Jam menunjukkan pukul 12.00 AM. Disaat yang bersamaan bel sekolah berbunyi dan para murid didalam kelas segera meregangkan anggota tubuh mereka masing-masing.
"Jangan lupa kerjakan PR kalian."
"Baik! Pak!"
Setelah merapikan dokumen, guru pergi meninggalkan kelas. Kelas menjadi ricuh dan ramai, sebagian orang keluar untuk membeli bahan makanan di kantin sekolah, sedangkan yang tetap di kelas, mereka membawa bekal dari rumah untuk dimakan waktu istirahat.
Sachi bangkit dari bangkunya, dan menghampiri salah satu murid yang duduk di bangku ditengah ruangan kelas. Dia memakai kacamata dan hanya membaca buku sepanjang waktu meski sekarang dia sedang makan siang sekalipun. Dia juga tidak banyak bicara pada teman-teman sekelasnya, namun dia selalu mendapat nilai terbaik dikelas ini.
"Kureno, bisakah aku meminta waktumu sebentar?" Sachi bertanya dengan senyum cerah diwajahnya.
Kureno tidak merespon, pandangannya tetap berfokus pada buku yang dia baca. Sambil membolak-balikkan halaman per halaman, kerutan didahi Sachi semakin bertambah, dia pasti berpikir, bahwa 'Ini adalah pertama kalinya ada orang lain yang mengabaikan diriku yang sempurna ini' aku memang tidak bisa membaca pikirannya. Tapi entah kenapa aku bisa menebaknya.
Sachi mengambil bukunya dengan paksa, dan disaat itulah Kureno menatap mata Sachi untuk pertama kalinya. Mereka berdua bertatapan selang beberapa detik. Sebelum Kureno mengulur tangannya.
"Kembalikan ..."
Kureno meminta dengan wajah datar tanpa ekspresi sedikitpun. Matanya tidak sama seperti layaknya orang normal lainnya, mata yang Kureno pancarkan sama sekali tidak memiliki cahaya, redup seperti orang yang hilang harapan akan hidupnya. Karena dia bukan targetnya, jadi aku tidak tahu emosi apa yang Kureno rasakan saat ini.
Namun, aku tahu bahwa Sachi terlihat sangat kesal. Meski aku tidak membaca hatinya pun aku masih bisa melihatnya dari raut wajahnya. Namun, seolah menemukan ide dikepalanya, Sachi tersenyum dengan busuk.
"Hoo... Kau ingin dikembalikan?! Kalau begitu ambilah sendiri."
Kureno bangkit dari kursinya dan berusaha untuk mengambil bukunya kembali. Tapi Sachi selalu mengelak, dan tidak membiarkan Kureno dapat mengambilnya, perhatian semua orang didalam kelas mulai tertuju kearah mereka berdua yang terlalu menarik perhatian.
Semua orang berdiri dan ikut bergabung dengan Sachi karena sepertinya terlihat menyenangkan. Sachi melemparkan buku tersebut ke orang lain, lalu orang satu tersebut melemparkan lagi pada orang kedua. Dan terus berlanjut, hingga Kureno kewalahan untuk mengambil bukunya, nafasnya terengah-engah, Kureno menyeka keringat didahinya.
Ini sudah menjadi kasus pembullyan, dan apa yang kurasakan dipekalaku saat ini adalah kehangatan. Yang artinya, Sachi terlihat menikmati semua ini. Kemudian, setelah perlakuan Sachi, semua murid dikelas mulai menjauhi Kureno dan membully-nya habis-habisan, namun Kureno tidak membalasnya sama sekali, setelah mendapatkan bukunya dia kembali duduk dalam posisi diam.
Mejanya dipenuhi oleh coretan, dan rambut Kureno acak-acakan serta memiliki banyak potongan kertas kecil yang tersangkut. Semua orang menertawakannya, tawaan yang kejam, tidak berbelas kasihan, dan dipenuhi oleh kesombongan. Tapi tetap saja, Kureno tidak bergeming sekalipun.
"Kotor..."
"Hahaha! Sachi kau terlalu berlebihan."
"Meski kita sudah melakukan sampai sejauh ini dia cukup hebat karena bisa mengabaikan kita."
"Sudahlah Sachi, ngomong-ngomong ... apakah kau mau ikut karaoke bersamaku setelah pulang sekolah Sachi?"
"Hmm ... Kedengarannya menarik, siapa saja yang akan datang?"
