Buku kematian, buku tersebut berisi tentang daftar nama manusia yang akan mati beserta dengan waktu kematian dan penyebabnya. Buku tersebut dimiliki oleh setiap Malaikat hitam yang turun ke dunia untuk menjalankan tugas mereka. Salah satunya adalah Lucifer, dulunya aku adalah seorang manusia yang bernama Kageyama Kaito.
Karena suatu alasan, Tuhan memberiku satu kesempatan untuk kembali ke dunia yaitu dengan menjadi utusannya. Malaikat hitam, itulah namanya.
Aku mencoret daftar nama dalam buku kematian yang kupegang. Sudah tujuh orang yang kucabut nyawanya dan seperti sebelumnya, saat mencabut nyawa orang aku tidak merasakan perasaan apapun selain kehampaan. Aku sudah kehilangan sisi kemanusiaan meski aku melihat banyak sekali kehidupan orang lain yang bercampur aduk satu sama lain.
Kesedihan, penderitaan, kebahagiaan, kenangan pahit, tekanan batin, kemunafikan, kepalsuan, aku sudah melihat perasaan seperti itu didalam hati mereka. Aku mampu melihat semua, namun aku tidak bisa merasakannya, itulah yang aku takutkan.
Sekarang aku berada didalam salah satu kelas di sekolah SMA. Aku berdiri dibelakang bangku seorang gadis yang merupakan targetku hari ini, dia adalah urutan nomor delapan dari buku kematian, namanya adalah Sachi Kamiyama. Dia adalah gadis cantik jelita dan populer didalam kelasnya.
Saat ini kelas sedang mengadakan ujian, jadi tidak ada satupun murid yang berani berbicara ataupun membuat keramaian. Selain itu, aku sudah mencari informasi mengenai targetku hari ini dan ternyata guru pengawas kelas ini adalah salah satu dari guru yang paling galak dikelas ini.
Aku melihat kearah kertas lembaran Sachi, mata pelajaran yang dikerjakan adalah sastra. Nah ini adalah pelajaran kesukaanku, seharusnya menjadi hal yang mudah jika aku yang mengerjakannya, namun aku tahu bahwa aku tidak boleh ikut campur secara langsung di dunia fana agar tidak merubah takdir.
Jika sesuatu yang ghaib sepertiku ikut campur kedalam urusan manusia, bisa saja aku merubah apa yang terjadi dimasa depan nantinya. Contohnya, aku mengetahui kapan kematian targetku dari buku kematian, lalu aku mencoba menyelamatkannya, dengan begitu masa depan akan berubah dan mungkin tanggal dan hari kematiannya juga akan berubah dibuku kematian.
Oleh sebab itu aku tidak akan melakukan hal bodoh seperti itu. Aku harus sadar diri bahwa aku bukanlah seorang manusia lagi, selain itu aku juga tidak ingin menerima hukuman ilahi dari Tuhan.
*Kring!
Bel berbunyi, dan para murid mulai meregangkan anggota tubuhnya sambil menghela nafas dalam-dalam. Beberapa ekspresi mereka ada yang puas, namun ada juga yang kecewa.
"Hei Sachi, bagaimana soal ujianmu?" tanya murid perempuan yang duduk disebelahnya.
"Aku tidak yakin, tapi aku berharap bahwa nilaiku akan bagus nantinya."
"Yah, aku yakin jika itu Sachi nilaimu akan selalu bagus. Maksudku, kau selalu mendapat ranking dua dalam sekolah."
"Uh, aku tidak sehebat itu. Lagipula masih ada orang lain yang lebih baik dariku."
"Hmm, aku tidak yakin jika ada manusia yang lebih baik daripada Sachi. Ah, kalau tidak salah Kureno adalah peringkat satu disekolah kita bukan? Tapi yah, dia sangat penyendiri dan selalu menghabiskan waktunya dengan membaca buku. Tidak sepertimu Sachi, kau imut dan memiliki paras cantik, selain itu nilaimu juga bagus."
"H-Haha! Nah, aku masih memiliki sedikit urusan. Sampai jumpa ..."
Sachi berpisah dengan perempuan tersebut dan aku mengikutinya dari belakang seperti yang sebelumnya pernah kulakukan kepada para targetku. Saat mengikuti aku akan meminimalisir untuk menghindari orang lain agar tidak melakukan kontak fisik denganku.
Akan gawat jika nyawa mereka tiba-tiba melayang, jadi aku sudah mengantisipasi dengan memakai pakaian tertutup seperti mantel hitam. Aku juga mengenakan sarung tangan dan sepatu boot, agar menjadi lebih aman.
Besoknya, Sachi kembali lagi ke sekolah. Tepatnya pada papak pengumuman yang ada didepan kantor kepala sekolah. Disana adalah tempat untuk melihat peringkat murid pada ulangan sebelumnya. Dan Sachi melihat bahwa namanya berada dalam urutan nomor dua seperti biasanya.
"Kau sangat pandai Sachi!"
"T-Terimakasih!"
Murid-murid pria memujinya layaknya seorang bidadari yang jatuh dari surga. Sachi menanggapi mereka dengan senyuman, namun aku tahu, bahwa sebenarnya didalam lubuk hatinya paling dalam. Sachi tidak puas, dia tidak puas dengan peringkatnya yang selalu berada pada nomor urutan kedua setelah nama Kureno Yamazaki.
Manusia adalah makhluk yang tidak sempurna, tidak peduli seberapa dekat mereka dengan kesempurnaan. Mereka pastinya memiliki sesuatu yang busuk dilubuk hati mereka masing-masing.
Disampingku adalah seorang gadis berkacamata, dengan tatapan datarnya dia hanya mengangguk dengan hasilnya seolah dia sudah sangat puas. Diatas kepalanya, aku melihat ada nama yang melayang diatasnya. Namanya adalah Kureno Yamazaki.
Aku dapat merasakan niat kecemburuan dari Sachi yang melihatnya dengan tatapan tajam. Tidak ada orang lain yang melihatnya, dan hanya aku saja yang menyadari kebencian didalam hatinya.
Malaikat juga memiliki kemampuan untuk membaca hati, mungkin ini tidak sehebat kemampuan membaca pikiran. Tapi dengan membaca hati, aku bisa merasakan berbagai macam perasaan manusia.
Jika sinyal yang dikirimkan padaku adalah kebencian, maka aku akan merasakan kepalaku pusing. Jika aku merasakan amarah, kepalaku akan merasa panas, dan jika aku merasakan sedih, kepalaku akan merasa dingin, jika yang kurasakan adalah perasaan bahagia. Kepalaku tidak akan merasakan apapun.
Jujur saja memiliki kemampuan ini membuat kepalaku selau kesakitan. Itu akan mudah jika targetku memiliki perasaan yang bahagia, namun yang kurasakan dari Sachi saat ini hanyalah ... KEBENCIAN yang mendalam.