang sedang kau lakukan, memberi makan kucing?"

"I-Ini bukan urusan kalian."

"Tentu saja ini urusan kami, lagipula kita ini teman, bukan?" Salah satu pria merangkul pundak Reiji. Memberikan tekanan padanya.

"Ngomong-ngomong Reiji, sebenarnya uangku habis kecopetan tadi. Bisakah kau meminjamkan 2.000 Yen kepada kami?" Lanjutnya.

Kemudian Reiji mengeluarkan uang dari saku jaket miliknya. Ekspresi pria tersebut berubah menjadi masam.

"Oi, yang benar saja masa cuma 500 Yen, kau tuli atau apa?" balasnya dengan kasar.

"I-Ini sudah semua uangku, tunggu-"

Namun tiba-tiba saja pria tersebut menggeledah seluruh pakaian Reiji. Dia melucuti jaket dan pakaian atasnya, lalu beralih ke celana yang dia pakai hingga menemukan sejumlah uang 5.000 Yen didaam dompet.

"Nah, ini apa! Jangan pelit begitu Reiji, bukankah kita ini teman, teman harus saling membantu bukan?" Kata pria itu dengan wajah mengejek.

"K-Kembalikan uang itu, A-Aku membutuhkan uangnya untuk ditabung demi kuliahku."

"Hei! Hei! Uang kuliah bisa dicari nanti kan, untuk sekarang uang ini akan dipinjam sahabatmu dulu, jadi jangan marah oke?"

Meskipun mengatakab bahwa mereka meminjamnya, namun Reiji tahu bahwa uangnya itu tidak akan kembali. Uang 5.000 Yen itu sudah ia kumpulkan susah payah selama beberapa bulan terakhir. Reiji tidak ingin menyusahkan orang tuanya, jadi dia memutuskan untuk mengumpulkan uangnya sendiri melakui kerja paruh waktu.

"Nah, semoga beruntung- Hei apa yang kau lakukan?! Menyingkirlah!!"

Reiji menerjang mereka berdua sesaat sebelum mereka pergi. Reiji memukul, menginjak, dengan keras. Namun, apalah daya karena Reiji hanya seorang diri, pria yang satunya lagi mencoba menyelamatkan temannya dengan memukul wajah Reiji kemuidan berlanjut ke perut.

Pukulan ke peurt tersebut sudah cukup untuk membuat Reiji kesakitan dan terjatuh ditanah yang becek karena air hujan.

"Brengsek!! Padahal cuma kutu tapi beraninya menyentuhku!!" Pria itu menendang dan menginjak-injak Reiji seperti layaknya hewan. Reiji hanya bisa pasrah sambil menahan rasa sakit disekujur tubuhnya, dan semua ini berlanjut hingga sepuluh menit kedepan.

***

Tubuh Reiji dipenuhi oleh luka memar, dan pakaiannya juga menjadi robek sana sini. Reiji berjalan menuju ke rumahnya dengan langkah pincang, tanpa ada seorangpun yang ingin membantunya, tetapi Reiji masih berusaha untuk tetap berjalan hingga mencapai tujuannya.

Hingga dia sampai dirumah, Reiji masuk kedalam kamarnya yang gelap, berantakan dan masih dipenuhi oleh pecahan kaca. Reiji berkaca di kaca yang sudah retak, sambil tersenyum seolah mengejek dirinya sendiri.

"Aku sudah kehilangan semuanya, kerja kerasku, usahaku, masa depanku, ini semua sudah tidak berarti lagi ...."

Reiji masih tersenyum mengejek, sambil menahan air matanya yang ingin mengalir keluar. Tangannya mengepal dengan kuat seolah mengatakan kepada tubuhnya untuk tetap tegar, tapi semua itu tidak semudah seperti sebuah kata-kata saja.

Reiji mengambil tali tambang dari laci mejanya, lalu mengaitkannya ke langit-langit ruangannya. Membentuk pola "O" Reiji mengambil kursi dan menaikinya.

"Maafkan aku ..."

Reiji memasukkan kepalanya kedalam tali tambang tersebut, kemudian melompat dan membiarkan tubuhnya mengambang sambil beberapa kali menggeliat.

Aku menyaksikan kejadian ini hanya dengan tatapan kosong nan hampa. Entah kenapa semenjak aku menjadi Malaikat hitam, perasaan manusiawiku sudah hilang sepenuhnya, aku tidak bisa merasakan simpati, merasakan empati, atau merasakan kebaikan yang diberikan oleh orang lain..

Semuanya terasa sangat hambar.

Semuanya menjadi sangat hambar, mungkin seperti ini rasanya jika manusia dilahirkan tanpa hati. Mereka akan menjadi mahluk mengerikan yang mungkin saja cocok jika digambarkan seperti iblis daripada malaikat.

Tidak lama kemudian tubuh Reiji berhenti bergeliat, kulitnya memucat dan tubuhnya menjadi dingin. Aku menyentuh tubuhnya, dan membiarkan roh keluar dan terbang ke langit.

"Semoga tenang dialam sana."