"Mungkin kakak kelas basket yang populer dan teman-temannya. Jika Sachi ikut, bukankah itu akan meriah, bisa saja senior itu menyukaimu pada pandangan pertama."
"Hahaha, kau terlalu berlebihan."
Setelah bercakap ringan bersama temannya, Sachi keluar dari ruang kelas. Sekolah elah berakhir, dan ini adalah waktunya untuk pulang. Jam masih menunjukkan pukul 16.00 PM dan masih ada 4 jam tersisa sebelum waktu kematian Sachi terjadi.
Mengikuti Sachi dari belakang, aku melirik sekilas Kureno yang masih didalam kelas dan membaca buku. Tidak peduli dengan apa yang mereka katakan, dia sama sekali tidak terlihat peduli sekalipun, seolah-olah tidak ada sesuatu yang benar-benar dapat menghiburnya di dunia ini.
***
Jam menunjukkan pukul 19.50 PM, dan sekarang hari sudah menginjak malam hari, matahari digantikan dengan bulan, dan udara menjadi lebih dingin daripada saat pagi hari tadi. Aku mengikuti Sachi seperti biasa, tugasku hanya sebagai pengamat hingga waktu kematiannya tiba nanti.
Sekarang, Sachi dalam perjalanannya pulang ke rumah setelah pesta karaoke yang sebelumnya dia lakukan bersama temannya dan aku bisa merasakan bahwa hati Sachi saat ini sedang senang, kepalaku dipenuhi oleh kehangatan semenjak Sachi mengganggu Kureno pagi sebelumnya.
"Ah, hari ini adalah hari terbaik yang pernah ada dalam hidupku." Sachi tersenyum puas. "Aku sudah mengamankan posisiku sebagai sosok sempurna disekolah dan menyingkirkan Kureno secara tidak langsung, sekarang di sekolah dia akan dibenci oleh banyak orang, selain itu saat pesta karaoke sebelumnya, Kakak kelas populer itu sepertinya langsung jatuh cinta padamu saat melihat wajah bodohnya yang mirip seperti anjing penurut."
Rasa puas memenuhi hati Sachi, dia sangat senang, gembira, semuanya bercampur aduk menjadi satu. Didalam hatinya dia tertawa dengan riang, dengan puas, semua tujuannya sudah tercapai hari ini. Kesempurnaan, Sachi merasa bahwa dirinya bisa menggapainya.
Namun, tiba-tiba saja ... terdengar suara teriakan dari orang-orang sekitar Sachi. Mereka semua berlari, sambil meneriakkan nama Sachi, waktu berjalan menjadi sangat lambat, dan telinga Sachi sudah tidak mampu lagi menangkap suara apapun di dunia ini. Seolah bahw dunia itu menolaknya keberadaannya dengan keras.
Dari atas, terdengar suara "KRAK!" Yang cukup keras. Sachi mengangkat kepalanya untuk melihat, dan ternyata ... Ada sesuatu yang akan terjatuh diatasnya, itu adalah sebuah papan nama dari toko disebelahnya, terbuat dari besi dan pastinya sangat berat.
Sachi hanya menatapnya dengan kosong, tidak bisa mengatakan apapun, karena mulutnya yang gemetar, matanya melebar, jantungnya berdegup dengan kencang, dan otaknya, mengirimkan pesan terakhir untuk dirinya sendiri.
Ini adalah sebuah akhir, untuk hatimu yang kotor. Manusia sempurna tidak seharusnya ada di dunia ini.
Duni telah menolaknya, Sachi yang selama ini berusaha dengan keras untuk menjadi sempurna. Namun Tuhan dengan keras menolaknya, dia terjatuh, terjatuh dalam kegelapan yang hebat, tanpa ada orang lain yang mengulurkan tangan, ditelan oleh kegelapan itu sendiri.
*BRAK!!
Tubuh Sachi tertimpa reruntuhan, orang-orang disekitarnya melebarkan mata sambil menahan muntah dimulut mereka saat melihat genangan darah yang mulai merembes di trotoar. Beberapa dari mereka bahkan ada yang tidak tahan dan langsung muntah begitu saja, ada juga yang lari karena ketakutan.
Aku melihat jam tanganku, jarum menunjukkan pukul 20.00 PM dan ini sangat tepat seperti apa yang tertera dalam buku kematian. Aku mendekati jasad Sachi yang tertimpa dan menyentuh kepalanya, roh keluar dari tubuhnya dan segera terbang menembus awan.
Aku membuka buku kematian ku, dan mencoret nomor delapan, dimana nama Sachi tertera disana.