Chereads / INGIN MATI BERSAMAKU? / Chapter 4 - Chapter 3 - Murid pindahan

Chapter 4 - Chapter 3 - Murid pindahan

Apakah kau tahu apa itu harapan?

Mungkin kata itu sangat berarti dalam hidup kita. Dan mungkin saja, kata tersebut juga merupakan alasan kenapa kita masih hidup di dunia ini. Selalu menantikan sesuatu menyenangkan yang belum pasti akan terjadi, membuat pikiran dan hatimu terasa sedikit senang dan gembira.

Harapan juga dapat diartikan sebagai kebahagiaan, namun juga dapat diartikan sebagai kesedihan juga. Cobalah rasakan, ketika sesuatu yang sangat kau harapkan ternyata sangat berbeda dari apa yang kau inginkan. Perasaan kita yang tadinya senang atau gembira, aku pastikan akan langsung berubah drastis pada saat itu.

Harapan adalah cahaya sekaligus kegelapan, menyinarimu dengan kilauannya namun juga dapat menyeretmu ke dalam kegelapan dimana hanya terdapat keputusasaan didalamnya.

Bersandar ditepi balkon, aku membaca novel yang memiliki judul "Harapan dan gelap" dimana novel itu adalah novel yang tadinya kudapatkan dari perpustakaan sekolah.

Dengan langit yang dipenuhi oleh ribuan bintang, hembusan angin yang menerpa seluruh tubuhku, membuatnya menjadi sejuk sekaligus dingin, aku tetap terpaku pada novel yang kubaca.

"Menurutmu apa itu hidup ideal?"

"Hidup ideal? ... Kurasa itu seperti kau hidup bahagia tanpa mengkhawatirkan apapun."

"Maksudmu, hidup tanpa masalah?"

"Seperti itulah, tapi ... Itu hanyalah alasan dari seseorang yang ingin lari dari kenyataan seperti aku ini."

"Lalu, jika kau diberi satu kesempatan untuk hidup tanpa masalah, apakah kau akan menerimanya?"

Aku membaca dialog percakapan antara Protagonis dengan Tokoh pendukung pada novel tersebut. Mungkin aku sedikit mengerti kenapa gadis itu mengatakan bahwa novel ini sangat bagus, ada banyak filosofi tersembunyi didalamnya, dan si Protagonis sendiri memiliki masalah psikologis-nya sendiri.

"Tidak....," Jawabnya. "Aku ingin tetap seperti ini, lagipula dengan adanya masalah. Itu membuktikan bahwa aku hidup, aku disini, aku bernafas, aku bernyawa, sesuatu seperti menunjukkan bahwa aku adalah manusia."

Hembusan angin semakin kuat, menerpa rambutku dan membiarkannya berantakan. Air mata mengalir dari mata ke dagu, entah kenapa, hanya dengan adegan seperti ini saja aku meneteskan air mata kembali. Ini kedua kalinya aku meneteskan air mata setelah membaca sebuah novel.

Aku membacanya sampai tamat, dan menutupnya. Air mataku sudah kering, dan suhur udara semakin dingin, menutup buku aku kembali ke kamarku, merebahkan tubuhku di kasur dan meletakkan novel tersebut diatas meja samping kasur.

Aku menutupi kedua mataku dengan lengan kananku, menghela nafas untuk mengatur emosiku, dan lalu tertidur pulas.

***

Pagi harinya, aku kembali melakukan rutinitas seharianku. Yaitu sekolah, hari ini adalah hari dimana aku akan mengembalikan novel yang kubaca kemarin ke perpustakaan, saat istirahat berlangsung aku pergi kesana, dan mendapati bahwa aku bertemu dengan gadis itu lagi.

Dia menanyakan tentang pendapatku setelah membaca novel ini. Aku menjawabnya dengan jujur bahwa novel ini sangat menyentuh, dan dia terlihat sangat bahagia.

Sejak waktu itu, hari demi hari berlalu, aku setiap hari pergi ke perpustakaan ... entah kenapa, meskipun kakiku enggan kesana, tapi hatiku berkata lain, hatiku berkata bahwa aku harus menemui gadis itu.

Setiap kali aku ke perpustakaan, gadis itu selalu merekomendasikan padaku novel novel yang baginya sangat menarik. Namun, setiap kali dia berkomunikasi, dia tidak pernah menggunakan suaranya, dia hanya menuliskan sesuatu dari buku yang dia bawa.

Yah, lagipula itu bukanlah sesuatu yang harus aku ikut campuri. Setiap malam aku selalu membaca novel yang direkomendasikannya, setiap novel yang kubaca sampai sekarang ini hanya membahas seputar kehidupan, dan itu sangat cocok bagi seseorang yang mencari kebenaran hidup sepertiku ini.

Apa itu sebenarnya hidup?

Untuk apa aku dilahirkan?

Takdir seperti apa yang menungguku didepan?

Akhir apa yang sudah menantiku?

Bagaimana dengan masa depanku?

Semua pertanyaan itu selalu menghantuiku setiap saat. Akibatnya, aku sering gelisah dan cemas secara berlebihan. Sepertinya aku sudah di diagnosis masalah kejiawaan, aku tidak memiliki cukup keberanian untuk menceritakan masalahku kepada orang lain, aku sama sekali tidak memiliki sosok yang terpercaya, termasuk orang tuaku sendiri.

"Hari ini kita akan kedatangan murid pindahan dari kelas sebelah. Karena suatu alasan, dia harus dipindahkan di kelas ini, jadi tolonglah akrab dengannya ... Haruka, kau sudah boleh masuk sekarang."

Tepat saat pelajaran pertama di kelas dimulai,  guru mengumumkan itu didepan semua murid. Dan semua murid dikeasku mulai ricuh satu sama lain, bersemangat seperti orang gila.

Aku tidak tahu apa yang istimewa dari bertambahnya satu murid di kelas ini, kurasa dampaknya sama saja, menambahkan keramaian didalam kelas. Memandang dengan penuh kekosongan, pintu kelas terbuka.

Rambut panjang, dengan iris mata bewarna biru cerah. Dia berjalan masuk dengan elegan, tubuhnya yang ramping, dan kulitnya yang pucat pasi, dia bagaikan kupu-kupu yang hampir mendekati ajalnya.

Seketika, pemandangan didepan membuat kedua mataku melebar. Dia menuliskan sesuatu dari buku yang dia bawa, kemudian menunjukkannya pada seisi kelas.

"Namaku Haruka Shinomiya, salam kenal!"