Keajaiban, aku tahu bahwa kata itu memang mudah diucapkan namun sangat sulit untuk mempercayai artinya. Sesuatu yang tidak logis atau berbau seperti supernatural, mungkin seperti itulah kesan pertama orang ketika mendengar kata tersebut.
Atau mungkin tidak?
Aku selalu berpikir, apakah keajaiban itu benar-benar ada didunia ini. Tidak ada ilmu sains yang menjelaskannya, sehingga hanya sedikit orang yang mampu untuk mempercayainya. Segelintir orang percaya, bahwa keajaiban benar-benar ada disalah satu bagian dari dunia ini. Namun, ada juga sebagian orang yang menolak dengan keras bahwa keajaiban itu ada.
Selain itu, daripada keajaiban. Mereka lebih sering menyebutnya sebagai 'keberuntungan' belaka.
Akan tetapi, aku sedikit memiliki kepercayaan pada apa yang namanya keajaiban. Bagi seseorang yang sudah menyerah dalam hidup sepertiku ini, tidak ada lagi sesuatu yang kuharapkan selain keajaiban.
Aku berharap bahwa keajaiban akan datang dan merubah hidupku yang suram ini.
Aku berharap bahwa ada seseorang yang menarikku keluar dari kegelapan ini.
Aku mengharapkan keajaiban, dimana aku bisa benar-benar menemukan kebahagiaan sesungguhnya diluar sana.
Setiap orang pasti mengharapkan keajaiban terjadi pada mereka, entah mereka itu termasuk orang yang percaya ataupun tidak, di hati mereka tetap terdapat harapan agar keajaiban itu terjadi.
Seperti sekarang ini, aku percaya bahwa takdir dan keajaiban itu sebenarnya terhubung satu sama lain. Berdiri didepan para murid di kelas adalah gadis perpustakaan yang selalu memberikan rekomendasi novel padaku, sekaligus seorang gadis yang mirip dengan gadis yang muncul didalam mimpiku.
Seorang gadis yang mengajakku untuk mati bersama.
"Kenapa dia tidak berbicara? Kenapa dia menggunakan buku untuk komunikasi?"
"Apa jangan-jangan dia itu bisu?"
Murid di kelasku mulai berbisik satu sama lain. Memberi tatapan aneh pada gadis itu tanpa memperdulikan perasaannya, aku menatap kosong ke arahnya, hanya mendapati bahwa tubuhnya bergetar, tapi dia tetap mempertahankan senyum manis di wajahnya.
"Dengar dengar!! Haruka memiliki masalah dalam kerongkongannya jadi dia tidak dapat berbicara layaknya kalian. Jadi bertemanlah dengan baik ... Sekarang Haruka, kita harus mencarikan tempat duduk untukmu." guru mencarikan tempat duduk untuk Haruka.
Semua murid dikelas terlihat khawatir, aku tidak tahu apa yang mereka khawatirkan. Tetapi, aku sedikit mengerti tentang apa yang pastinya mereka pikirkan. Duduk di sebelah gadis yang bahkan tidak dapat berbicara sama sekali dapat membuatmu cepat bosan, dan kesulitan untuk mengajaknya berkomunikasi.
Oleh sebab itu, kebanyakan dari mereka memilih untuk menghindar. Demi mempertahankan status sosial mereka di kelas, sekaligus tidak mendapatkan sesuatu yang merepotkan.
Yah, kurang lebih aku tahu apa yang terjadi setelah ini.
"Ah, ada kursi kosong disebelah Akira ... Haruka, disana adalah tempat duduk mu."
Haruka mengangguk, dan menuliskan terimakasih kepada guru tersebut. Lalu dia mulai berjalan ke arah kursi ku, bagiku yang hampir tidak pernah berbicara kepada sesama murid di kelas ini, seharusnya tidak ada masalah ketika dia duduk disampingku.
Aku tidak akan membiarkannya berbicara denganku, agar dia tidak ikut dikucilkan. Bukan berarti aku peduli dengannya, hanya saja aku merasa tidak enak jika dia terkena masalah karena ulahku.
Lagipula bukan berarti aku ingin sendirian terus hingga semester depan, sendirian itu memang nyaman tapi aku juga sedikit senang ketika mendapatkan teman sebangku.
Ah, benar juga. Apakah ini yang dinamakan kesepian?
"!? ... Pria yang diperpustakaan? Kita bertemu lagi, aku sangat senang."
Haruka menuliskan itu pada bukunya.