Sachi Kamiyama, adalah targetku sekarang. Seorang gadis populer di sekolahnya dan selalu mendapatkan perhatian dari banyak pria. Dia juga pintar dan mudah bergaul dengan orang lain, dia mendekati manusia sempurna. Namun, dilain sisi aku tahu sifat yang dimiliki olehnya.
Aku tahu bahwa Sachi adalah manusia bermuka dua yang bertindak hanya untuk kepentingannya belaka. Hatinya dipenuhi oleh kebencian dan rasa iri, membuat kepalaku selalu berdenyut dan merasakan kesakitan. Bagaimanapun juga sekarang aku sekarang kembali hidup, meski menjadi seorang Malaikat, tapi aku masihlah makhluk hidup yang bisa merasakan kesakitan.
Sekarang aku berada di kamar Sachi, tugasku adalah menjadi seorang pengamat untuk hari ini karena tanggal kematiannya adalah besok, tepatnya pada malam hari pukul delapan malam.
Sachi berada didalam kamarnya, memukuli bantalnya dan merobek-robek hingga membuat seluruh kamarnya berantakan.
Sekarang kepalaku menjadi panas dan pusing, yang artinya menandakan bahwa hari Sachi saat ini dipenuhi oleh kebencian dan amarah.
"Aku adalah manusia sempurna bukan!! Tapi kenapa!! Kenapa!! Kenapa!! Orang itu selau menempati diatasku!! Wanita rendahan sepertinya merebut posisiku menjadi yang paling sempurna disekolah!! Seharusnya dia berlutut dan tunduk seperti para cecunguk yang memujiku!!"
Berteriak sekeras mungkin, kerutan muncul didahinya. Pemandangan ini sangat berbeda dari Sachi yang ada di sekolah, dimana dia bersikap elegan dan ramah terhadap orang lain. Yang kulihat sekarang ini adalah sisi dari manusia yang sebenarnya, serakah, munafik, bermuka dua, dan kotor.
Ini adalah pertama kalinya dalam hidupku aku melihat banyak sekali kehidupan orang lain selain diriku. Selama masih hidup, mungkin manusia akan pernah berpikir bahwa merekalah yang paling menderita, merekalah yang harus lebih diperhatikan daripada orang lain, merekalah yang istimewa, tapi setelah mengambil sudut pandang yang berbeda, kau akan tahu bahwa semua itu hanyalah keegoisan belaka.
Hasrat untuk menguasai segalanya, hasrat untuk memuaskan dirinya sendiri. Itulah sifat mengerikan yang dimiliki oleh manusia.
Bahkan, aku pernah berpikir. Surga adalah tempat yang indah dan konon katanya dapat mengabulkan segala sesuatu yang diinginkan. Tapi, bukankah itu akan menjadi sangat mengerikan? Manusia mendapatkan segala seusatu dengan mudah tanpa bekerja keras, mereka mendapatkan semuanya, apapun yang mereka inginkan, namun jika dibiarkan terus berlanjut, bukanhah hanya rasa hampa yang tersisa?
Aku terus memperhatikan Sachi yang masih mengamuk dengan bantalnya. Kapuk-kapuk memenuhi udara, aku hanya mengamatinya dalam diam.
***
Hari sekolah lagi, seperti biasa Sachi dipuja oleh banyak murid terutama adalah para lelaki. Setiap dia berjalan menuju ke kelasnya, ada banyak murid yang menyempatkan diri mereka untuk mengatakan selamat pagi padanya. Tentu saja Sachi menjawabnya dengan ramah, manusia tidak akan menunjukkan sisi terburuknya bahkan itu jika kepada orang yang paling mereka percayai sekalipun.
'Seperti biasa, cecunguk-cecunguk berusaha untuk menyambutku.' batin Sachi.
Aku mengikutinya dari belakang, sambil melihat jam tanganku. Sekarang masih menunjukkan pukul 08.00 AM, masih tersisa banyak waktu hingga malam tiba. Untuk saat ini aku akan tetap mencoba untuk mengawasinya terlebih dahulu.
"Sachi, bantu aku belajar! Aku akan remidi saat hai Minggu, jika aku gagal sekali lagi maka aku akan tamat." Teman sebelah Sachi memohon dengan memelas sesaat setelah Sachi duduk di bangkunya.
"Dasar Haruka, sudah kubilang untuk siapkan dirimu sebelum ulangan bukan?"
"I-Itu salahku, aku tidak akan melakukannya lagi lain kali oke? Jadi sekarang Nona Dewi selamatkan aku!!"
Sachi menghela nafas. "Mau bagaimana lagi..."
"Yeay!! Aku mencintaimu Sachi!!"
Mereka berdua merapatkan bangku masibg-masing dan Sachi mulai mengajari temannya dalam belajar untuk remidi susulan dihari Minggu nanti. Sachi membantunya dengan ramah, dan murah senyum, setiap kesalahan yang dilakukan oleh temannya. Sachi tidak akan memarahinya dan akan memberikan solusi yang terbaik untuknya.
Namun...
"Eh?"
Kedua mata Sachi melebar, dan mulutnya berhenti menjelaskan saat mencapai soal terakhir. Tubuhnya berkeringat dan tenggorokannya menjadi kering seketika.
"Ada apa Sachi?"
Sachi hanya terdiam, namun karena aku dapat membaca hatinya. Aku tahu bahwa dia sekarang ini sedang gelisah.
'Soal ini ... aku sama sekali tidak bisa menjawabnya' batin Sachi.
Sachi menggigil khawatir, gelarnya sebagai manusia sempurna disekolah ini akan tamat jika dia mengatakan bahwa tidak tahu jawabannya. Tatapan semua orang akan berubah drastis, dan Sachi takut jika semua orang disini akan menganggapnya seperti wanita bodoh.
"Maaf ... aku kurang enak badan, sepertinya aku tidak bisa membantuku untuk menyelesaikan semua soal ini, sekali lagi maafkan aku Haruka."
Memutuskan untuk menutupi kelemahannya dengan minta maaf, hanya itulah yang mampu Sachi lakukan sekarang ini. Wajah Haruka tampak kelihatan kecewa, namun itu hanya bertahan beberapa saat setelah dia melihat kearah orang lain.
"Oh, Eh ... Kalau begitu beristirahatlah Sachi, maafkan aku yang telah merepotkanmu. Aku akan meminta Kureno saja untuk menggnatikanmu untuk mengajariku. Kureno, bisakah aku meminta bantuanmu!!"
Dia beranjak dari kursinya dan menghampiri kuris Kureno yang berada ditengah kelas. Kureno baru saja tiba dikelas dan dia tentu saja terkejut dengan permintaan yang tiba-tiba tersebut, sementara itu dilain sisi, Sachi menatap sinis terhadap Kureno.
Kepalaku kembali merasakan pusing yang hebat, sepertinya kebencian telah menyelimuti hati Sachi kembali. Ketidakmampuannya untuk menjadi manusia yang sempurna telah membuatnya buta, manusia memang makhluk yang menjijikkan, bergerak atas hati mereka yang kotor, dan ambisi yang salah.
Tetapi, aku dulunya juga sama seperti mereka. Kotor, dan berdosa. Aku bertanya-tanya, apakah aku harus bersyukur karena telah terlahir kembali menjadi seorang malaikat?
Jawabannya masih terlalu ambigu.